Liputan6.com, Jakarta - Menteri BUMN Erick Thohir menyebut sejumlah objek vital nasional (obvitnas) yang dikelola BUMN belum memiliki zona aman atau buffer zone memadai. Tata letaknya menjadi terlalu riskan, karena berdekatan dengan pemukiman warga.
Hal itu diutarakan Erick Thohir seusai Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI, Senin (20/3/2023).
Advertisement
Untuk proses awal, Erick Thohir ingin memastikan perlindungan kepada warga. Dia menyebut total ada sebanyak 651 objek vital nasional yang dikelola perusahaan pelat merah, mulai dari Pertamina hingga PLN.
Namun, beberapa di antaranya belum memiliki buffer zone memadai, alias terlalu berdekatan dengan rumah warga. Dia lantas mencolek dua perusahaan BUMN yang memproduksi pupuk.
"Pupuk Sriwidjaja Palembang, saya kunjungi 2 tahun lalu pas Covid-19, terlalu dekat dengan pemukiman, itu (jarak dengan proyek) 400 meter. Petrokimia Gresik lebih dekat lagi, 250-310 meter," jelas Erick Thohir.
Erick mengatakan, zona aman atau jarak ideal dari suatu obvitnas dengan pemukiman warga menurut standar internasional yakni 500 meter.
"Nah memang rata-rata safety, keamanan di seluruh dunia mestinya 500 meter dari penduduk. Kalau tadi saya paparkan di Pupuk Kaltim aman, 800 meter," jelasnya.
Lebih lanjut, Erick menyoroti Depo Plumpang milik Pertamina yang beberapa waktu lalu terkena insiden kebakaran. Pemerintah disebutnya terus berupaya agar jarak antara rumah warga dengan TBBM tersebut tidak terlalu berhimpitan.
"Khususnya Depo Plumpang kan dempet. Bayangkan ada pipa, lalu di sampingnya dapur, yang viral itu. Artinya memang tidak ada safety, kalau ada apa-apa sangat membahayakan. Utk langkah awal mau tidak mau harus bikin buffer zone," tegasnya.
"Paling tidak ada buffer zone 52,5 meter itu, even rata-rata 500 meter. Ini mesti coba dijajaki supaya saling melindungi," pungkas Erick Thohir.
Pengamat: Buffer Zone di Kilang Cegah Bahaya Sampai ke Masyarakat
Sebelumnya, keberadaan buffer zone dinilai sangat diperlukan bagi Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) atau kilang karena bisa melindungi masyarakat jika terjadi kebakaran dan ledakan pada objek vital nasional (Obvitnas) itu.
Seperti pada keberadaan Depo Plumpang di Jakarta yang terbakar di bagian pipanya. Ini diungkapkan Pengamat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Juwari.
"Intinya buffer zone sangat diperlukan. Karena potensi bahaya (di TBBM dan kilang) pasti ada, mulai dari bahaya ringan hingga bahaya yang tinggi risikonya. Dan jika terjadi ledakan, diharapkan efek ledakan hanya sampai buffer zone, tidak sampai ke penduduk,” ujar dia melansir Antara di Jakarta.
Wakil Dekan Fakultas Teknologi Industri dan Rekayasa Sistem (FT-IRS) ITS ini menerangkan, bahaya ringan bisa bersumber dari kebocoran BBM dalam jumlah kecil yang kemudian menyebar (terdispersi).
Namun, bahaya kecil tersebut bisa menjadi risiko sedang dan besar jika kebocoran cukup banyak sehingga menyebar ke wilayah yang cukup luas.
Juwari menjelaskan penyebaran minyak akan menjadi penyebab kebakaran jika sudah mencapai komposisi yang mudah terbakar dan ada pemantik antara lain motor yang lalu lalang.
Advertisement
Pentingnya buffer zone
Bahkan, jika sudah masuk wilayah perumahan, sumber pemantik akan semakin banyak, seperti kompor di dapur atau warung-warung, tambahny, di sinilah antara lain pentingnya buffer zone.
"Jika terdapat buffer zone tentu diharapkan akan memiliki waktu yang cukup sebelum mencapai perumahan. Karena biasanya terdapat warning berupa sinyal dari sensor flammable cloud yang berbunyi,” katanya.
Juwari menambahkan, kebakaran bisa menjadi penyebab ledakan jika mencapai tangki timbun. Ledakan tersebut bisa merusak pagar jika kekuatan pagar lebih rendah dari kekuatan ledakan.
Dengan adanya buffer zone inilah, menurut dia, diharapkan efek ledakan hanya sampai area penyangga dan tidak berdampak ke penduduk.
Terkait luasan buffer zone yang optimal, Juwari menyatakan saat ini sudah terdapat software yang bisa memprediksi luasan area penyangga. Piranti lunak tersebut akan mensimulasikan seberapa luas area terdampak jika berada pada kondisi terburuk (ledakan tangki).