Liputan6.com, Banyuwangi - Puluhan warga di Dusun Pancer Desa Sumberagung, Banyuwangi mampu berhemat hingga 50 persen biaya pembelian elpiji setiap bulannya setelah menggunakan teknologi biogas.
Kebanyakan mereka adalah petani yang memelihara ternak. Mereka memanfaatkan kotoran ternak untuk pembuatan biogasnya.
Advertisement
Salah satu warga, Seger (53) mengaku sangat terbantu dengan adanya biogas. Apalagi Seger juga pelaku UMKM. Sehingga hadirnya biogas dapat menekan biaya produksi.
"Biasanya dibuat masak dagangan. Saya jual aneka lauk di pasar. Adanya biogas mampu menekan biaya produksi sampai 50 persen," kata Seger, Jumat (17/3/2023).
Menurut Seger, penggunaan biogas ini memang belum digunakan secara reguler. Biogas masih menjadi sampingan pemakaian elpiji.
"Tapi ini sudah bisa berhemat banyak. Biasanya per bulan bisa sampai 3 kali beli elpiji, namun kini hanya 1 kali saja," ujarnya.
Gas yang dihasilkan, lanjut Seger, juga tak kalah bila dibandingkan dengan elpiji. Nyala apinya lebih terang dengan warna dominan biru keunguan. Dalam sekali proses produksi, api bisa bertahan kurang lebih 3 jam.
"Pagi itu 3 jam, dibiarkan lalu sore bisa dipakai lagi durasinya juga kurang lebih 3 jam," bebernya.
Dalam proses pembuatannya, bahan baku yang harus disediakan adalah kotoran sapi. Untuk takarannya, sekali produksi kurang lebih membutuhkan 3 kilogram kotoran sapi. Tetapi ini juga menyesuaikan sesuai kapasitas.
Kotoran kemudian dicampur dengan 2 timba air atau sekitar 6 liter air. Diaduk sampai gembur lalu dimasukkan ke tangki fermentasi.
"Takarannya 1 banding 2. Satu untuk kotoran dan 2 untuk airnya. Tunggu beberapa jam baru bisa digunakan," cetusnya.
Pada saat awal atau ketika baru selesai dibangun, Seger mengaku prosesnya memerlukan kesabaran. Karena dari proses produksi diawal tidak langsung keluar gas. Tetapi harus ditunggu selama seminggu.
"7 hari baru bisa keluar gasnya," kata dia.
Seger mengaku bila instalasi biogas itu diberi oleh Greeneration Foundation melalui tim Eco Ranger. Secara teknis pembangunan, Eco Ranger bekerja sama dengan Yayasan Rumah Energi.
"Di wilayah ini ada 10 warga yang menggunakan biogas ini," tegasnya.
Biogas Adalah Teknologi Baru Tabarukan
Perwakilan Yayasan Rumah Energi Supriyanto menyebut biogas adalah sebuah teknologi energi baru terbarukan (EBT). Saat ini EBT menjadi trend dan alternatif untuk memasok kebutuhan energi masyarakat seiring dengan menipisnya cadangan bahan bakar fosil di alam.
Pada prinsipnya biogas adalah pemanfaatan gas metana yang didapat melalui proses pembusukan atau fermentasi. Prosesnya dilakukan di dalam ruang tertutup dan diberi katup out put. Katup itu kemudian disambungkan dengan selang ke kompor untuk dikonversi menjadi api.
Dalam pembuatan biogas, bahan bakunya bisa menggunakan kotoran ternak, kotoran unggas, kotoran manusia atau bahkan sampah.
"Tetapi yang efektif adalah kotoran seperti sapi atau kerbau," kata Supriyanto.
Kunci dari pembuatan instalasi biogas terletak pada tabung fermentasi atau digester. Pastikan jangan sampai ada kebocoran. Sementara ini ada dua jenis digester yang umum digunakan. Jenis pertama adalah torn, terbuat dari material plastik tandon. Kedua adalah fix dome terbuat dari cor-coran.
"Masing-masing memiliki keunggulan. Tapi yang bagus adalah fix doom karena lebih safety dan tekanannya lebih stabil. Untuk kapasitas menyesuaikan," ujarnya.
Dia menyebut instalasi yang ada di Dusun Pancer, banyak yang menggunakan jenis Torn karena dinilai lebih simpel.
Instalasi biogas yang dibangun di rumah-rumah warga juga ditunjang dengan teknologi yang mumpuni. Baik itu dari aspek produksi hingga aspek keamanannya.
Pada setiap instalasi, memiliki sensor yang dapat memantau produksi gas dan sensor pendeteksi kebocoroan.
Advertisement