Liputan6.com, Karaganyar - Tari purba merupakan tarian yang mengambil tema cerita tentang kehidupan masyarakat. Tarian ini disebut berasal dari daerah Sangiran, lokasi ditemukannya fosil manusia purba.
Ia adalah Surono yang memiliki ide original tentang tarian dari Desa Dayu, Gondangrejo, Karanganyar tersebut. Surono bercerita awal mula mendapatkan ide tersebut ketika dirinya masih bekerja dan belum pensiun.
Kepada Liputan6.com, dirinya bercerita beberapa tahun lalu sekitar tiga tahun sesudah situs Sangiran diresmikan, dia bersama beberapa rekan-rekannya mengaplikasikan tentang suasana daerah situs Sangiran dengan kearifan lokalnya melalui sebuah karya seni tari. Dibantu beberapa seniman dari universitas ternama Indonesia, dirinya memaparkan idenya ingin membuat tarian dan dikombinasikan dengan ide dari rekan-rekannya.
"Saya sendiri inisiator tari purba. Saya ingin menampilkan cerita melalui tari tentang manusia purba dan gading gajah ourba yang ditemukan di daerah itu (Sangiran)," tuturnya di Solo, Senin (20/3/2023).
Baca Juga
Advertisement
Surono bercerita, situs Sangiran adalah lokasi atau tempat di mana banyak ditemukan fosil manusia dan hewan purba yang diyakini pernah hidup jutaan tahun lalu. Ia mengaku mendapatkan ide membuat tari purba berawal dari cikal bakal daerah itu sendiri.
"Jadi kami berpikiran cikal bakal nenek moyang Jawa nusantara umumnya ada di Desa Ndayu ini. Dari situlah kami mempunyai ide sebuah karya seni yang kami beri nama tari purba," ujar Surono.
Kombinasi Kisah Manusia Purba dan Kearifan Lokal Masyarakat
Menurutnya, ia mengangkat perjalanan manusia purba menuju peradaban, di mana peradaban budaya tersebut berarti peradaban nusantara yang ia sebut Bhinneka Tunggal Ika. Ia bekerja sama dengan seorang penari internasional yang sudah malang melintang di dunia seni tari bernama Luluk, yang juga seorang jebolan sarjana seni.
"Kami juga mengambil penarinya warga desa yang nonbasic seni. Harapan kami untuk menimbulkan kebanggaan warga sekaligus merasa memiliki bahwa tari purba itu adalah kekayaan masyarakat," ucap Surono.
Dirinya menyebut tarian yang dilakukan oleh 20 orang tersebut adalah salah satu cara mengangkat kearifan lokal masyarakat di mana mayoritas warga di daerah situs Sangiran itu berprofesi sebagai tukang batik, ibu rumah tangga, karyawan, dan lainnya.
Kolaborasi tak hanya dalam gerakan, tapi juga aransemen musik yang juga menggunakan barang-barang bekas.
"Untuk musiknya waktu itu kami menggunakan kaleng bekas kaleng, lesung yang tak terpakai, dan semua yang sifatnya barang bekas. Pakaian tarinya kita tunjukkan kehidupan manusia purba waktu itu yaitu dari karung goni dan wajahnya dicoret-coret," kata dia.
Surono berharap, kesenian tari purba bisa membawa perkembangan di situs Sangiran dengan mengedepankan kearifan lokal setempat. Kombinasi kearifan lokal tentang manusia purba di Situs Sangiran dengan kesenian yang berasal dari daerah itu sendiri diharapkan dapat membawa dampak positif.
"Kearifan lokal kisah manusia purba dan kesenian masyarakat akan menjadi kombinasi yang bagus untuk mengangkat citra positif daerah itu (situs Sangiran)," tutur Surono mengakhiri.
Sementara itu, tari purba adalah salah satu kesenian yang berasal dari dari desa di situs Sangiran, dilakukan oleh para penari dengan berbagai latar belakang usia, pekerjaan, pendidikan, dan sosial. Kesenian ini sengaja diciptakan untuk menyajikan hiburan bagi para wisatawan yang hadir di Situs Sangiran. Tarian tersebut juga belum lama diciptakan, yakni sejak museum situs Sangiran dibuka 2015 silam.
Advertisement