Liputan6.com, Jakarta Menko Polhukam Mahfud Md tidak ambil pusing dan mempersilakan kelompok yang menolak pengesahan UU Cipta Kerja untuk bersuara.
"Ya biar saja. Mana di sini ada undang-undang yang tidak ditolak?" kata Mahfud saat di Gedung Sekolah partai DPP PDIP, Jakarta, Selasa (21/3/2023).
Advertisement
Mahfud menilai, penolakan adalah hal yang positif sebagai penanda hidupnya demokrasi. Selama semua hal dilakukan dalam koridor konstitusi. "Itu biasa ada yang menolak. Itu silahkan tolak. Semua ada konstitusinya. Nggak apa-apa. Itu bagus," jelas Mahfud.
Diberitakan sebelumnya, penolakan UU Cipta Kerja diwarnai aksi walk out oleh PKS. Namun rapat paripurna tetap dijalankan dan beleid tetap disahkan.
"Selanjutnya kami akan menanyakan kembali kepada seluruh peserta sidang apakah Rancangan Undang-Undang tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Perppu nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang undang?" tanya Puan.
"Setuju," jawab mayoritas anggota Dewan di Senayan.
Tolak Perppu Cipta Kerja Jadi UU, Buruh Cemas Muncul Upah Murah dan Outsourcing
Buruh mengecam keras dan menolak sikap Badan Legislatif DPR RI yang setuju membawa Perppu Cipta Kerja untuk disahkan menjadi Undang-Undang di dalam Sidang Paripurna. Sikap DPR itu dinilai bertentangan dengan keinginan masyarakat luas, termasuk di dalamnya kelas pekerja.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyebut, ada 9 poin yang disorot oleh kaum buruh terhadap isi Perppu Cipta Kerja. Pertama, terkait dengan upah minimum.
"Perppu kembali kepada upah murah dan tidak lazim. Di situ dikatakan upah minimum kabupaten/kota dapat ditetapkan oleh Gubernur. Kata dapat mengandung arti bisa ditetapkan, bisa juga tidak. Sehingga di sini tidak ada kepastian terhadap UMK," ujarnya, Kamis (16/2/2023).
Menurut dia, indeks tertentu di dalam pasal upah minimum tidak dikenal dalam Konvensi Organisasi Buruh Internasional (ILOm. Yang dikenal adalah, upah minimum kenaikannya didasarkan pada living cost. Kedua, berdasarkan makro ekonomi, dalam hal ini inflansi, dan pertumbuhan ekonomi.
"Hal lain yang ditentang dari upah minimum adalah hilangnya Upah Minimum Sektoral (UMS) dan adanya pasal yang menganulir pasal sebelumnya, yaitu formula kenaikan upah minimum bisa berubah sesuai keadaan ekonomi," ungkap dia.
Kedua, mengenai outsourcing, di mana Iqbal Perppu Cipta Kerja menyebutkan jenis pekerjaan yang diperbolehkan outsourcing akan ditentukan dalam Peraturan Pemerintah. Ia mengklaim pemerintah telah melegalkan perbudakan modern, sekaligus menempatkan negara seperti agen outsourcing.
"Yang boleh menentukan jenis pekerjaan mana yang bisa di-outsourcing dan mana yang tidak boleh adalah pemerintah. Itu artinya, Negara menempatkan dirinya sebagai agen outsourcing. Seharusnya pembatasan outsourcing dilakukan melalui undang-undang," keluhnya.
Advertisement