Liputan6.com, Jakarta - Menko Polhukam Mahfud MD mengungkap modus-modus yang digunakan oknum di Kementerian Keuangan dalam dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang nilainya mencapai Rp349 triliun. Mahfud Md menjelaskan bahwa modus pencucian uang tersebut meliputi enam hal.
Advertisement
Pertama, adalah kepemilikan saham pada perusahaan atas nama keluarga, kedua kepemilikan aset berupa barang bergerak maupun tidak bergerak atas nama pihak lain, ketiga membentuk Perusahaan cangkang.
Keempat, mengelola hasil kejahatan sebagai upaya agar keuntungan operasional perusahaan itu menjadi sah, dan kelima menggunakan rekening atas nama orang lain untuk menyimpan hasil kejahatan.
"Lalu menyembunyikan hasil-hasil kejahatan dalam SDB, Safe Deposit Box atau tempat lain," kata Mahfud usai rapat bersama Menkeu dan Kepala PPATK di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (20/3).
Menurut mantan Ketua MK ini, TPPU lebih berbahaya ketimbang korupsi. Pasalnya, TPPU bisa berkamuflase sebagai badan usaha.
"Pencucian uang itu lebih bahaya, kalau saya korupsi menerima suap Rp 1 miliar, dipenjara selesai itu, gampang. Tapi bagaimana uang yang masuk ke istri saya? Itu mencurigakan, dilacak oleh PPATK," ucapnya.
"Bagaimana perusahaan atas namanya itu tidak beroperasi, misalnya warung makan tidak beroperasi tapi omzetnya Rp 100 miliar, padahal tidak ada yang beli, tidak ada yang jaga juga, hanya ada nama," ujarnya.
Lebih lanjut, Mahfud meminta agar masyarakat tidak berasumsi dugaan TPPU Rp349 triliun itu sebagai korupsi di Kementerian Keuangan. Dia menyatakan, hal ini adalah TPPU.
"Ini transaksi mencurigakan dan itu banyak melibatkan dunia luar, orang yang banyak melibatkan sentuhan-sentuhan dengan mungkin orang Kementerian Keuangan," kata Mahfud Md.
Mahfud Md Minta Aparat Turun Tangan
Mahfud Md merasa geram saat tahu dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang diungkap Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tentang eks pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo jumlahnya mencapai setengan triliun.
Mahfud Md lalu meminta PPATK melakukan penelisikan lebih jauh. Hasilnya, ditemukan transaksi mencurigakan senilai Rp300 triliun dari 647 orang pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada medio 2009-2023.
Penelisikan Mahfud tidak sampai di situ. Dugaan terkait pidana pencucian uang ini makin diperkuat dengan sampling yang dilakukan terhadap 7 orang dari 197 kasus yang dilaporkan berunsur TPPU. Hasilnya, terdapat angka Rp60 triliun hanya dari 7 kasus.
“Dari 7 kasus itu TPPU-nya sudah dihitung Rp 60 T dari 7 kasus TPPU,” kata Mahfud Md saat jumpa pers di kantornya, Jumat (10/3/2023).
Mahfud menjelaskan, selama ini pelanggar money laundering belum terlalu dikonstruksi dengan kasus pencucian uang meski beleid yang mengaturnya ada yaitu Undang-Undang No 8 Tahun 2010 Tentang TPPU. Hanya segelintir dari mereka yang dijerat dengan aturan tersebut.
“Hanya 1, 2, 3 lah orang dihukum karena TPPU, padahal itu (angka) jauh lebih besar dari korupsi,” ucap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini.
Mahfud kemudian mengusulkan, saat ada permintaan ke kementerian untuk diselidiki soal TPPU terhadap pegawainya, maka langsung saja diteruskan ke aparat penegak hukum (APH) seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan, dan Polri.
“Saya berpikir kalau sebulan tidak ada perkembangan, saya ambil saya pindah karena saling ngambil sendiri tidak bisa, begitu masuk satu diolah sendiri tidak jalan tidak boleh pindah ke aparat lain itu salah satu penyebab macet,” jelas dia.
Reporter: Muhammad Genantan Saputrato/Merdeka.com
Advertisement