Terkait Xi Jinping, Film Horor Winnie the Pooh Batal Ditayangkan di Hong Kong

Film horor Winnie the Pooh yang baru berjudul “Winnie the Pooh: Blood and Honey” tidak akan dirilis di Hong Kong dan Makau karena menyiratkan kritik terhadap Presiden China Xi Jinping.

oleh Dyra Daniera diperbarui 22 Mar 2023, 19:00 WIB
Film “Winnie the Pooh: Blood and Honey”. (Dok. Instagram/@poohbloodandhoney/https://www.instagram.com/p/CnzxFZIJ_3t/Dyra Daniera)

Liputan6.com, Jakarta - Film horor Winnie the Pooh yang baru, berjudul “Winnie the Pooh: Blood and Honey” tidak akan dirilis di Hong Kong dan Makau, menurut distributornya. Dikutip dari BBC pada Rabu (22/3/2023), VII Pillars Entertainment meminta maaf atas "kekecewaan dan ketidaknyamanan" yang ditimbulkan kepada masyarakat di wilayah administrasi khusus Tiongkok itu.

Film garapan sutradara asal Inggris Rhys Waterfield ini dirilis di Amerika Serikat pada Februari 2023 dan di seluruh Inggris pada bulan Maret 2023. Alasan tidak dirilisnya film “Winnie the Pooh: Blood and Honey” adalah lantaran adanya referensi meme dari versi asli Winnie the Pooh yang kerap digunakan untuk memprotes Presiden Xi Jinping yang mulai bereder pada 2013.

Meme itu memperlihatkan gambar Presiden China Xi Jinping yang berkunjung ke AS tengah berjalan bersama mantan Presiden AS Barack Obama. Kedua tokoh itu disandingkan dengan gambar tokoh Winnie the Pooh dengan tokoh Tiger karena adanya kemiripan.

Karakter Winnie the Pooh sampai hari ini terus dipakai sebagai lambang Xi Jinping. Sensor di China sejak saat itu membatasi referensi ke karakter ciptaan AA Milne tersebut. Begitu pula dengan film Christopher Robin pada 2018 juga dilarang di negara tersebut.

Kantor Administrasi Film, Surat Kabar, dan Artikel Hong Kong membantah film tersebut telah disensor, dengan mengatakan telah mengeluarkan sertifikat persetujuan untuk film horor tersebut. 

"Pengaturan bioskop di Hong Kong pada pemutaran film individu dengan sertifikat persetujuan di tempat mereka adalah keputusan komersial dari bioskop yang bersangkutan, dan OFNAA (Office for Film, Newspaper and Article Administration) tidak akan mengomentari pengaturan tersebut," kata seorang juru bicara. Hingga kini, bioskop-bioskop yang terlibat tidak menanggapi permintaan komentar.


Pembatalan Penayangan yang Misterius

Meme yang memperlihatkan perbandingan Xi Jinping dan Obama dengan Winnie the Pooh dan Tigger. (Dok. Twitter/@verge)

VII Pillars mengatakan film itu dibuat dengan anggaran kecil dan "dijual ke hampir 200 wilayah hanya dalam enam bulan". Pencapaian yang luar biasa dalam waktu sesingkat itu.

Moviematic, yang telah memutarkan film tersebut pada Selasa malam, 21 Maret 2023, melaporkan di halaman media sosialnya bahwa film tersebut batal diputar karena ada alasan teknis. Namun, sutradara film Rhys Frake-Waterfield mengatakan kepada Reuters bahwa "sesuatu yang misterius" telah terjadi.

"Bioskop-bioskop telah setuju untuk menayangkannya, namun kemudian tiba-tiba semuanya mengambil keputusan yang sama dalam semalam. Itu bukan suatu kebetulan.

"Mereka mengklaim ada alasan teknis, tetapi tidak ada alasan teknis. Film ini telah diputar di lebih dari 4.000 layar bioskop di seluruh dunia. Hanya 30 bioskop di Hong Kong ini yang memiliki masalah seperti itu,” lanjutnya.

VII Pillars Entertainment mengatakan tidak mengetahui alasan pembatalan tersebut. Film tersebut dijadwalkan tayang pada 23 Maret 2023 di 32 bioskop di kota tersebut.


Menyiratkan Kritik Terhadap Pemerintah

Film “Winnie the Pooh: Blood and Honey”. (Dok. Instagram/@poohbloodandhoney/https://www.instagram.com/p/CoguJJHofcQ/Dyra Daniera)

Kekecewaan terhadap pembatalan penayangan ini diungkapkan VII Pillars. "Kami tentu saja sangat marah, sangat kecewa. Sungguh tidak dapat dipercaya bahwa bioskop membatalkan penayangan setelah semua keputusan dibuat," kata juru bicaranya, Ray Fong.

Beberapa pihak berspekulasi pembatalan tayang film Winnie the Pooh ini lantaran ada hubungannya dengan meme Winnie dan Tiger dahulu yang kerap digunakan sebagai kritik terhadap Presiden Xi Jinping dan pemerintahannya.

Beijing memberlakukan undang-undang keamanan nasional di Hong Kong pada 2020 untuk menindak perbedaan pendapat setelah kota itu diguncang oleh protes anti-pemerintah dan pro-demokrasi setahun sebelumnya. Undang-undang sensor baru di bekas jajahan Inggris itu mulai berlaku pada 2021 yang melarang film yang "mendukung, memuliakan, mendorong, dan menghasut kegiatan yang mungkin membahayakan keamanan nasional".

Dua film dibatalkan dari festival film internasional Hong Kong tahun lalu setelah gagal mendapatkan persetujuan dari pihak berwenang. Pembatalan itu terjadi saat Hong Kong menjadi tuan rumah pameran seni kontemporer Art Basel, dengan pemangku kebijakan yang ingin mempromosikan kota itu sebagai pusat budaya yang dinamis.


Masih Tersangkut Lisensi Disney

Film “Winnie the Pooh: Blood and Honey”. (Dok. Instagram/@poohbloodandhoney/https://www.instagram.com/p/CnsJp2_uuyF/Dyra Daniera)

Film horor ini mendapat skor hanya 4 persen dari 100 persen di situs rating film ternama Rotten Tomatoes. Film ini menyajikan gambaran berbeda tentang Winnie the Pooh. Sang beruang berwarna kuning, yang dikenal baik dan jujur, kini ditampilkan sebagai setengah manusia setengah beruang yang bengis dan selalu membawa kapak. Film ini langsung menjadi viral di internet setelah trailernya dirilis pada Agustus 2022.

Frake-Waterfield diizinkan membuat film tersebut setelah hak cipta 95 tahun kisah Winnie the Pooh Milne berakhir di AS pada Januari tahun lalu. Akan tetapi, Disney yang membeli sebagian lisensinya pada 1960-an, masih memiliki hak tertentu. Undang-undang merek dagangnya menyatakan bahwa sang beruang tidak boleh mengenakan kaus merah dalam film horor itu, misalnya.

"Kami juga tidak diizinkan untuk menampilkan Winnie mengatakan hal-hal seperti 'oh, bother'," kata Frake-Waterfield kepada BBC Culture. ‘Oh, bother’ yang berarti ‘oh, sial’ merupakan ucapan khas yang sering disebut tokoh Winnie the Pooh. 

Ia menambahkan, "Ada elemen-elemen di mana kita perlu berhati-hati untuk tidak melanggar batas merek dan wilayah mereka karena itu bukan niatnya."

"Niatnya bukan untuk mencuri hak cipta mereka dan menggunakannya untuk tujuan kita sendiri. Tujuannya adalah untuk mengubah sesuatu yang kini tersedia untuk umum, sangat berkebalikan secara ekstrim dan membuat versi alternatif yang mengerikan tentangnya," ujar pria kelahiran Essex, Inggris itu. 

Infografis Xi Jinping

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya