PDIP dan Tokoh Agama Deklarasi Pemilu Damai: Diskriminasi dan Politisasi Agama Bertentangan dengan Pancasila

Perwakilan-perwakilan tokoh agama dan tokoh masyarakat bersatu dan menyatakan 'Deklarasi Bersama untuk Kedamaian, Pemilu Berkualitas 2024'.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 21 Mar 2023, 23:15 WIB
Perwakilan-perwakilan tokoh agama dan tokoh masyarakat bersatu dan menyatakan 'Deklarasi Bersama untuk Kedamaian, Pemilu Berkualitas 2024'. (Dok. Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Perwakilan-perwakilan tokoh agama dan tokoh masyarakat bersatu dan menyatakan 'Deklarasi Bersama untuk Kedamaian, Pemilu Berkualitas 2024'. Diketahui, deklarasi itu dibacakan dalam Simposium Nasional Umat Beragama di Jakarta, yang digelar di Sekolah Partai PDI Perjuangan (PDIP).

"Ini adalah sebuah komitmen untuk memastikan budaya damai, rukun, dan solid, bebas dari politisasi agama," kata Prof. Dr. KH. Syafiq A. Mughni selaku Ketua PP Muhammadiyah Bidang Kerjasama dan Hubungan Luar Negeri saat menyampaikan pesan deklarasi tersebut di Kantor Sekolah Partai PDI Perjuangan (PDIP), Lenteng Agung, Jakarta, Selasa (21/3/2023).

Turut mendampingi KH Syafiq saat pembacaan deklarasi yakni Fatah S Massinai dari Ahlul Bait Indonesia, Rio Sidauruk dari sekretaris DPP Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), Hafizurrahman Danang PB dari Ahmadiyah dan Romo Hans Jeharut dari Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI).

Selanjutnya, Pdt Gomar Gultom dari Persekutuan Gereja-gereja Indonesia dan Prof Dr. KH. Hamka Haq dari Baitul Muslimin Indonesia. Sedangkan, Mayjen TNI (Purn) Wisnu Bawa Tenaya dari Parisada Hindu Dharma Indonesia -PHDI) dan WS. Budi Santoso Tanuwibowo dari Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia hadir secara virtual.

Salah satu poin yang dibacakan yakni bagaimana sejarah bangsa Indonesia telah membuktikan bahwa Pancasila telah benar-benar menjadi ideologi yang telah mempersatukan kesadaran sebagai satu bangsa, dalam sebuah Negara yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.

"Untuk menjaga tegaknya Negara Pancasila, maka kami peserta Simposium Nasional Umat Beragama, yang diselenggarakan pada tanggal 21 Maret 2023, menyepakati perlunya membangun kedamaian dalam kehidupan beragama guna lebih meningkatkan soliditas dan solidaritas berbangsa tanpa diskriminasi dan tanpa politisasi agama," demikian Prof.Mughni saat membacakan isi deklarasi.


Singgung Diskriminasi dan Politisasi Agama

Ilustrasi pemilih surat suara.

Selain itu, para tokoh agama menyadari bahwa diskriminasi dan politisasi agama, sangat bertentangan dengan ideologi Negara Pancasila dan pada gilirannya akan melahirkan disintegrasi bangsa. Untuk itu, segala bentuk gagasan yang mengarah kepada politisasi agama, atau politik identitas diskriminatif atas nama agama, seharusnya kita hindari.

"Demi tegaknya Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia," tegas isi deklarasi.

Ketua Panitia Acara Simposium Nasional, Irvansyah mengatakan, saat ini sudah memasuki tahun politik. Dan mencermati dinamika politik nasional yang mulai menghangat, harus menjadi perhatian semua kalangan. Utamanya untuk memastikan bahwa perbedaan dalam pandangan dan sikap politik tidak menghalangi rasa persatuan sebagai bangsa dan persaudaraan sebagai umat manusia.

Namun, fakta yang tidak dipungkiri bahwa acapkali serangkaian momentum politik dijadikan oleh kelompok tertentu untuk mengusik perbedaan di kalangan masyarakat, utamanya dengan isu-isu keagamaan.

"Menggunakan politisasi agama untuk kepentingan politik yang menghalalkan segala cara meski imbasnya adalah perpecahan atau konflik yang mengatasnamakan agama," kata Irvansyah.


Digelar DPP PDIP melalui Bamusi

Banner Infografis Usulan Partai Prima dan KPU Berdamai Terkait Penundaan Pemilu 2024. (Liputan6.com/Trieyasni)

Sebagai informasi, Simposium itu digelar DPP PDIP melalui Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi). Acara itu didukung para tokoh agama yakni Ketua Umum PBNU KH. Yahya Cholil Staquf, Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof. Dr. KH. Haedar Nashir, Ketua Presidium Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, O.S.C. dan Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pdt. Gomar Gultom.

Lalu, Ketua Umum Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI) Dra. Siti Hartati Murdaya, Ketua Umum Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Mayjen TNI (Purn.) Wisnu Bawa Tenaya dan Ketua Umum Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (MATAKIN) WS Budi Santoso Tanuwibowo.

Kemudian, Tokoh Lintas Agama Prof. Dr. H. Alwi Abdurrahman Shihab, Akademisi Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis dan Ketua PP Bamusi Prof. Hamka Haq. Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri juga turut menyaksikan deklarasi tersebut secara virtual.


Isi Lengkap Deklarasi

Berikut Isi Lengkap Deklarasi Tersebut:

Atas berkat dan rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa, tanah air Indonesia menjadi rumah bagi sebuah bangsa besar dan majemuk, dengan populasi lebih dari seperempat milyar jiwa.

Wilayahnya terbentang dari Sabang sampai Merauke, di dalamnya terhimpun sekitar 17.000 pulau diatas hamparan laut lebih 3 juta km2, dengan keragaman penghuni tidak kurang dari 1.300 suku, ratusan agama dan atau kepercayaan, dengan sebanyak 715 bahasa serta budaya yang jumlahnya ratusan pula.

Tak ada kekuatan yang dapat menghimpun bangsa yang demikian raksasa kecuali atas kehendak Tuhan dan kesadaran bersama sebagai satu bangsa, bangsa Indonesia.

Sejarah bangsa kita telah membuktikan bahwa Pancasila telah benar-benar menjadi ideologi yang telah mempersatukan kesadaran kita sebagai satu bangsa, dalam sebuah Negara, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Untuk menjaga tegaknya Negara Pancasila, maka kami peserta Simposium Nasional Umat Beragama, yang diselenggarakan pada tanggal 21 Maret 2023, menyepakati perlunya membangun kedamaian dalam kehidupan beragama guna lebih meningkatkan soliditas dan solidaritas berbangsa tanpa diskriminasi dan tanpa politisasi agama.

Kami sadar bahwa diskriminasi dan politisasi agama, sangat bertentangan dengan ideologi Negara Pancasila, dan pada gilirannya akan melahirkan disintegrasi bangsa.

Untuk itu, maka segala bentuk gagasan yang mengarah kepada politisasi agama, atau politik identitas diskriminatif atas nama agama, seharusnya kita hindari, demi tegaknya Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya