Liputan6.com, Jakarta Para ulama menjelaskan bahwa di antara perkara yang membatalkan puasa adalah masuknya benda ke dalam anggota tubuh bagian dalam melalui rongga terbuka.
Rongga terbuka yang dimaksud meliputi mulut, lubang kemaluan, lubang anus, lubang hidung dan lubang telinga.
Lalu batalkah puasa Ramadan kita apabila memasukan cairan ke dalam telinga seperti obat tetes telinga?
Baca Juga
Advertisement
Menurut Ustadz Abdul Somad (UAS) yang dilansir kanal YouTube Ustadz Abdul Somad Official, bahwa penggunaan obat tetes telinga di saat berpuasa adalah sah.
Menurutnya, hal ini tertuang pada fatwa kontemporer Syekh Yusuf al-Qaradhawi yang menjelaskan tentang hukum memasukan sesuatu kedalam rongga di saat berpuasa.
Sesuatu yang dimasukkan kedalam rongga dapat membatalkan puasa. Sedangkan mata, telinga, hidung, termasuk kedalam rongga.
Hal inilah yang menurut UAS memicu keraguan akan sah atau tidaknya puasa.
"Maka yang dimaksud dengan rongga disitu adalah Al Maidah (hidangan/makanan) masuk kedalam tenggorokan dan lambung," ucapnya.
Sementara itu, dilansir dari NU Online, memasukkan obat tetes ke dalam telinga dapat membatalkan puasa. Batalnya puasa apabila cairan tersebut sampai ke bagian dalam telinga.
Syekh Khathib al-Syarbini mengatakan:
Berbeda dengan penggunaan obat tetes mata, obat tetes telinga dapat membatalkan puasa apabila sampai ke bagian dalam telinga. Syekh Khathib asy-Syarbini dalam al-Iqna mengatakan:
وَالتَّقْطِيرُ فِي بَاطِنِ الْأُذُنِ مُفْطِرٌ
“Dan meneteskan (cairan) ke rongga dalam telinga membatalkan (puasa),” (Syekh Khathib al-Syarbini, al-Iqna’ Hamisy Tuhfah al-Habib, juz 2, hal. 379).
Namun, jika terasa nyeri yang teramat sangat, dan tidak bisa diredakan atau hanya bisa diringankan dengan obat tetes telinga, maka penggunaannya tidak membatalkan puasa.
Hal ini juga sesuai dengan prinsip kaidah fiqih “al-dlarurat tubihu al-mahdhurat” atau kondisi darurat membolehkan hal-hal yang semula diharamkan.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Hukum
Hal ini juga sesuai dengan prinsip kaidah fiqih “al-dlarurat tubihu al-mahdhurat” atau kondisi darurat membolehkan hal-hal yang semula diharamkan.
Hukumnya tertuang dalam fatwa Syekh Habib Abdurrahman bin Muhammad Ba'alawi, sebagai berikut:
ـ (فَائِدَةٌ) اُبْتُلِيَ بِوَجَعٍ فِيْ أُذُنِهِ لاَ يُحْتَمَلُ مَعَهُ السُّكُوْنُ إِلاَّ بِوَضْعِ دَوَاءٍ يُسْتَعْمَلُ فِيْ دُهْنٍ أَوْ قُطْنٍ وَتَحَقَّقَ التَّخْفِيْفُ أَوْ زَوَالُ اْلأَلَمِ بِهِ بِأَنْ عَرَفَ مِنْ نَفْسِهِ أَوْ أَخْبَرَهُ طَبِيْبٌ جَازَ ذَلِكَ وَصَحَّ صَوْمُهُ لِلضَّرُوْرَةِ اهـ فتاوي باحويرث
"Bila seseorang dicoba dengan rasa sakit di telinganya, ia tidak bisa tenang kecuali dengan meletakan obat di dalam minyak atau kapas (ke dalam telinga) dan nyata-nyata dapat meringankan atau menghilangkan rasa sakit dengan obat tersebut, berdasarkan pengetahuan pribadi atau informasi dokter, maka hal demikian boleh dan sah puasanya, karena darurat," (Syekh Habib Abdurrahman bin Muhammad Ba’alawi, Bughyah al-Mustarsyidin, hal. 182).
Walhasil, memakai obat tetes telinga saat puasa dapat membatalkan puasa. Kecuali dalam keadaan darurat untuk menghilangkan rasa nyeri atau meminimalisasi berdasarkan petunjuk dokter atau pengetahuan pribadi.
Advertisement