Liputan6.com, Jakarta - Umat Islam dianjurkan untuk meningkatkan ibadahnya pada bulan Ramadhan. Salah satunya yakni sholat tarawih yang hukumnya sunnah muakad atau sunah yang utama.
Terkait ibadah puasa, umat Islam memiliki kesatuan pendapat mengenai kaifiyah caranya. Yakni menahan berbagai hal yang membatalkan puasa dari terbit hingga tenggelamnya fajar.
Advertisement
Hal yang membatalkan tersebut antara lain makan-minum, hubungan suami-istri di siang hari, muntah disengaja, keluar mani disengaja, haid, nifas, serta keluar dari Islam (murtad).
Berbeda dengan ibadah puasa, dalam ibadah sholat tarawih ada berbagai perbedaan cara (kaifiyah) di antara berbagai golongan umat Islam yang ada.
Misalnya, NU yang identik dengan 20 rakaat dan 3 witir, serta Muhammadiyah yang identik dengan tarawih 8 rakaat dan 3 witir.
Berikut ini adalah pelaksanaan ibadah tarawih menurut Muhammadiyah.
Saksikan Video Pilihan Ini:
2 Cara Tarawih Muhammadiyah
Mengutip muhammadiyah.or.id, Wakil Ketua Lembaga Dakwah Khusus Pimpinan Pusat Muhammadiyah Agus Tri Sundani menjelaskan bahwa pada prinsipnya sholat tarawih sama halnya dengan salat malam sehingga umat Islam wajib berlapang dada dengan perbedaan cara yang ada.
Imam mazhab seperti Imam Syafi’i, Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin Hambal misalnya melakukan salat tarawih dengan 20 rakaat dengan satu witir. Sementara itu Imam Malik melakukan 36 rakaat dengan ditutup salat witir.
Menurut Agus, beberapa ulama atsar dan sahabat Nabi bahkan ada yang tidak membatasi jumlah rakaat salat tarawih.
“Salat tarawih itu kan disebut sebagai salat lail (salat malam), atau kalau bangun tidur disebut sebagai salat tahajud, kalau dilaksanakan di bulan Ramadhan disebut dengan tarawih karena ada jeda istirahatnya,” terang Agus.
Muhammadiyah sendiri menurut Agus memilih mengikuti tata cara yang dilakukan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam yakni salat tarawih 8 rakaat dengan dua macam pilihan caranya.
Advertisement
Tarawih 4-4-3
Pilihan pertama, Muhammadiyah menggunakan formasi 4-4-3 berdasarkan hadis riwayat Bukhari dan Muslim dari Ibunda ‘Aisyah radhiallahu ‘anha yang berbunyi,
“Nabi Shalallahu ‘alaihi wasalam tidak pernah melakukan salat sunah pada Ramadan dan bulan lainnya lebih dari sebelas rakaat. Beliau salat empat rakaat dan jangan engkau tanya bagaimana bagus dan indahnya. Kemudian, beliau salat lagi empat rakaat, dan jangan engkau tanya bagaimana indah dan panjangnya. Kemudian beliau salat lagi tiga rakaat (witir).”
“Rakaat pertama witir baca Surat Al-A’la, rakaat kedua Al-Kafirun, dan rakaat ketiga baca Al-Ikhlas. Atau bisa tiga qul itu (Al Ikhlas, Al Falaq, An-Nas),” jelas Agus.
Tarawih 2-2-2-2-2-1
Sedangkan pilihan kedua, Muhammadiyah menurut Agus memakai formasi 2-2-2-2-2 ditambah satu witir berdasarkan hadis riwayat Muslim dari sahabat Ibn Abbas yang berbunyi,
“Aku berdiri di samping Rasulullah, kemudian Rasulullah meletakkan tangan kanannya di kepalaku dan dipegangnya telinga kananku dan ditelitinya, lalu Rasulullah salat dua rakaat kemudian dua rakaat lagi, lalu dua rakaat lagi, dan kemudian dua rakaat, selanjutnya Rasulullah salat witir, kemudian Rasulullah tiduran menyamping sampai Bilal menyerukan azan. Maka bangunlah Rasulullah dan salat dua rakaat singkat-singkat, kemudian pergi melaksanakan saalat subuh.”
“Nah karena Muhammadiyah memperbandingkan hadis-hadis itu, maka pilihan yang dipilih oleh Tarjih Muhammadiyah adalah dua tadi. Jadi warga Muhammadiyah bisa memilih salah satu dari dua tadi karena itu tanawu’ ibadah. Pilihan dalam ibadah,” ungkapnya.
Tim Rembulan
Advertisement