Wisata Edukasi Wedi Ireng Banyuwangi, Belajar tentang Gunung Purba Sambil Pungut Sampah

Wedi Ireng merupakan destinasi unik di Banyuwangi yang menawarkan paket wisata edukasi yang tak hanya menambah ilmu, tetapi juga berkontribusi pada pengurangan sampah.

oleh Dyah Ayu Pamela diperbarui 24 Mar 2023, 10:13 WIB
Pemandu wisata sedang menerangkan tentang sejarah gunung api purba di wilayah Jawa dalam rangkaian wisata edukasi di Wedi Ireng, Banyuwangi. (Dok: Liputan6.com/dyah)

Liputan6.com, Jakarta - Wisata berkelanjutan menjadi solusi dengan mengajak masyarakat berwisata tapi tak melupakan aspek menjaga lingkungan. Melalui wisata edukasi, Emvitrust sebuah lembaga swadaya yang lahir di Banyuwangi, mengajak masyarakat untuk lebih peduli lagi akan dampak dari sampah.

Setelah tiga tahun merintis pengelolaan sampah di Pulau Merah, yakni destinasi wisata ternama di Banyuwangi, mereka pun bergerak ke proyek wisata berkelanjutan lainnya. Lokasinya kali ini berada di Wedi Ireng.

Nama tempat itu diambil bahasa Jawa yang berarti pantai hitam. Berlokasi di Dusun Pancer Sumberagung, Wedi Ireng merupakan potensi wisata edukasi yang dirintis warga lokal sejak 2010.

Pasir pantai di tempat itu semestinya hitam. Namun, warnanya berubah jadi putih setelah tempat itu terdampak tsunami yang terjadi pada 1930an dan 1994. Pasir di bawah laut terangkat ke daratan saat gelombang tsunami sampai ke Wedi Ireng. 

"Bicara mengenai edukasinya ini menarik, belajar mengenai ilmu kebumian tapi dengan bahasa sederhana, karena kita sepanjang perjalanan akan disuguhkan bebatuan-bebatuan tegak yang indah dan memiliki sejarah panjang pada peristiwa geologi sekitar 30 juta tahun yang lalu," tutur Abdillah Baraas, Manajer Eksternal Emvitrust dan Bidang Sustainability Tourism kepada Liputan6.com, Kamis, 16 Maret 2023. 

Tempat itu bisa diakses dari pelabuhan kecil di Pantai Pancer. Dari sana, wisatawan kembali menaiki perahu kecil sekitar 2 kilometer untuk sampai di Wedi Ireng.

"Di Wedi Ireng selain pasirnya bagus, airnya juga jernih. Ini menyimpan edukasi yang sangat menarik tak terelakkan dan bahkan di sini sering menjadi tempat Kuliah Kerja Lapangan (KKL) dari perguruan tinggi negeri seperti ITB dan outing sekolah belajar di sini kemudian langsung membuktikan di lapangan, kalau di dalam kelas teorinya," papar Abdillah.


Wedi Ireng Bekas Gunung Purba

Pantai Pancer di Banyuwangi, pelabuhan kecil tempat kapal-kapal menuju Wedi Ireng. (Dok: Liputan6.com/dyah)

 

Untuk mengikuti wisata edukasi atau edutrip ke Wedi Ireng, ada batas minimal peserta, yaitu sekitar 4--6 orang. Untuk naik perahu menuju lokasi, biayanya sekitar Rp50 ribu per orang.

Perjalanan ke sana cukup menyenangkan karena wisatawan akan bisa menikmati pemandangan laut sambil diayun ombak. Mereka juga akan mendengarkan penjelasan tentang sejarah gunung api di Indonesia serta kejadian alam hingga membentuk panorama Banyuwangi.

Salah satunya tentang sejarah Pantai Pancer dan Wedi Ireng yang ternyata adalah bekas gunung purba pada jutaan tahun lalu. Hal itu diketahui lewat bentukan lahar yang kemudian mendingin seketika terkena air laut dan kini jadi perbukitan bebatuan.

Wisata edukasi ini mulanya ditujukan untuk para nelayan di sekitar Pantai Pancer yang hendak melaut agar tidak membuang sisa bekalnya saat makan di laut. "Kita mulai memikirkan, agar tempat wisata eksistensi kelestariannya tetap terjaga. Jadi, wisatawan dan warga lokal tidak sekadar having fun foto-foto datang ke tempat ini," sebut Hartono, Community of Outreach dan Educator dari Emvitrust, di kesempatan yang sama. 

 


Mulanya Mengedukasi Pelaut Agar Tak Buang Sampah ke Laut

Sepanjang perjalanan menuju Wedi Ireng, wisatawan diceritakan tentang peristiwa geologi sejarah terbentuknya Wedi Ireng, Gunung Api Purba dan kawasan di pesisir Banyuwangi. (Dok: Liputan6.com/dyah)

Masyarakat lokal lalu diajak untuk ikut program Fishing for Letters (FFL), sebuah program pemberdayaan masyarakat untuk menjaga kelestarian bisa mendapatkan ruang berpartisipasi menjaga kelestarian dan ekonomi sirkular. "Karena memang budayanya, nelayan membawa bekal dan sampahnya dibuang begitu saja di tengah laut, sehingga menurut data tahun 2050, jumlah sampah di laut tidak akan lebih banyak daripada jumlah ikan," papar Ahmad Muzaki, Founder dan Program Development Emvitrust.

Hal itu yang menjadi dasar Emvitrust mengedukasi nelayan. Nelayan dibentuk menjadi beberapa kelompok, lalu memberi edukasi apa akibat dari membuang sampah di laut. Menurut Muzaki, nelayan yang belum teredukasi lalu membuang sampah di lautan bukan karena ketidakpedulian tapi lantaran ketidaktahuan.

Hasil dari edukasi kepada nelayan membuahkan hasil dalam enam bulan. Dari 60 nelayan yang dibagi dalam enam kelompok, mereka sudah berhasil menjaring sekitar 12 ton sampah laut. "Dari mulanya mereka hanya berniat mengamankan sampahnya, sekarang ini para nelayan di daerah Pancer ini sampai membawa jaring. Jaringnya itu buat mengambil sampah untuk dibawa balik," sambung Muzaki.


Keadaan Membaik Setelah Edukasi Sampah Laut

Pemandangan dari depan Wedi Ireng atau pantai hitam di Banyuwangi kala sore. (Dok: Liputan6.com/Dyah)

Dengan tertanganinya sampah yang dimulai dari nelayan setempat, otomatis area tempat nelayan mencari ikan terjaga dan ekonomi ikut terdukung. Setelah nelayan, wisata edukasi di Wedi Ireng ikut diperkenalkan ke wisatawan umum. Mereka membawa jaring untuk mengangkut sampah, sembari menyusuri lautan yang dulunya bekas gunung api purba ini.

Harapannya, jenis wisata ini akan menjadi cara wisatawan untuk bisa berkontribusi terhadap lingkungan. "Saat ini semua masih terlihat indah, tapi ketika wisatawan datang tidak peduli dan buang sampah sembarangan, maka tempat tersebut akan ditinggalkan," tambah Hartono.

Sebelumnya, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi, M.Y. Bramuda saat kegiatan Diseminasi Program Ecoranger Waste to Energy mengatakan sampah selama ini dianggap musuh bagi masyarakat. Padahal menurutnya, sampah bisa menjadi sahabat jika dimanfaatkan didaur ulang dan diolah kembali bahkan bisa menjadi uang.

"Temen-temen NGO menjadi motor penggerak untuk menyadarkan masyarakat tentang sampah," kata M.Y. Bramuda.

Gerakan sosial tentang kepedulian sampah juga saat ini bisa dilakukan lewat media sosial lewat konten-konten edukasi sampah. "Kami men-support penuh untuk edukasi masyarakat di sentra-sentra pantai karena dari 20 oantai yang dikelola tetap bisa jadi sumber sampah," tutupnya.

Infografis Destinasi Wisata Berkelanjutan di Indonesia dan Dunia (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya