Liputan6.com, Jember - Konflik hukum antara PT Kereta Api Indonesia (KAI) dengan puluhan warga di Jalan Mawar, dekat Stasiun Kereta Api Jember, mulai menemukan terang. Hal ini setelah keluarnya Peninjauan Kembali (PK) atas gugatan warga terhadap sertifikasi HGB atas tanah milik BUMN tersebut.
“PK telah diputus oleh MA pada Desember 2022 lalu, namun salinannya baru kami terima pada awal bulan Maret ini. Isinya menolak gugatan warga atas sertifikasi HGB terhadap aset tanah dan bangunan rumah milik PT KAI yang ada di Jalan Mawar,” ujar Vice President PT KAI Daerah Operasi (Daop) 9 Jember Mulyani, Jumat (17/3/2023).
Advertisement
Dengan demikian, PT KAI menegaskan secara hukum tanah seluas 27.550 meter persegi di Jalan Mawar, yang diatasnya berdiri 155 rumah, adalah sah sebagai aset milik PT KAI.
“PT KAI Daop 9 Jember berkomitmen untuk melakukan penjagaan dan penyelamatan aset negara dari pihak lain yang tanpa hak atas aset tersebut agar dapat memberikan manfaat bagi KAI dan masyarakat luas yang berdasarkan hukum,” tegasnya.
Dengan keluarnya PK dari Mahkamah Agung (MA) tersebut, menurut KAI, sudah tidak ada opsi perlawanan hukum lagi dari warga atas kebijakan penertiban aset yang dilakukan PT KAI.
“Karena PK adalah upaya hukum luar biasa yang terakhir kalinya,” tegas Mulyani.
Berdasarkan putusan tersebut, PT KAI mengimbau warga yang tinggal di tanah milik PT KAI di Jalan Mawar, bersedia membayar sewa. Jika tidak, PT KAI Daop 9 Jember terpaksa akan melakukan penertiban terhadap warga yang tinggal di atas aset rumah tanpa membayar.
“Namun kami mengedepankan kemanusiaan dalam penertiban. Kami berharap ada komitmen warga untuk memetuhi hukum dengan mengontrak,” ujar Mulyani.
PT KAI Daop 9 Jember juga memastikan, tarif sewa rumah bagi warga di Jalan Mawar sangat terjangkau. Yakni mulai dari yang termurah Rp 1 juta per tahun untuk satu rumah, bergantung pada lokasi dan kondisi bangunan. Penerapan tarif tersebut berdasarkan aturan yang berlaku.
Puluhan Warga Gugat ke Pengadilan
Konflik PT KAI dengan sejumlah warga di Jalan Mawar bermula saat PT KAI bermaksud melakukan penertiban atas sejumlah asetnya yang ditempati warga di Jalan Mawar, Kelurahan Jember Lor, Kecamatan Patrang, Kabupaten Jember. Penertiban dilakukan dengan melakukan sertifikasi tanah di BPN atas lahan seluas 27.550 meter persegi, pada tahun 2019.
Upaya itu diterima BPN dengan menerbitkan sertifikat Hak Guna Bangunan (HBG) atas nama PT KAI pada 2 April 2020.
“BPN Jember menerbitkan Sertifikat HGB atas nama PT Kereta Api Indonesia (Persero) dengan nomor Sertifikat 676 untuk aset tanah dan bangunan yang berada di Jalan Mawar tersebut,” papar Mulyani.
Lahan tersebut ditempati oleh 155 kepala keluarga (KK). Dari jumlah tersebut, sebanyak 34 KK diantaranya melakukan perlawanan hukum dengan menolak membayar sewa dan menganggap sertifikat HGB tidak sah. Sedangkan sisanya menerima dan bersedia membayar sewa rumah ke PT KAI Daop 9 Jember.
Perlawanan dilakukan 34 warga dengan mengajukan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya. Gugatan PTUN dilakukan agar BPN membatalkan sertifikasi HBG untuk PT KAI.
“Pengajuan gugatan pembatalan sertifikat HGB atas nama KAI oleh 34 warga Jalan Mawar tersebut telah diputus oleh PTUN Surabaya yang pada pokoknya dimenangkan oleh KAI, baik di tingkat pertama maupun banding dengan nomor putusan 168/G/2020/PTUN.SBY jo 142/B/2021/PT.TUN.SBY, serta pada tingkat Kasasi di Mahkamah Agung juga dimenangkan oleh KAI dengan nomor putusan 444K/TUN/2021,” tutur Mulyani.
Diakui Mulyani, ratusan kepala keluarga (KK) tersebut telah lama menempati aset rumah negara tersebut. Mereka merupakan anak cucu dari pegawai BUMN yang sebelumnya bernama PJKA tersebut.
Dikonfirmasi terpisah, perwakilan 34 warga di Jalan Mawar, Reta membenarkan kabar bahwa gugatan warga lewat Peninjauan Kembali (PK) ditolak oleh MA. Meski PK merupakan upaya hukum terakhir, Reta mengklaim warga masih memiliki novum.
Namun, ia enggan menjelaskan lebih detail karena menyerahkan langkah warga selanjutnya kepada kuasa hukum mereka.
“PK memang putusan terakhir tapi kami masih memiliki novum. Tapi saya belum bisa bicara banyak. Biar nanti akan dijelaskan oleh kuasa hukum kami,” tutur Reta singkat.
Advertisement