Liputan6.com, Jakarta Polda Jawa Timur (Jatim) masih menunggu putusan hukum tetap atau incraht terhadap dua perwira polisi yakni Kompol Wahyu Setyo Pranoto dan AKP Bambang Sidik Achmadi terkait tragedi Kanjuruhan sebelum melakukan sidang etik.
"Nunggu Inkracht Van Gewijsde yang memiliki arti putusan berkekuatan hukum tetap," kata Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Dirmanto, saat dikonfirmasi, Sabtu (18/3/2023).
Advertisement
"Nunggu putusan Inkracht. Baru sidang kode etik," katanya.
Diketahui, pada 16 Maret 2023, Pengadilan Negeri Surabaya memutus bebas Kabag Ops Polres Malang, dan mantan Kasat Samapta Polres Malang dalam kasus Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 135 orang di Stadion Kanjuruhan Malang.
Vonis bebas tersebut diputus majelis hakim lantaran dinilai tidak cukup bukti untuk menghukum keduanya. Sehingga, menurut Hakim, unsur kealpaan terdakwa dalam dakwaan kumulatif jaksa, yakni Pasal 359 KUHP, Pasal 360 ayat (1) dan Pasal 360 ayat (2) KUHP, tidak terbukti.
Kendati demikian dari vonis itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) masih menggunakan haknya untuk pikir-pikir selama tujuh hari. Apakah akan mengajukan kasasi atau tidak dalam vonis bebas tersebut.
Adapun aturan bagi JPU mengajukan kasasi, karena vonis yang dijatuhkan oleh majelis hakim adalah bebas. Sehingga upaya lanjutannya adalah kasasi dengan mengajukan ke Mahkamah Agung (MA).
Vonis Bebas Terdakwa Tragedi Kanjuruhan, Amnesty International Indonesia Pertanyakan Keadilannya
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menanggapi vonis bebas dua perwira polisi dari tuduhan kelalaian pidana atas dugaan peran mereka dalam Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 135 orang, pada Sabtu 1 Oktober 2022 lalu.
"Pihak berwenang sekali lagi gagal memberikan keadilan kepada para korban kekerasan aparat. Meskipun sempat berjanji untuk menuntut pertanggungjawaban dari pihak-pihak yang terlibat," kata Usman dalam keterangan resmi yang diterima Liputan6.com, Jumat(17/1/2023).
Dia pun mendesak pemerintah untuk memastikan akuntabilitas seluruh aparat keamanan yang terlibat dalam Tragedi Kanjuruhan. Termasuk mereka yang berada di tataran komando, guna memberikan keadilan bagi korban dan memutus rantai impunitas.
Usman menyebut salah satu cara untuk mencapainya, yaitu melalui peradilan yang adil, imparsial, terbuka dan independen.
"Kasus ini sekali lagi menunjukkan pola kekerasan dan penyalahgunaan kekuasaan yang mengakar kuat dan luas oleh aparat keamanan di Indonesia. Kasus tragis ini harus menjadi momen untuk memperbaiki kesalahan dan mengubah haluan, bukan mengulangi kesalahan yang sama. Kurangnya akuntabilitas juga mengirimkan pesan berbahaya kepada aparat keamanan bahwa mereka dapat bertindak dengan bebas dan tanpa konsekuensi hukum," jelasnya.
Reporter: Bachtiarudin Alam/Merdeka
Advertisement