Liputan6.com, Jakarta - Saham UBS reli luar biasa pada perdagangan Senin sore, 20 Maret 2023 dan membalikkan kerugian tajam setelah “penyelamatan darurat” Credit Suisse dengan merogoh 3 miliar franc Swiss atau sekitar USD 3,2 miliar. Jumlah tersebut setara Rp 49,09 triliun (asumsi kurs Rp 15.341 per dolar AS).
Dikutip dari CNBC, Selasa (21/3/2023), saham UBS ditutup menguat 1,2 persen, pulih dari kerugian lebih 14 persen pada satu titik di sesi tersebut. Sedangkan saham Credit Suisse anjlok lebih dari 55 persen.
Advertisement
Indeks perbankan Eropa naik 1,2 persen pada akhir sesi perdagangan, memulihkan kerugian sebelumnya karena rasa tenang tampaknya kembali ke pasar.
Volatilitas terjadi tak lama setelah UBS setuju membeli Credit Suisse sebagai bagian dari kesepakatan pemotongan harga dalam upaya membendung risiko penularan ke sistem perbankan global. Otoritas dan regulator Swiss membantu fasilitasi kesepakatan tersebut yang diumumkan pada Minggu, 20 Maret 2023 saat Credit Suisse di ujung tanduk.
Ukuran Credit Suisse menjadi perhatian bagi sistem perbankan, begitu juga dengan jejak globalnya mengingat banyak anak perusahaan internasionalnya. Neraca bank berusia 167 tahun itu sekitar dua kali ukuran Lehman Brothers saat runtuh, sekitar 530 miliar franc Swiss pada akhir 2022.
UBS menyebutkan bank gabungan tersebut akan menjadi pemberi pinjaman besar-besaran dengan lebih dari aset USD 5 triliun. Chairman Bank UBS Colm Kelleher menuturkan, akuisisi itu menarik bagi pemegang saham UBS tetapi klarifikasi sejauh menyangkut Credit Suisse, ini adalah penyelamatan darurat.
Penyelamatan Darurat Credit Suisse oleh UBS
"Kami telah menyusun transaksi yang akan mempertahankan nilai yang tersisa dalam bisnis sambil membatasi eksposur penurunan kami. Memperoleh kapabilitas Credit Suisse dalam kekayaan, aset manajemen, dan perbankan universal Swiss akan menambah strategi UBS dalam menumbuhkan modal bisnisnya,” ujar dia.
Sementara itu, ekonom Capital Economics, Neil Shearing menuturkan, pengambilalihan penuh Credit Suisse mungkin merupakan cara terbaik untuk akhiri keraguan tentang kelangsungan hidupnya sebagai sebuah bisnis, tetapi kesulitan akan ada dalam perincian dari perjanjian pembelian UBS.
“Satu masalah adalah harga yang dilaporkan sebesar USD 3,25 miliar (CHF 0,5 per saham) setara dengan -4 persen dari nilai buku dan sekitar 10 persen dari nilai pasar Credit Suisse pada awal tahun,” ujar dia.
Ia menuturkan, hal ini menunjukkan sebagian besar aset Credit Suisse senilai USD 570 miliar mungkin mengalami penurunan nilai atau dianggap berisiko mengalami penurunan nilai. “Hal ini dapat menimbulkan kegelisahan baru tentang kesehatan bank,” kata dia.
Advertisement
Penutupan Wall Street pada 20 Maret 2023
Sebelumnya, bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street menguat pada perdagangan saham Senin, 20 Maret 2023 seiring pelaku pasar berharap krisis di sektor perbankan dapat mereda.
Hal ini setelah UBS caplok Credit Suisse yang didukung oleh Pemerintah Swiss. Dikutip dari CNBC, Selasa (21/3/2023), indeks Dow Jones melonjak 382,60 poin atau 1,2 persen ke posisi 32.244,58. Indeks S&P 500 bertambah 0,89 persen ke posisi 3.951,57. Indeks Nasdaq melonjak 0,39 persen ke posisi 11.675,54.
Sektor saham energi kembali menguat pada awal pekan ini setelah catat performa buruk pekan lalu dengan turun 7 persen. Sektor saham energi menguat 2,2 persen. Kemudian sektor saham bahan baku naik 1,7 persen. Sembilan dari 11 sektor saham bergerak positif.
Saham bank regional menguat pada Senin, 20 Maret 2023 dan pulih dari kerugian besar dalam seminggu terakhir. Wall street mengharapkan lebih banyak tindakan mungkin diperlukan untuk memulihkan kepercayaan pada sistem perbankan setelah regulator Amerika Serikat mendukung simpanan Silicon Valley Bank (SVB) yang tidak diasuransikan dan menawarkan pendanaan baru untuk bank-bank bermasalah.
The SDPR Regional Banking ETF (KRE) naik lebih dari 1 persen setelah anjlok 14 persen pekan lalu. PacWest, First Citizens dan Fifth Third Bancorp termasuk di antara pemenang utama. ETF naik 5 persen pada satu titik selama sesi perdagangan, tetapi melihat beberapa kenaikannya terbalik karena saham First Republic melemah 47 persen.
“Hanya ada masalah mendasar di sini. Orang-orang yang memegang simpanan yang tidak diasuransikan di bank-bank daerah gelisah dan sistem perbankan didasarkan pada kompetensi, dan kepercayaan. Anda tidak akan menaruh tabungan di suatu tempat, jika Anda tidak 100 persen yakin itu akan ada saat Anda membutuhkannya,” ujar dia.
Ketidakstabilan di Sektor Keuangan
Ketidakstabilan di sektor keuangan selama dua minggu terakhir meningkatkan pertaruhan keputusan suku bunga bank sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed) pada Rabu, 22 Maret 2023. Pada Senin, 20 Maret 2023, ada sekitar 73 persen peluang kenaikan 25 basis poin oleh bank sentral AS, menurut alat FedWatch CME Group.
Sekitar 27 persen lainnya berada di kubu tak setuju kenaikan, mengantisipasi ketua the Fed Jerome Powell mungkin melonggarkan kampanye pengetatan agresifnya yang dimulai pada Maret 2022, dalam hadapi penularan keuangan yang muncul.
“Kami masih belum merasakan efek penuh (dari kenaikan suku bunga). Bank-bank regional yang mungkin menyumbang sekitar sepertiga dari semua pinjaman di Amerika Serikat, sekarang harus menarik kembali pinjaman untuk menopang neraca mereka,” ujar Diton.
Diton menambahkan, itu modal jauh lebih ketat untuk seluruh perekonomian. “Itu melakukan pekerjaan the Fed mencoba memperlambat ekonomi. Jadi apakah mereka tidak melakukan apa-apa, atau mereka menaikkan 25 basis poin, saya pikir ada peluang bagus mereka mungkin duduk dan menunggu setelah itu,” ujar Diton.
Sementara itu, ekonom MKM Partners, Michael Darda menuturkan, the Federal Reserve dapat menaikkan suku bunga 25 basis poin ketika menggelar rapat pekan ini. “Meskipun krisis perbankan, tetapi itu akan menjadi kesalahan,” ujar dia.
Ia menuturkan, bahkan jika bank sentral melewatkan kenaikan suku bunga, kondisi moneter kemungkinan akan terus mengetat.
“Kebijakan moneter yang melihat ke belakang akan menempatkan kita ke dalam siklus boom dan bust yang terus menerus, dan kita sedang bergerak ke fase bust sekarang,” ujar Darda.
Namun, ia menuturkan, melihat ke depan akan membutuhkan lompatan keyakinan dan the Fed tidak ingin melakukan itu.
“Itu berpotensi pengetatan drastis dalam kondisi moneter yang bisa jadi merupakan penurunan suku bunga netral karena krisis perbankan semakin buruk,” ujar dia.
Darda menuturkan, S&P 500 bisa turun 15-20 persen. Adapun sektor saham perawatan kesehatan menjadi pilihan Darda.
Advertisement