Tulang Manusia dan Hewan Ditemukan di Situs Pemujaan Prasejarah, Diduga Milik Anggota Kultus Arab Saudi

Sisa-sisa tulang hewan dan manusia ditemukan dalam sebuah mustatil, sebuah monumen gurun kuno yang diyakini telah digunakan untuk praktik ritual di Arab Saudi.

oleh Chesa Andini Saputra diperbarui 22 Mar 2023, 19:10 WIB
Lebih dari 1.600 mustatil telah didokumentasikan di Arab, dan usianya sekitar 7.000 tahun. (Sumber: Foto AAKSA dan Royal Commission for AlUla, milik Antiquity)

Liputan6.com, Al Ula - Seorang arkeolog di Arab Saudi menemukan sisa-sisa tulang manusia terkubur bersama dengan ratusan tulang hewan yang tersebar di dalam monumen gurun berusia 7.000 tahun.

Monumen gurun ini, yang juga disebut sebagai mustatil, adalah sebuah situs ritual yang digunakan oleh kultus prasejarah. Berdasarkan kata Arab, nama mustatil mempunyai arti persegi panjang.

Dikutip dari laman Live Science, Selasa (21/3/2023) reruntuhan itu adalah salah satu dari lebih dari 1.600 mustatil yang ditemukan di Arab Saudi sejak tahun 1970-an. Namun sebagian besar mustatil yang ditemukan sudah terendam di bawah pasir, karena struktur ini dibangun ketika Gurun Arab masih sebuah padang rumput subur dengan gajah berkeliaran dan kuda nil mandi di danau.

Walaupun banyak mustatil sudah ditemukan, alasan keberadaannya dan cerita dibaliknya belum terlalu jelas terungkap.

Sekarang adanya penggalian mustatil baru, peneliti telah menerbitkan sebuah studi pada 15 Maret di jurnal PLOS One, mengungkapkan lebih banyak rincian tentang struktur mistis dan pemuja mereka yang hilang waktu.

Pembangun mustatil ini adalah anggota sekte yang tidak dikenal.

Diperkirakan oleh para peniliti, tulang-tulang sisaain ini adalah hasil dari ternak yang dikorbankan anggota kultus kepada dewa yang tidak dikenal, karena perubahan iklim yang perlahan mengubah tanah menjadi gurun. Kemungkinan besar anggota kultus ini berkumpul untuk melindunginya.

Sisa tulang manusia yang ditemukan dalam mustatil tersebut berasal dari seorang laki-laki dewasa dan diperkirakan berusia 30-an. 

"Hampir tidak ada yang ditulis tentang mustatil dan kepercayaan yang mengelilinginya," kata penulis utama studi Melissa Kennedy, seorang arkeolog di University of Western Australia, kepada Live Science. “Hanya 10 mustatil yang berhasil digali, dan penelitian ini termasuk yang pertama dipublikasikan. Jadi kita masih belum banyak tahu tentang tradisi ini.”


Struktur Mustatil

Gambar beranotasi dari mustatil yang digali oleh para peneliti. (Sumber: Kennedy et al., 2023, PLOS ONE)

Penampilan mustatil mempunyai banyak variasi, tetapi biasanya berbentuk persegi panjang dan terbuat dari dinding batu rendah setinggi 1,2 meter. 

Aktivitas penggalian mustatil telah mengungkap struktur kompleks yang dimiliki beberapa reruntuhannya, termasuk dinding interior dan pilar yang mengarah ke ruang tengah, yang mungkin dibangun untuk ruang pesta dan ritual pengorbanan, kata Melissa.

Para penyembah dapat memasuki mustatil dari pintu masuk terletek di satu ujung dan berjalan sejauh 20 hingga 600 meter ke ujung lainnya, yang disebut kepala.

Dalam bagian kepala mustatil itu, terdapat sebuah ruangan yang menampung beytl (batu suci, terkadang berasal dari meteorit) yang digunakan anggota kultus untuk berkomunikasi dengan dewa mereka.


Analisis Sisa Tulang yang Ditemukan

Melissa Kennedy and Hugh Thomas, arkeolog Australia di Al ula. (Sumber: experiencealula.com)

Mustatil yang digali oleh para peneliti, terletak 55 kilometer timur kota kuno Al Ula, panjangnya 140 meter dan dibangun dari batu pasir lokal.

Beytl-nya adalah sebuah batu tegak besar, dan para peneliti menemukan 260 pecahan tengkorak dan tanduk binatang di sekelilingnya.

Potongan tulang tersebut sebagian besar berasal dari sapi peliharaan, tetapi para peneliti juga mengatakan adanya fragmen milik kambing peliharaan, kijang, dan ruminansia kecil.

"Mereka kemungkinan besar membawa hewan, berpotensi menyembelih mereka di tempat, mempersembahkan tanduk dan bagian atas tengkorak kepada dewa, dan sisa jenazahnya kemungkinan besar untuk berpesta," kata Melissa.

"Kami tidak dapat memastikan apakah penyembelihan terjadi di tempat atau tidak, karena kami belum menemukan sisa-sisa hewannya. Namun, menurut kami kemungkinan besar penyembelihan terjadi di tempat, karena tanduk yang ditemukan, lebih tepatnya keratin (yang terdegradasi dengan sangat cepat) berada dalam kondisi yang sangat baik. Ini menunjukkan bahwa mungkin hanya ada waktu singkat sebelum tanduk dicabut dan dipersembahkan dalam mustatil."

Sementara, tepat di sebelah utara kepala mustatil, para peneliti menemukan sebuah cist, sejenis ruang pemakaman yang dibangun sepanjang zaman Neolitik dan Perunggu di seluruh Eropa dan Timur Tengah.

Analisis tulang-tulang yang sudah terkubur milik pria itu mengungkapkan bahwa dia berusia 30-an atau awal 40-an ketika dia meninggal dan kemungkinan menderita osteoarthritis, penyakit sendi degeneratif yang merupakan bentuk artritis paling umum.

Penanggalan radiokarbon dari tulang manusia dan hewan menunjukkan bahwa pria itu dikubur 400 tahun setelah hewan disembelih, sebuah tanda bahwa mustatil adalah tempat ziarah berulang kali.

"Kami menemukan semakin banyak bukti bahwa manusia dimakamkan di mustatil," kata Melissa. “Namun, penguburan ini selalu belakangan; mereka tidak berasal dari periode waktu yang sama dengan persembahan hewan. Kami berhipotesis bahwa situs mustatil mempertahankan kepentingannya bahkan setelah penggunaannya berhenti dan bahwa generasi selanjutnya akan menguburkan jenazah mereka di tempat-tempat ini sebagai cara menegaskan kepemilikan atas struktur ini, pada dasarnya mengklaim hubungan dengan masa lalu."


Tujuan Upacara Mustatil

Mustatil di Gurun Nefud, Arabia utara (Sumber: Huw Groucutt)

Tujuan dari upacara mustatil masih menjadi teka-teki. Namun karena struktur ini dibangun selama Periode Kelembaban Holocene, para peneliti berpikir mungkin bahwa ada hubungan antara ritual yang dipraktikkan di dalam bangunan ini dengan keinginan komunal untuk memberkati tanah mereka yang mengering dengan hujan.

Periode Kelembaban Holocene berlangsung antara 7000 SM. dan 6000 SM., fase ini membuat Arab dan Afrika Utara jauh lebih basah tetapi masih rentan terhadap kekeringan dan penggurunan yang lambat.

Mereka sekarang menguji hipotesis ini dengan memetakan secara geografis penempatan mustatil yang dekat dengan tanah penggembalaan prasejarah, seperti sungai dan danau.

Dengan penelitian yang masih berlangsung, diharapkan dapat mengungkap hubungan antara praktik keagamaan kuno dan krisis iklim purba di kawasan saat itu.

Kebiasaan Saat Puasa Ramadan di Indonesia (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya