Liputan6.com, Jakarta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menindaklanjuti laporan masyarakat mengenai pabrik kosmetik ilegal yang beroperasi di Pantai Indah Kapuk (PIK), Jakarta Utara.
Selama proses penyidikan, BPOM bekerja sama dengan beberapa pihak. Penyidikan tersebut menghasilkan penyitaan terhadap barang bukti senilai Rp7,7 miliar.
Advertisement
“BPOM bekerja sama dengan Balai Besar POM (BBPOM) di Jakarta, BBPOM di Serang bersama Biro Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia (Biro Korwas PPNS Bareskrim Polri) telah melakukan penindakan ke sarana kosmetika ilegal tersebut pada hari Kamis, 9 Maret 2023,” tutur Kepala BPOM, Penny K. Lukito dalam konferensi pers yang juga ditayangkan secara langsung pada Kamis, (16/3/2023).
Lebih lanjut, Penny mengungkap jangkauan peredaran kosmetik ilegal yang cukup luas. Berdasarkan penyelidikan, produk buatan dari pabrik tersebut tersebar di Pulau Jawa dan Sumatera.
Peredaran produk kosmetik ilegal itu di Pulau Jawa meliputi wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, serta Bali (Denpasar). Produk itu juga beredar wilayah Sumatra yang meliputi Sumatra Selatan, Sumatra Utara, dan Lampung.
Melihat distribusi produk yang luas, BPOM akan mengembangkan pengawasan terhadap fasilitas kosmetik ilegal di berbagai daerah, terutama di DKI Jakarta.
“Ini menjadi warning kita bersama, BPOM juga akan bergerak untuk mengembangkan temuan (fasilitas-fasilitas) ini di tempat-tempat lain, sehingga bisa segera kita tangani proses produksi seperti ini,” tuturnya.
Produk Kosmetik Ilegal Itu Berbahaya
Penny menerangkan produk kosmetik ilegal ini sangat berbahaya karena tidak memenuhi standar produksi yang baik.
“Produk kosmetika ilegal ini sangat berbahaya," katanya.
Saat mendatangi lokasi pabrik kosmetik ilegal itu, Penny menuturkan produk yang dihasilkan tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, kemanfaatan, dan mutu. Lalu, sarana produksi tidak menerapkan Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB).
"Terutama aspek higiene sanitasi sarana sangat kurang,” sambungnya.
Penny juga menyebutkan temuan bahan kimia obat dalam penggunaan produk kosmetik itu. Terbukti lewat hasil uji laboratorium.
Padaha,l seharusnya produk kosmetik tidak mengandung obat. Jika mengandung obat, menurut aturan harus dengan resep dokter.
“Karena itu adalah obat, bahan kimia yang masuk ke dalam tubuh kita apabila digunakan tanpa dosis (yang cukup) dan dalam jangka yang panjang,” ungkap Penny.
Jika digunakan secara sembarangan, bisa mengarah kepada penyakit kanker kulit, bahkan kanker lainnya. Tak hanya itu, efeknya bisa memengaruhi organ seperti ginjal dan liver.
Advertisement
Tindak Pidana Pabrik Kosmetik Ilegal di PIK, Jakarta Utara
Berdasarkan investigasi, diduga telah terjadi beberapa tindak pidana pada pabrik kosmetik ilegal di Jakarta Utara ini.
Pertama, yaitu tindakan memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki perizinan berusaha.
Dalam hal ini, pabrik melanggar Pasal 197 Jo. Pasal 106 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan sebagaimana diubah dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Adapun tertulis ancaman pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Kedua, yaitu tindakan memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu.
Pabrik melanggar Pasal 196 Jo. Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Tindak kejahatan ini diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Ketiga, yaitu aksi memperdagangkan barang yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hal ini termasuk pelanggaran terhadap Pasal 62 ayat (1) Jo. Pasal 8 ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Pelanggaran ini berpotensi ancaman hukuman pidana penjara selama maksimal 5 tahun atau denda paling banyak Rp2 miliar.
BPOM masih melakukan pemeriksaan terhadap 9 saksi karyawan dan 1 orang ahli.
Hasil pemeriksaan, 1 (satu) orang diduga pelaku berinisial SJT yang merupakan pemilik usaha. Praktik produksi ini diduga sudah dilakukan pelaku sejak tahun 2020 di lokasi lain, yaitu di daerah Jakarta Barat. Sedangkan kegiatan produksi di Jakarta Utara diduga dilakukan sejak bulan September 2022.