HEADLINE: Larangan Aplikasi TikTok di 10 Negara Plus Uni Eropa, Tudingan Spionase?

Saat ini ada 10 negara yang melarang penggunaan aplikasi TikTok, termasuk Uni Eropa. Apa alasan mereka menjegal aplikasi video pendek besutan Bytedance tersebut?

oleh IskandarAgustinus Mario Damar diperbarui 23 Mar 2023, 13:31 WIB
Ilustrasi TikTok. Credit: Solen Feyissa/Unsplash

Liputan6.com, Jakarta - Larangan penggunaan TikTok untuk kalangan staf pemerintahan meluas ke berbagai negara. Selain pemerintah Amerika Serikat (AS), saat ini terhitung ada 10 negara yang melarang penggunaan aplikasi video pendek besutan Bytedance tersebut, termasuk Uni Eropa.

Beberapa di antaranya menuding TikTok melakukan spionase. Terkini, Selandia Baru pada Jumat 17 Maret 2023, mengumumkan larangan TikTok pada perangkat dengan akses ke jaringan parlementernya (kalangan pemerintah).

Sejumlah pejabat di Selandia Baru mengatakan bahwa larangan TikTok itu akan mulai berlaku pada akhir Maret 2023. Kepala Eksekutif Layanan Parlemen Selandia Baru, Rafael Gonzalez-Montero, mengatakan keputusan itu dibuat setelah berdiskusi dengan pakar keamanan siber dan beberapa negara lain.

"Berdasarkan informasi yang kami dapat, TikTok dinilai berisiko sehingga tidak dapat diterima di lingkungan Parlemen Selandia Baru saat ini," kata Rafael kepada Reuters, dikutip Rabu (22/3/2023).

Dalam beberapa tahun terakhir, TikTok, telah menghadapi serangkaian penjegalan, di mana sejumlah lembaga pemerintah dan pakar keamanan siber menuduh aplikasi berbagi data pengguna--seperti riwayat penelusuran, lokasi, dan pengenal biometrik--ke pemerintah China.

Namun, perusahaan telah membantah tuduhan tersebut dan menegaskan bahwa aplikasi dijalankan secara independen atau tidak ada kaitannya dengan pemerintah China.

Pihak aplikasi TikTok juga menyatakan sangat kecewa karena pelarangan tersebut dilakukan tanpa deliberasi atau bukti.

Menurut juru bicara TikTok Indonesia, larangan itu didasarkan pada misinformasi mendasar mengenai perusahaan mereka. Di sisi lain, perusahaan juga menghargai sejumlah pemerintah negara yang tidak melakukan pelarangan.

"Kami menghargai beberapa pemerintah (negara) dengan bijak memilih untuk tidak menerapkan larangan karena kurangnya bukti yang mendukung kebutuhan untuk memberlakukan larangan tersebut," tutur juru bicara TikTok Indonesia yang enggan disebutkan namanya saat dihubungi Tekno Liputan6.com, Selasa (21/3/2023).

Infografis Larangan Aplikasi TikTok di 10 Negara Plus Uni Eropa. (Liputan6.com/Trieyasni)

Lebih lanjut, juru bicara perusahaan asal China itu juga mengaku terkejut karena pemerintah negara yang memberlakukan larangan itu tidak menghubungi mereka secara langsung, termasuk memberikan penjelasan apa pun.

Terkait larangan di AS sendiri, menurut TikTok, hal itu disahkan tanpa pertimbangan apa pun. Dan sayangnya, pendekatan itu telah berfungsi sebagai cetak biru bagi pemerintah negara lainnya.

"Larangan ini tidak lebih dari langkah politik," klaim sang juru bicara melanjutkan. Perusahaan juga memastikan pemerintah Tiongkok tidak memiliki kendali langsung maupun tidak langsung atas ByteDance atau TikTok.

ByteDance merupakan perusahaan swasta global dengan sekitar 60 persen kepemilikan dimiliki oleh investor global. 20 persen dimiliki oleh pendiri perusahaan (founder) dan 20 persen dimiliki oleh karyawan.

Perusahaan pun menjamin, privasi dan keamanan pengguna merupakan salah satu prioritas utama, termasuk pengguna di Indonesia.

"TikTok mengambil tanggung jawab untuk menjaga privasi dan keamanan data pengguna dengan serius dan mencurahkan banyak perhatian dan sumber daya untuk mencapai tujuan ini," tuturnya menutup perbincangan.


10 Negara yang Melarang TikTok, Termasuk Uni Eropa

Ilustrasi Pengguna TikTok.(unsplash/Olivier Bergeron)

Serangkaian larangan terbaru oleh banyak negara terjadi hanya beberapa bulan setelah Biro Investigasi Federal (Federal Bureau of Investigation/FBI) pada Desember 2022, mengungkap kekhawatiran keamanan nasional tentang TikTok.

Direktur FBI, Chris Wray, pada saat itu mengklaim bahwa China memiliki kemampuan untuk mengontrol algoritme rekomendasi TikTok, yang memungkinkan mereka memanipulasi konten, dan jika mereka mau bisa menggunakannya untuk operasi tertentu.

Berikut adalah 10 negara, termasuk Uni Eropa yang melarang TikTok untuk kalangan pemerintah maupun masyarakat umum, sebagaimana dilansir Indian Express:

  1. Selandia Baru

    Pada Jumat, 17 Maret 2023, Selandia Baru mengumumkan larangan penggunaan TikTok pada perangkat pemerintah. Sejumlah pejabat mengatakan bahwa larangan itu akan mulai berlaku pada akhir Maret 2023.

  2. Inggris Raya

    Pada Kamis, 16 Maret 2023, pejabat Inggris mengumumkan larangan penggunaan TikTok di perangkat seluler pemerintah. Menteri Kantor Kabinet, Oliver Dowden, mengatakan setelah tinjauan oleh pakar keamanan siber Inggris, "Jelas bahwa mungkin ada risiko seputar seberapa sensitif data pemerintah diakses dan digunakan oleh platform tertentu."

  3. Belgia

    Perdana Menteri Belgia, Alexander De Croo, pada 10 Maret 2023 mengeluarkan perintah untuk melarang TikTok di smartphone pemerintah karena kekhawatiran tentang keamanan dunia maya, privasi, dan informasi yang salah. "Kami berada dalam konteks geopolitik baru di mana pengaruh dan pengawasan antar negara telah bergeser ke dunia digital," katanya. "Kita tidak boleh naif: TikTok adalah perusahaan China yang saat ini wajib bekerja sama dengan dinas intelijen. Ini adalah kenyataannya. Melarang penggunaannya pada perangkat layanan federal adalah hal yang masuk akal," lanjut De Croo menegaskan.

  4. Denmark

    Denmark mendeklarasikan larangan penggunaan TikTok pada 6 Maret 2023. Putusan ini diumumkan setelah Kementerian Pertahanan mengatakan bahwa Pusat Keamanan Sibernya--yang merupakan bagian dari dinas intelijen luar negeri negara itu--menilai ada risiko spionase.

  5. Amerika Serikat

    Pada awal Maret 2023, pemerintahan Joe Biden memberi tahu lembaga pemerintah bahwa mereka memiliki waktu 30 hari untuk menghapus aplikasi dari perangkat dan sistem federal. Selain itu, juga mengancam akan melarang TikTok di seluruh negeri jika pemilik Bytedance tidak melepaskan saham mereka ke perusahaan AS (dalam hal ini Microsoft). Demikian menurut laporan The Guardian.

  6. Kanada

    Segera setelah pengumuman pemerintah AS, Kanada juga mengeluarkan perintah yang melarang penggunaan TikTok di perangkat terkait pemerintah. Negara tersebut mengatakan aplikasi itu memiliki risiko yang 'tidak dapat diterima' terhadap privasi dan keamanan.

  7. India

    Negeri Bollywood ini merupakan salah satu negara yang pertama melarang TikTok dan aplikasi China lainnya pada 2020, setelah 20 tentara India tewas dalam konfrontasi dengan pasukan China di sepanjang perbatasan Himalaya yang disengketakan. Dalam sebuah pernyataan, aplikasi itu diklaim merugikan kedaulatan dan integritas, pertahanan India, serta keamanan negara dan ketertiban umum.

  8. Taiwan

    Pada Desember 2022, Taiwan tidak hanya melarang TikTok dari perangkat terkait pemerintahnya, tetapi juga membuka penyelidikan terhadap perusahaan media sosial tersebut karena dicurigai mengoperasikan anak perusahaan secara ilegal.

  9. Pakistan

    Pihak berwenang Pakistan untuk sementara melarang aplikasi tersebut di seluruh negara beberapa kali sejak tahun 2020, dengan mengatakan bahwa kontennya "tidak bermoral" dan "cabul".

  10. Afganistan

    Pada April 2022, dispensasi Taliban di Afganistan memerintahkan pelarangan aplikasi TikTok dan game online PUBG, mengklaim bahwa mereka menyesatkan pemuda Afganistan.

Uni Eropa (UE): Ketiga lembaga utama UE, termasuk Parlemen Eropa, Komisi Eropa, dan Dewan UE, telah melarang anggota stafnya mengunduh TikTok di ponsel resmi mereka. Pada 28 Februari 2023, ketika Parlemen Eropa memberlakukan larangan tersebut, Parlemen juga 'sangat menyarankan' agar anggota dan stafnya menghapus aplikasi tersebut dari perangkat pribadi mereka.

Infografis Klarifikasi dan Upaya Pemilik TikTok Yakinkan Pemerintah AS. (Liputan6.com/Trieyasni)

Apa Alasan Mereka Melarang TikTok?

Ilustrasi TikTok. (dok. Unsplash.com/@franckinjapan)

Lantas, apa alasan AS dan sejumlah negara di atas menjegal TikTok? Pengamat keamanan siber Pratama Persadha menuturkan, langkah AS dan sejumlah negara sekutu terhadap TikTok dilakukan atas dasar aplikasi itu dianggap sebagai alat OSINT (Open Source Intelligence) bagi pemerintah Tiongkok.

Ia menuturkan, beberapa hal yang sudah diakukan AS kini juga diikuti beberapa negara sekutu lainnya. Sebagai contoh, AS telah melarang penggunaan TikTok di kalangan militer dan pejabat pemerintah, beberapa negara sekutu seperti Australia dan India juga melakukan hal serupa.

"Selain itu, AS telah memulai investigasi terhadap TikTok terkait masalah privasi dan keamanan data pengguna. Pemerintah AS juga meminta TikTok untuk menjelaskan cara mereka mengumpulkan dan menggunakan data pengguna," tutur Pratama kepada Tekno Liputan6.com.

Bahkan, beberapa perusahaan AS termasuk Microsoft telah menawarkan untuk mengakuisisi TikTok untuk menghindari masalah keamanan dan privasi karena dianggap kepemilikan perusahaan tersebut terkait oleh pemerintah Tiongkok.

Menurut Pratama, secara umum dalam menghadapi TikTok, AS dan negara sekutu memang menunjukkan kekhawatiran serius terhadap penggunaan aplikasi media sosial sebagai alat OSINT oleh pemerintah Tiongkok.

Ia menuturkan, tindakan yang diambil itu mencerminkan kekhawatiran atas keamanan dan privasi data pengguna, serta perlunya mempertahankan kontrol atas data tersebut. Namun, tindakan itu juga memunculkan polemik terkait kebebasan berekspresi dan pengaruh politik dalam bisnis global.

Terlebih, menurut Pratama, popularitas TikTok saat ini memang terus menanjak. Pengguna aktifnya bahkan dilaporkan telah melewati Instagram milik grup Meta Facebook.

Kendati demikian, ia merasa tidak semua negara akan mengikuti AS dengan melarang dan membatasi TikTok. Terkait klaim sebagai alat operasi intelijen sendiri, ia menekankan, hal ini sebenarnya bisa diklaim oleh dua pihak.

"Soal klaim digunakan sebagai operasi intelijen dalam hal perang big data, jelas ini bisa diklaim oleh kedua pihak. AS mengklaim Tiktok sebagai alat spionase, begitu juga Tiongkok menuduh raksasa teknologi asal AS seperti Google dan FB sebagai alat spionase," ujarnya menjelaskan.

Dalam hal ini, posisi Indonesia sendiri juga jelas, yakni mengamankan data pribai dan dan data penting lain dari eksploitasi asing. Karenanya, tinggal menunggu pelaksanaan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) untuk membatasi eksploitasi data warga Indonesia dari raksasa teknologi negara mana pun.


Apakah TikTok Benar-Benar Mengancam Keamanan Negara?

Ilustrasi promosi produk di platform TikTok. (Sumber foto: Pexels.com).

Diwartakan CNN Internasional, TikTok memiliki risiko keamanan nasional apabila pemerintah China memiliki pengaruh atas TikTok atau perusahaan induknya (Bytedance).

Untuk diketahui, China memiliki undang-undang keamanan nasional yang mewajibkan perusahaan di bawah yurisdiksinya untuk bekerja sama dalam berbagai aktivitas keamanan.

Masalah utamanya adalah publik memiliki keterbatasan untuk memverifikasi apakah pengaruh itu telah dilakukan perusahaan atau tidak. TikTok memang tidak beroperasi di China, tetapi ByteDance dirumorkan melakukannya (bekerja sama dengan pemerintah China).

Sejumlah peneliti privasi dan keamanan yang mengetahui isu terkait TikTok menganggap aplikasi ini tidak jauh berbeda dengan jejaring sosial lain dalam hal data yang dikumpulkannya atau cara komunikasinya dengan server perusahaan.

Akan tetapi, bukan berarti aplikasi TikTok pada dasarnya berbahaya atau semacam spyware (software jahat alias malware yang dipasang tanpa izin dalam aplikasi, bertujuan untuk mengumpulkan data).

Itulah mengapa kekhawatiran AS berfokus pada hubungan TikTok dan ByteDance dengan pemerintah China, dan mengapa pemerintahan Joe Biden mendorong Bytedance untuk menjual saham mereka ke Microsoft.

Akhir tahun lalu, Presiden Joe Biden menandatangani undang-undang yang melarang TikTok di perangkat pemerintah federal, dan lebih dari separuh negara bagian AS telah memberlakukan mandat serupa di tingkat negara bagian.

Seorang juru bicara TikTok sebelumnya mengecam larangan ini dan menilai bahwa putusan itu merupakan 'sandiwara politik'.

“Larangan TikTok pada perangkat federal disahkan pada bulan Desember tanpa pertimbangan apa pun, dan sayangnya pendekatan itu telah menjadi cetak biru bagi pemerintah negara lainnya,” ucap juru bicara tersebut.

Infografis AS Desak Pemilik TikTok Lepas Saham dan Ancam Larangan Total. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya