Liputan6.com, Jakarta - Bencana melanda berbagai bagian dunia, termasuk Indonesia. Bencana gempa bumi Cianjur, misalnya, menelan ratusan korban jiwa.
Tak berapa lama, gempa Turki bahkan lebih parah dan menyebabkan puluhan ribu orang meninggal dunia.
Bencana bertubi-tubi itu lantas membuat ada yang menilai bahwa bencana tersebut diturunkan sebagai azab. Benarkah demikian?
Mengutip laman muhammadiyah.or.id, dalam Fikih Kebencanaan yang telah ditanfidz Pimpinan Pusat Muhammadiyah tahun 2018 menyebutkan bahwa bencana secara umum disebabkan oleh faktor kejadian alam (natural disaster) maupun oleh ulah manusia (man-made disaster).
Baca Juga
Advertisement
Peristiwa bencana yang ditunjukkan dalam teks al-Quran dan Hadis dapat diklasifikasikan menjadi dua, di antaranya: Pertama, bencana alam. Di antara bentuk bencana alam yaitu gempa bumi, letusan gunung api, tsunami, tanah longsor, banjir, dan kekeringan.
Kedua, bencana non-alam. Di antara bentuk bencana non-alam yaitu: kegagalan teknologi, epidemi/wabah, konflik sosial, dan teror.
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah menegaskan bahwa bahwa peristiwa alam yang terjadi tidak serta merta dapat disebut sebagai bencana. Suatu kejadian bisa disebut sebagai bencana ketika manusia “salah memperhitungkan” risiko dari peristiwa tersebut dan mengakibatkan kerugian pada diri atau komunitasnya.
Oleh karena itu, pada dasarnya peristiwa tanah longsor, gunung meletus, banjir, gempa bumi, dan lain-lain bukan merupakan bencana. Karena peristiwa tersebut adalah sebuah fenomena rutin dan siklus alam.
Peristiwa tersebut baru dikatakan sebagai bencana bila kita tidak memperhitungkan risiko dengan mempersiapkan diri dengan baik, sehingga kemudian mengakibatkan timbulnya kerusakan, sakit, atau bahkan kehilangan jiwa.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Cara Memandang Bencana
Bencana, apapun bentuknya, sesungguhnya merupakan bentuk kasih sayang Allah kepada manusia. Berbagai peristiwa yang menimpa manusia pada hakikatnya merupakan ujian dan cobaan atas keimanan dan perilaku yang telah dilakukan oleh manusia (QS. Al An’am: 54).
Orang beriman dan bertakwa selalu mengakui bahwa apa yang diberikan oleh Allah, termasuk bencana, kepada mereka adalah “kebaikan” (QS. An Nahl: 30).
Bencana merupakan ketetapan dan ketentuan Allah (takdir). Takdir di sini dimaknai dengan sebuah ketetapan dan ketentuan Allah yang telah terjadi di hadapan kita. Hanya Allah saja yang mengetahui ketetapan dan ketentuanNya, manusia hanya dapat mengetahuinya ketika ketetapan dan ketentuan tersebut terjadi.
Adapun ketika ketetapan dan ketentuan yang akan terjadi manusia juga tidak mengetahuinya, hanya Allah saja yang Maha Tahu.
Dengan demikian, manusia wajib memohon kepada Allah dan berusaha untuk meyikapinya dengan penuh kesabaran dalam rangka merubah keadaan yang dihadapinya menjadi lebih baik (QS. Al Anfal: 53). Bencana bukan merupakan bentuk amarah (azab)dan ketidakadilan Allah kepada manusia, justru sebaliknya bencana merupakan bentuk kebaikan dan kasih sayang (rahmah) Allah kepada manusia (QS. Al Baqarah: 156-157).
Selain itu, bencana berfungsi sebagai media untuk introspeksi seluruh perbuatan manusia yang mendatangkan peristiwa yang merugikan manusia itu sendiri (QS. Al Hasyr: 18). Hal ini dapat dipahami bahwa perbuatan manusia terkadang dilakukan tanpa pertimbangan yang matang. Karenanya, ketika bencana datang, manusia seharusnya melakukan taubat kepada Allah dan muhasabah terhadap diri sendiri.
Tim Rembulan
Advertisement