IDI: 24 Dokter dan Tenaga Kesehatan di Papua Berada di Situasi Kerusuhan

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Adib Khumaidi menyampaikan bahwa 24 dokter dan beberapa tenaga kesehatan yang bertugas di Yahukimo, Wamena, Papua sedang berada dalam situasi kerusuhan.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 18 Mar 2023, 07:00 WIB
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Adib Khumaidi (tengah) menyampaikan bahwa 24 dokter dan beberapa tenaga kesehatan yang bertugas di Yahukimo, Wamena, Papua sedang berada dalam situasi kerusuhan saat ditemui di acara Public Hearing RUU Kesehatan Bersama Menteri Kesehatan dengan Dinkes Seluruh Indonesia, IDI, dan PDGI pada Jumat (17/3/2023). Foto: (Liputan6.com/Ade Nasihudin).

Liputan6.com, Jakarta Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Adib Khumaidi menyampaikan, puluhan dokter dan beberapa tenaga kesehatan yang bertugas di Yahukimo, Wamena, Papua sedang berada di tengah situasi kerusuhan.

“Realita fakta yang saat ini terjadi di Wamena, ada 24 dokter dan beberapa tenaga kesehatan yang saat ini ada dalam situasi kerusuhan. Ini tentu perlu disikapi juga oleh Kementerian Kesehatan,” kata Adib dalam acara Public Hearing RUU Kesehatan bersama Menteri Kesehatan dengan Dinkes Seluruh Indonesia, IDI, dan PDGI pada Jumat (17/3/2023).

Kendati demikian, setelah berkomunikasi dengan para dokter di Wamena, IDI mendapat kabar bahwa sejauh ini kondisi para dokter di sana aman.

“Sudah komunikasi juga dengan teman-teman di Wamena, di Jayapura, kondisi memang aman saat ini, dalam arti mereka disikapi oleh taman-teman IDI bersama dengan wakil bupati, polres, sudah dikoordinasi untuk mengamankan tenaga kesehatan di sana.”

Ia pun berharap, kerusuhan ini tidak memakan korban jiwa seperti halnya pada kerusuhan yang terjadi di tahun 2019.

“Mudah-mudahan tidak terjadi seperti tahun 2019, ada sejawat dokter yang meninggal pada 2019 karena kerusuhan di Wamena,” tambah Adib.

Berangkat dari kasus ini, Adib pun menyatakan bahwa IDI memiliki peran dalam masalah-masalah dokter di daerah.

“Di sini lah peran IDI, situasi-situasi yang ada di daerah kemudian menjadi satu dasar yang kemudian kita koordinasikan dengan stakeholder terkait yang selama ini sudah kita lakukan dengan baik,” katanya.


Soal STR dan SIP

Dalam kesempatan itu, Adib juga memberi tanggapan soal Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) yang dinilai ribet oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.

“Kalau ini enggak saya jawab nanti kesannya IDI sebagai lembaga masyarakat yang non formal menghimpun uang lebih besar. Tadi saya sudah koordinasikan juga dengan Pak Wamen (Dante Saksono) karena ada statement dari Pak Wamen juga,” kata Adib

“Ini saya ingin mengklarifikasi saja, iuran IDI itu 30 ribu per bulan, 12 bulan kali lima tahun, 1,8 juta per lima tahun. Di iuran IDI artinya ini adalah sebuah hal yang normal di dalam lembaga masyarakat menghimpun adanya iuran,” tambah Adib.


Iuran Perhimpunan dan Lain-Lain

Ada pula iuran perhimpunan Rp100 ribu, lanjut Adib. Namun, angka ini menyesuaikan dengan berbagai perhimpunan. Artinya nominal iuran di perhimpunan ortopedi, spesialis penyakit dalam, dan yang lainnya akan berbeda-beda.

“Rata-rata Rp100 ribu per bulan, kali 12, kali lima tahun, ini yang kemudian muncul angka Rp 6 juta, itu adalah iuran perhimpunan, kemudian biaya KTA (kartu tanda anggota) IDI elektronik cuma 30 ribu.”

Terkait biaya rekomendasi praktik, IDI sepakat menyamakan nominal di angka Rp100 ribu.

“Ini memang PR bagi kami untuk mensosialisasikan dengan teman-teman. Rp100 ribu per 5 tahun untuk satu surat izin praktik (SIP), resertifikasi 100 ribu di konsil, bukan di kita (IDI). Jadi nominal yang dikeluarkan kalau total selama lima tahun adalah Rp4,4 juta dengan rata-rata dokter hanya membayar Rp140 ribu.”


Perizinan Complicated

Klarifikasi IDI dilontarkan menyusul pernyataan Budi Gunadi Sadikin yang merasa kasihan karena dokter-dokter di Indonesia perlu melalui tahap yang rumit dan mahal untuk dapat STR serta SIP.

Sebelumnya, Budi Gunadi menanyakan hal itu kepada Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono. Disebutkan oleh Dante, perizinan STR memang terlalu panjang.

"Saya tanya ke dokter Dante. Dokter Dante kan Wamen saya juga. Katanya, proses perizinannya tuh terlalu complicated, panjang dan ribet," katanya.

"Itu juga yang membuat banyak dokter mengeluh."

Maka dari itu, Budi menginginkan proses pengurusan STR untuk dokter dibuat tidak ribet dan biayanya dipermurah. Hal ini juga lantaran banyak dokter mengeluh soal proses perizinan yang terlalu panjang.

Infografis Dokter Berguguran di Medan Tempur Covid-19 (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya