Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin menilai perpanjangan Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) tiap 5 tahun sekali terbilang berat untuk dokter. Ia juga mempertanyakan, mengapa harus ada dua surat, tidak bisakah dibuat satu surat izin saja?
“Saya ingin menyederhanakan STR sama SIP dokter. Itu kenapa sih izinnya mesti dua? Kasihan sekali 5 tahun sekali (diperpanjang), kan berat buat dokter juga, kenapa enggak dibikin jadi satu (surat izin) aja sih gitu kan,” ucapnya saat acara 'Public Hearing RUU Kesehatan Bersama dengan Organisasi Profesi' yang diikuti Health Liputan6.com di Gedung Kementerian Kesehatan RI Jakarta, Rabu (15/3/2023).
Advertisement
Pendapat Menkes Budi pun menjadi sorotan. Terlebih lagi, adanya pengurusan STR dan SIP yang harus mengeluarkan biaya administrasi sampai jutaan rupiah.
“Katanya, wah, ini syaratnya (mengurus STR dan SIP) banyak Pak. Ya udah syaratnya digabungin aja gitu kan. Belakangan saya tahu, saya tanya dokter Dante (Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono),” tutur Menkes Budi.
“Wamen aja susah dapat SIP-nya gitu kan. Dok, emang keluar berapa sih biaya buat STR, SIP? dijawab ya Rp6 juta. Saya nanya ke dia dong, bikin STR berapa sih setahun buat dokter spesialis? Itu ada 77.000 dokter. Ya saya kan bankir, dikali Rp6 juta kan Rp430 miliar setahun.”
STR dan SIP Jadi Bukti Tertulis Dokter
Sebagai informasi, STR adalah bukti tertulis/dokumen hukum bagi dokter, bahwa dokter tersebut telah mendaftarkan diri, dan telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI).
SIP adalah bukti tertulis yang diberikan dinas kesehatan kabupaten/kota kepada dokter dan dokter gigi yang akan menjalankan praktik kedokteran setelah memenuhi persyaratan.
Baik SIP dan STR dokter harus diperpanjang tiap 5 tahun sekali. Dalam informasi di laman KKI, STR yang habis masa berlaku dan tidak mengurus perpanjangan STR, maka STR dan SIP tidak berlaku lagi, otomatis dokter tidak boleh melakukan praktik kedokteran.
Perbaiki Perizinan STR dan SIP
Adanya biaya mengurus Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) dokter yang mahal dan sejumlah syarat yang harus dipenuhi dapat berimbas pada pelayanan kesehatan. Terutama bagi dokter yang belum mengurus perpanjangan STR dan SIP.
“Buat saya itu kasihan dokternya karena dokter must pay for expenses (harus mengeluarkan biaya). Nanti menderita, siapa? Rakyatnya menderita. Saya kan ngomongin fakta,” Budi Gunadi Sadikin melanjutkan.
“Kita memperbaiki diri ke depannya supaya tadi, layanan kesehatan masyarakat kita perbaiki ya. Apa yang perlu kita perbaiki, semua ini membaik dan let the government the govern, biar pemerintah mengatur kembali ini, supaya menata ulang jadi sehat. Kita pengen kok ini baik industri kesehatan dan semua yang ada di sini supaya baik.”
Biaya Mengurus STR Dipermurah
Menkes Budi Gunadi menginginkan proses pengurusan STR untuk dokter dibuat tidak ribet dan biayanya dipermurah. Hal ini juga lantaran banyak dokter mengeluh soal proses perizinan yang terlalu panjang.
"Kita mau sederhanakan, sebaiknya jangan terlalu banyak perizinannya dan kita permurah. Kan tadi kita dengar tuh, temen-temen dokter bilang mesti bayar berapa-berapa setiap lima tahun sekali (untuk memperpanjang STR)," tambahnya.
Advertisement
Bangun Sistem Terstruktur Penerbitan SIP
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mendukung langkah Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) di bawah kepemimpinan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin yang akan membangun sistem terstruktur dalam penerbitan Surat Izin Praktik (SIP) dokter di Indonesia.
Upaya ini agar bisa menghilangkan potensi penggunaan abuse of power dan penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh organisasi profesi.
“Sebagaimana disampaikan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin di berbagai kesempatan, pemberian SIP dokter mengharuskan adanya rekomendasi dari organisasi profesi. Ketentuan tersebut tidak masalah, asalkan berjalan dengan transparan dan berkeadilan,” kata Bamsoet, sapaan akrabnya usai menghadiri perayaan HUT ke-15 Alila Hospital Group di Jakarta, Selasa (31/1/2023).
“Sayangnya, tidak jarang Kementerian Kesehatan menerima laporan bahwa dalam pemberian SIP dokter tersebut seringkali terjadi abuse of power dan penyalahgunaan kewenangan. Sehingga seseorang yang ingin mendapatkan SIP, seringkali dibebankan dengan setoran yang harus dibayarkan secara personal dari dokter yang ingin memperoleh SIP kepada oknum di organisasi profesi.”
Meminimalisir Terjadinya Abuse of Power
Bamsoet berharap proses penerbitan SIP Dokter tidak lagi menimbulkan masalah. Ia mendorong Kemenkes bersama organisasi profesi membuat sistem yang dapat menampung data dua kategori dokter. Yakni dokter yang melanggar etik dan dokter yang tidak bermasalah.
“Big Data bisa menjadi bahan bagi pemerintah untuk mempertimbangkan atau mengikuti rekomendasi organisasi profesi dalam menerbitkan SIP dokter. Sehingga orang yang tidak berhak mendapatkan rekomendasi SIP, akan langsung terdata dalam sistem,” pungkasnya.
“Dengan demikian meminimalisir terjadinya abuse of power atau penyalahgunaan kewenangan dari oknum yang berada dalam organisasi profesi.”
Baca Juga