3 Alasan Organisasi Desainer dan Industri Fesyen Dukung Larangan Pakaian Bekas Impor Ilegal

Indonesian Fashion Chamber menegaskan setidaknya ada tiga dampak pakaian bekas ilegal yang diimpor terhadap industri fesyen lokal.

oleh Henry diperbarui 21 Mar 2023, 20:15 WIB
Para calon pembeli memilih pakaian impor bekas di Pasar Senen, Jakarta, Kamis (9/3/2023). Larangan impor baju bekas tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.18/2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Organisasi desainer dan pelaku industry fesyen lokal, Indonesian Fashion Chamber (IFC) mendukung penuh kebijakan pelarangan penjualan pakaian bekas impor atau thrifting yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), Teten Masduki.

Dukungan ini diberikan, karena tren thrifting kini sudah mulai menjamur di Indonesia bahkan meresakan dan berisiko mematikan brand fesyen dalam negeri karya desainer tanah air.  IFC secara resmi menyatakan sikap penolakan terhadap thrifting pakaian bekas impor ilegal.

Dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Selasa (21/3/2023), Ali Charisma, selaku National Chairman IFC menegaskan bahwa industri fesyen Indonesia benar-benar harus memperhatikan dampak dari pakaian bekas ilegal yang diimpor.

Pertama, dampak ekonomi dari impor pakaian bekas ilegal bisa mengancam keberlanjutan sektor industri tekstil dan fesyen terutama UMKM di Indonesia. membanjirnya impor pakaian bekas dapat menurunkan angka penjualan pakaian produksi lokal karena harga kalah bersaing. Merosotnya permintaan produk lokal berdampak pada penurunan produksi produk lokal, termasuk pengurangan tenaga kerja di dalamnya.

Ali Charisma mencontohkan Kenya, salah satu negara yang telah mengalaminya. "Pakaian bekas impor ilegal yang masuk secara masif ke Kenya mengakibatkan penurunan jumlah tenaga kerja pada industri tekstilnya. Beberapa dekade lalu, industri tekstil di Kenya mempekerjakan lebih dari 500.000 orang, saat ini jumlahnya kurang dari 20.000 orang," terang Ali.

Kedua, impor pakaian bekas ilegal berdampak buruk terhadap lingkungan. Pakaian bekas impor umumnya berasal dari negara maju yang didominasi oleh industri fast fashion. Pergantian tren fesyen yang cepat membuat pakaian sering dibuang setelah hanya beberapa kali dipakai. Limbah fesyen inilah yang kemudian diimpor secara ilegal oleh negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.


Memperburuk Siklus Konsumsi Produk Fesyen

National Chairman Indonesia Fashion Chamber Ali Charisma dalam jumpa pers virtual Muffest 2021. (Liputan6.com/Dinny Mutiah)

"Di Chili, ada sekitar 59 ribu ton sampah tekstil didatangkan dari berbagai penjuru dunia ke negara tersebut yang akhirnya menumpuk menjadi gunung di Atacama. Dengan mengimpor pakaian bekas secara ilegal ke Indonesia, bukan hanya memperburuk siklus konsumsi produk fesyen, tapi juga menambah masalah limbah di negeri ini," tutur Ali.

Dampak ketiga adalah soal identitas budaya. Fesyen juga termasuk aspek kunci dari ekspresi budaya. Ketika pakaian impor murah membanjiri pasar, dikhawatirkan dapat memengaruhi identitas budaya Indonesia dan merusak keunikan produk fesyen Indonesia.

Menurut Ali Charisma, hal ini dapat merugikan industri fesyen dalam jangka panjang karena dapat semakin mempersulit desainer Indonesia untuk membangun identitas merek yang unik. "Dengan pertimbangan berbagai dampak buruk tersebut, maka dapat dipahami terbitnya regulasi pemerintah Indonesia yang melarang impor pakaian bekas ilegal," jelas Ali.

Praktik impor pakaian bekas sebenarnya telah lama dilarang oleh pemerintah sejak 2015 melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51 Tahun 2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas.


Pengawasan Impor Pakaian Bekas Lemah

Warga memilih pakaian bekas (Thrifting) di pasar Proyek Senen, Jakarta, Selasa (12/10/2021). Thrifting atau membeli barang bekas layak pakai guna menghemat pengeluaran. (merdeka.com/Imam Buhori)

Pelarangan kembali dipertegas melalui Permendag No 40/2022 tentang Perubahan Permendag No 18/2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor. Serta larangan untuk pakaian bekas dan barang bekas lainnya sesuai HS 6309.00.00. Ketika ada pakaian bekas impor yang dijual di Indonesia, dipastikan masuk secara ilegal dan hasil dari selundupan. 

Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira menuturkan, pengawasan lemah dari pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Bea Cukai turut memicu pakaian bekas impor ini masih ramai.

"Memang ada lewat pelabuhan resmi, jalur lewat pelabuhan-pelabuhan ilegal terutama di Batam, di beberapa tempat ilegal luput dari pengawasan Bea Cukai," ungkap Bhima, dikutip dari kanal Bisnis Liputan6.com, Selasa (21/3/2023).

Selain itu, penjualan pakaian bekas impor ini makin ramai melalui marketplace, media sosial. Bhima menilai, penjualan pakaian bekas impor ini padahal seharusnya dapat ditelusuri oleh pemerintah dan kepolisian. Namun, menurut Bhima, ada pembiaran meski sudah dilarang sejak 2015.


Memutus Rantai Pakaian Bekas impor

Polisi melakukan penggerebekan terhadap sejumlah toko diduga terkait importasi pakaian bekas ilegal, di tiga lokasi. Salah satunya di Pasar Senen Blok III, Jakarta Pusat. (Merdeka.com/Nur Habibie)

Mengenai polemik pakaian bekas impor ini kembali ramai pada 2023, Bhima berpendapat industri tekstil domestik menghadapi pemutusan hubungan kerja (PHK) massal karena kehilangan ekspor dari Amerika Serikat dan Eropa sehingga dicari kambing hitam, yaitu pakaian bekas impor. Padahal menurut Bhima, tantangan utama industri tekstil domestik yaitu impor pakaian dari China.

"Dari data BPS dalam setahun impor Rp 4,2 miliar. Tantangan yang benar-benar jadi pesaing pakaian jadi impor pakaian jadi dari China senilai Rp6,2 triliun setahun. Jadi yang disasar justru pakaian bekas impor," terang Bhima.

Untuk memutus rantai pakaian bekas impor ini, menurut Bhima, pemerintah mesti memperketat pengawasan di pelabuhan. "Pengawasan di pelabuhan diperketat,” ujar dia.

Selain itu, pedagang kecil, dalam hal ini yang menjalankan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) pakaian bekas impor, menurut Bhima, pedagang tersebut diberikan kompensasi. "Karena pengawasan lemah, pedagang kecil di pedesaan (jual pakaian bekas impor-red) diberikan kompensasi," ujar Bhima.

Ia menambahkan, importir yang impor pakaian bekas impor yang sudah dilarang sejak 2015 seharusnya mendapatkan sanksi yakni pencabutan izin impor dan membayar denda. Mereka juga wajib dilarang menjual pakaian bekas impor di marketplace dan media sosial.

 

Infografis Fakta-Fakta Menarik tentang Fashion. (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya