Liputan6.com, Jakarta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) disabilitas di Sidoarjo, Jawa Timur LIRA Disability Care (LDC) menilai bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan belum harmonis dengan UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Ketua Umum DPP LDC Abdul Majid mengatakan, RUU Kesehatan ini berpotensi menghambat para difabel untuk mendapatkan pekerjaan dan sekaligus berpotensi merampas hak politik penyandang disabilitas.
Advertisement
Pria yang juga seorang penyandang disabilitas sensorik netra itu menyebutkan, salah satu pasal yang harus direvisi adalah Pasal 135 ayat 1 dan 2 yang berbunyi:
(1) Dalam rangka pengadaan pegawai atau pekerja pada perusahaan/instansi harus dilakukan pemeriksaan kesehatan baik fisik maupun jiwa, dan pemeriksaan psikologi.
(2) Hasil pemeriksaan kesehatan dan pemeriksaan psikologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penetapan kelulusan dalam proses seleksi.
“Pasal ini mempersulit kelompok difabel khususnya disabilitas mental dan intelektual untuk mendapatkan pekerjaan pada sektor formal,” kata Majid kepada Disabilitas Liputan6.com melalui keterangan tertulis, Selasa (21/3/2023).
Mengundang Perdebatan
Alumni beasiswa AS short course program (Democratic Resilience) di Queensland University of Technology Australia itu juga menyampaikan, pasal di atas sering mengundang perdebatan.
Perdebatan yang dimaksud terjadi antar kelompok difabel dan penyelenggara pemilihan umum (Pemilu) dalam proses perekrutan. Bahkan tidak jarang, kelompok difabel dinyatakan tidak lolos seleksi petugas Pemilu karena terbentur dengan aturan tersebut.
Dinilai Diskriminatif
Menurut Majid, masih banyak penyelenggara Pemilu di level tempat pemungutan suara (TPS) dan kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) berpedoman pada surat keterangan sehat.
Surat ini didapat dari rumah sakit atau fasilitas kesehatan sebagai dasar merekrut anggota penyelenggara Pemilu.
Aturan surat ini dinilai diskriminatif, seharusnya penyandang disabilitas cukup melampirkan surat keterangan disabilitas sebagai informasi rinci terkait derajat kondisi disabilitasnya, lanjut Majid.
“Surat keterangan disabilitas tersebut dapat digunakan sebagai pedoman dalam memberikan hak dan penyesuaian khusus bagi penyelenggara Pemilu dari kelompok disabilitas. Jadi, tidak langsung ditolak atau dinyatakan tidak lolos seleksi,” tegas Majid.
Advertisement
Buka Ruang Partisipasi Publik
Majid berpendapat, segenap lapisan masyarakat harus diberikan edukasi yang komprehensif terkait isu pengarusutamaan disabilitas yang berbasis hak asasi manusia atau human right model.
Ketua LDC itu juga menuntut pemerintah agar segera membuka ruang partisipasi publik yang inklusif. Caranya dengan menghapus pasal-pasal diskriminatif dan segera melakukan harmonisasi perundang-undangan dalam pembentukan RUU Kesehatan.
Seperti diketahui, DPR RI telah menyerahkan draft RUU Kesehatan ke pemerintah. Presiden Joko Widodo atau Jokowi pun telah menunjuk Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sebagai koordinator wakil pemerintah untuk membahas RUU ini bersama DPR.
Kritikan Lain
Sebelumnya, kritikan terhadap RUU Kesehatan muncul dari berbagai organisasi profesi tenaga kesehatan dan kelompok disabilitas. Salah satunya Perhimpunan Jiwa Sehat.
mereka mengkritik proses pembentukan dan isi muatan dalam RUU Kesehatan. Koalisi tersebut menilai ruang partisipasi publik sangat singkat, sehingga mereka mendesak pemerintah agar membuka kembali ruang partisipasi publik supaya memahami substansi yang diatur dalam RUU itu.
Koalisi yang beranggotakan organisasi penyandang disabilitas serta organisasi untuk penyakit kronis dan langka itu menyatakan sikap agar pemerintah membuka kembali ruang untuk masyarakat berpartisipasi.
“Bahkan seharusnya Pemerintah mempublikasikan pasal-pasal apa saja yang akan diatur dengan bahasa yang sederhana," demikian salah satu bunyi pernyataan sikap mereka dalam konferensi Pers Koalisi Organisasi Penyandang Disabilitas dan Organisasi Penyakit Kronis dan Langka pada minggu, 19 Maret 2023 yang dirangkum Majid.
Advertisement