Liputan6.com, Jakarta PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) menjalankan bisnis utama di bidang operasi pertambangan batu bara dan penjualan batu bara.
ITM juga menjalankan kegiatan pendukung yakni operasional terminal batubara beserta fasilitas pelabuhan muat dan operasional pembangkit listrik, serta kontraktor pertambangan.
Advertisement
Didirikan pada 1987, PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITM) adalah salah satu perusahaan energi Indonesia dengan lingkup usaha yang terintegrasi mulai dari kegiatan penambangan, pengolahan, dan logistik.
Untuk memulai tahap pra-produksi, ITMG mengakuisisi PT Indominco Mandiri sebagai anak perusahaan pada 11 November 1988.
Pada 5 Oktober 1990, Indominco menandatangani Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKB2B) Nomor 097.B.Ji/292/U/90 dengan Perusahaan Umum Tambang Batu Bara Bukit Asam, yang kini bernama PT Bukit Asam Tbk (PTBA). Konsesi lahan yang diberikan untuk eksplorasi adalah sebesar 99.920 hektar.
Berdasarkan Keputusan Presiden No.75/1996 tanggal 25 September 1996, dan perubahan terhadap PKP2B No.J2/Ji.DU/52/82 yang telah disepakati antara Indominco dengan PTBA pada 27 Juni 1997, maka semua hak dan kewajiban PTBA berdasarkan PKP2B dialihkan kepada Pemerintah RI, yang diwakilkan oleh Menteri Pertambangan dan Energi yang berlaku efektif sejak 1 Juli 1997.
Kemudian berdasarkan SK Menteri Pertambangan dan Energi No.481.K/MPE/1998 tanggal 8 Mei 1998, ditetapkan bahwa area pertambangan yang dimiliki Indominco yang sedang dalam tahap eksploitasi, seluas 18.100 hektare (ha). Penetapan tersebut sudah mulai berlaku efektif sejak 1 April 1998, hingga 30 tahun sejak Indominco disetujui untuk beroperasi secara komersial.
Area pertambangan Indominco diperluas menjadi 25.121 ha, berdasarkan SK Dirjen Geologi dan Sumber Daya Mineral Departemen ESDM No.015.K/20.01/DJG/2001 tanggal 2 Mei 2001. Persetujuan perluasan area pertambangan Indominco itu efektif berlaku sejak 5 Oktober 2000, hingga 5 Oktober 2030.
Pada 2001, mayoritas saham PT Indo Tambangraya Megah Tbk, selaku induk perusahaan PT Indominco Mandiri diambil alih oleh Banpu Minerals Singapore Pte Ltd melalui PT Centralink Wisesa International dengan komposisi saham 65 persen.
Sisanya 31,9 persen dimiliki publik, dan 2,9 persen berupa treasury stock. Pada 2007 sebagian saham PT Indo Tambangraya Megah Tbk yang dikuasai Banpu dilepas melalui Penawaran Umum Perdana Saham (Initial Public Offering/IPO) di Bursa Efek Indonesia.
Dalam rangka IPO, perseroan menerbitkan 225,99 juta saham dengan nilai nominal Rp 500 per lembar. Harga penawaran dipatok sebesar Rp 14.000 per saham. Sehingga perseroan saat itu mengantongi dan asegara Rp 3,16 triliun dari IPO.
Pada hari pencatatannya 18 Desember 2007, harga saham ITM tercatat ditutup pada harga Rp 19.600 di bursa efek Indonesia, di mana ini menunjukkan saham ITM memberikan keuntungan 40 persen dari harga awal penawaran.
Adapun pemegang saham perusahaan saat ini masih didominasi oleh Banpu Minerals (Singapore) Private Limited dengan porsi 65,14 persen. Sisanya 34,86 persen dimiliki oleh masyarakat.
Punya 8 Tambang
Melansir laman resmi perusahan, saat ini ITMG memiliki setidaknya delapan tambang operasional. Antara lain oleh PT Indominco Mandiri (IMM), PT Trubaindo Coal Mining (TCM), PT Bharinto Ekatama (BEK), PT Kitadin (KTD), dan PT Jorong Barutama Greston (JBG).
Kemudian ada PT Nusa Persada Resources (NPR), PT Tepian Indah Sukses (TIS), dan PT Graha Panca Karsa (GPK), yang ketiganya belum beroperasi sejak 2018.
Sepanjang 2022, perusahaan memproduksi batu bara sebanyak 16,6 juta ton di tengah curah hujan yang tinggi. Sementara itu, volume penjualan tercapai sebanyak 18,9 juta ton, yang dipasarkan ke Tiongkok 5,9 juta ton, Indonesia 4,2 juta ton, Jepang 2,9 juta ton, Filipina 1,5 juta ton, India 1,1 juta ton, negara-negara lain di Asia Pasifik, dan Eropa.
Pada periode tersebut, perusahaan mencatat penguatan perolehan rata-rata harga jual batubara sebesar USD 192 per ton, naik 86 persen dari USD 103 per ton pada tahun sebelumnya. Kenaikan yang signifikan ini memungkinkan Perusahaan untuk membukukan penjualan bersih sebesar USD 3,6 miliar atau 75 persen lebih tinggi dari tahun sebelumnya.
Marjin laba kotor naik dari 44 persen menjadi 52 persen pada tahun ini di tengah kenaikan harga bahan bakar global, kenaikan royalti, dan berbagai ketidakpastian serta tantangan sepanjang tahun 2022.
Seiring dengan kenaikan perolehan rata-rata harga batu bara, Perusahaan mencatat penguatan arus kas dengan EBITDA mencapai USD 1,8 miliar selama tahun 2022, naik 101 persen dari tahun sebelumnya. Sementara itu, laba bersih naik 152 persen dari USD 475 juta pada 2021 menjadi USD 1,2 miliar pada 2022.
Dengan menerapkan manajemen kas yang bijak, Perusahaan berhasil mempertahankan neraca yang semakin solid. Hingga pada akhir Desember 2022, total aset perusahaan tercatat sebesar USD 2,6 miliar dengan total ekuitas USD 2,0 miliar.
Sejalan dengan arus kas dan EBITDA yang semakin menguat, Perusahaan juga memiliki posisi kas dan setara kas yang solid sebesar USD 1,4 miliar. Adapun laba bersih per saham dibukukan sebesar USD 1,07 per saham.
Advertisement