Liputan6.com, Jakarta Rancangan Undang-Undang atau RUU Kesehatan tengah dirancang untuk mengatur berbagai hal termasuk organisasi profesi (OP).
OP yang terkait dengan RUU Kesehatan ini adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Menurut Ketua PB IDI Adib Khumaidi, RUU Kesehatan tidak seharusnya mengeliminasi keberadaan OP.
Advertisement
“Posisi organisasi profesi sangat penting karena selama ini proses yang sudah dilakukan cukup baik. Posisi IDI jelas membantu negara, sehingga eksistensi organisasi profesi dalam UU sepatutnya tidak dieliminir,” ujar Adib dalam Public Hearing RUU Kesehatan Bersama Menteri Kesehatan dengan Dinkes Seluruh Indonesia, IDI, dan PDGI pada Jumat (17/3/2023).
Tanggapan Menkes
Terkait hal tersebut, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pun memberi tanggapan.
“Eksistensi OP dijaga, ini mulai rame nih, aku jaga. Nah, kalau aku sebagai pemerintah ya semua yang dikembalikan ke masyarakat is better,” kata Budi dalam kesempatan yang sama.
“Kalau menurut saya, pemerintah harusnya enggak intervensi karena itu ranahnya para dokter. Let the doctor choose, and I think that is very democratic,” kata Budi.
Dengan kata lain, Budi setuju bahwa organisasi profesi memang harus ada. Terkait jumlahnya, Budi menilai cukup satu yang diakui pemerintah.
“Siapa yang diakui pemerintah? I let the doctors to choose, saya pikir itu cara paling demokratis ketimbang pemerintah yang menentukan ( Organisasi Profesi yang diakui pemerintah),” tambah Budi.
Dua Prinsip Utama RUU
Memberikan ruang untuk para dokter memilih organisasi profesi yang diakui pemerintah juga berkaitan dengan prinsip RUU Kesehatan.
Menurut Budi, ada dua prinsip utama RUU Kesehatan, yakni harus baik untuk masyarakat dan negara harus hadir.
“Buat kami di pemerintahan, arahnya (RUU Kesehatan) cuma dua yaitu pertama, apapun yang dilakukan harus baik untuk masyarakat. Dan kedua, negara harus hadir,” jelas Budi.
Budi menambahkan, masyarakat bukan sekadar kata tapi memang semuanya dikembalikan untuk masyarakat.
“Semuanya dikembalikan untuk masyarakat, bukan untuk Menkesnya, bukan untuk perguruan tingginya, bukan buat profesinya, tapi kembali lagi yuk kita bawa ke tatanan masyarakat, bagaimana kita bisa meningkatkan layanan kesehatan ke masyarakat karena itu yang memang diwajibkan oleh UUD 1945.”
Advertisement
Negara Harus Hadir
Prinsip kedua, yakni negara harus hadir. Karena negara lah yang bertanggung jawab untuk bisa memastikan pelayanan kesehatan di masyarakat berjalan baik.
“Nah kehadiran negara ini juga ada di pasal 34, yaitu kita perlu memastikan bahwa negara hadir. Jadi kalau ada masalah, negara bisa masuk dan menyelesaikannya,” tambah Budi.
Mengingat perlunya kembali ke tatanan masyarakat, maka ada reformasi yang akan dilakukan Kemenkes.
Pertama, masyarakat harus bisa lebih mendapatkan akses layanan kesehatan primer.
“Kalau pengen jaga masyarakat kita tetap sehat, layanan primer promotif dan preventif itu harus benar-benar diperhatikan,” ujar Budi.
Perhatian pada Pelayanan Rujukan
Kemudian, perlu pula perhatian yang sungguh-sungguh dalam layanan rujukan.
“Agar RS-RS kita aksesnya merata, kualitasnya sama. Jangan orang-orang harus selalu dibawa ke Jakarta. Dan itu harus terjangkau biar orang-orang enggak ke luar negeri. Itu sesuatu yang mau kita hindari supaya masyarakat kita benar-benar mendapat akses dan negara harus hadir.”
“Itu kita akan beresin semua RS kita. Yang butuh alat, butuh dokter, butuh segala macam, kualitas terjaga, obat-obatnya juga mesti terjangkau.”
Negara juga harus hadir dalam menjamin ketahanan kesehatan. Semua industri kesehatan dalam negeri harus maju.
“Kita lakukan banyak untuk mereformasi struktur industri kesehatan, alat, vaksin, obat dan ini kita usulkan di UU agar ada ketahanan,” pungkas Budi.
Advertisement