Naskah Khutbah Jumat: Ayat Al-Qur’an tentang Puasa Ramadhan

Naskah Khutbah Jumat: Ayat Al-Qur’an tentang Puasa Ramadhan

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Mar 2023, 18:30 WIB
Sejumlah umat muslim mendengarkan khutbah sebelum melaksanakan salat Jumat di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Jumat (23/6). Umat muslim memadati masjid Istiqlal menunaikan salat Jumat terakhir pada bulan Ramadan 1438 H. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Kini umat Islam telah masuk ke bulan Ramadhan 1444 Hijriyah. Pada bulan Ramadhan, umat Islam diwajibkan puasa sebulan penuh.

Kewajiban mengenai puasa Ramadhan ini ditegaskan dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 183:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu ber-puasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,".

Al-Qur'an juga cukup banyak membahas puasa Ramadhan. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya puasa Ramadhan bagi umat Islam.

Pada Jumat pertama Ramadhan 2023 ini, redaksi mengetengahkan naskah khutbah Jumat yang dinukil dari Laduni.id, berjudul 'Khutbah Jumat: Al-Qur’an Mengenai Puasa Ramadhan'.

Teks khutbah Jumat ini disusun oleh Dr. KH. Zakky Mubarak, MA. Demikian, semoga bermanfaat.


Khutbah I

اَلْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ مَنْ تَوَكَّلَ عَلَيْهِ بِصِدْقِ نِيَّةٍ كَفَاهُ وَمَنْ تَوَسَّلَ إِلَيْهِ بِاتِّبَاعِ شَرِيْعَتِهِ قَرَّبَهُ وَأَدْنَاهُ وَمَنِ اسْتَنْصَرَهُ عَلَى أَعْدَائِهِ وَحَسَدَتِهِ نَصَرَهُ وَتَوَلاَّهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ حَافَظَ دِيْنَهُ وَجَاهَدَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ أَمَّا بَعْدُ فَيَاأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْااللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ، خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ، اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Berangkat dari atas mimbar ini, khatib berwasiat kepada diri khatib pribadi dan kepada kita semua, untuk senantiasa berupaya senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan cara melaksanakan semua kewajiban dengan segenap keteguhan hati dan kemantapan jiwa, dan menjauhkan diri dari seluruh yang diharamkan dengan penuh ketabahan dan kesabaran.

Allah SWT. telah berfirman dalam Al Qur'an

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ -١٨٣- أَيَّاماً مَّعْدُودَاتٍ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضاً أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْراً فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُ وَأَن تَصُومُواْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ -١٨٤- شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيَ أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَن كَانَ مَرِيضاً أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُواْ الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُواْ اللّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ -١٨٥-

 Artinya “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barang siapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, makaitulah yang lebihbaikbaginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hakdan yang bathil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu selalu bersyukur.” (QS. al-Baqarah, 2: 183–185)

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Dalam ayat tersebut di atas, Allah S.W.T memerintahkan orang-orang yang beriman agar mereka berpuasa di bulan Ramadhan. Puasa adalah meninggalkan makan, minum, berhubungan seks dan segala yang membatalkannya dengan niat yang ikhlas karena Allah, sejak fajar menjelang Shubuh, sampai terbenamnya matahari di waktu Maghrib. Kewajiban melaksanakan puasa ditetapkan juga kepada umat terdahulu, karena itu hendaklah manusia bersungguh-sungguh men­gerjakan kewajiban puasa tersebut. Setiap orang yang mengerjakan puasa Ramadhan sebaik mungkin, niscaya akan menjadi manusia yang bertaqwa, memiliki akhlak agung yang terpuji dan terhindar dari perbuatan-perbuatan yang tercela.

Ibadah puasa dapat menghindarkan para pelakunya dari per­buatan yang keji dan tercela, sebagaimana dijelaskan sabda Nabi S.A.W:

يَا مَعْشَرَ الشَّباَبِ مَنِ اسْتَطَاعَ  مِنْكُمُ  الْبَاءَة  َ فَلْيَتَزَوَّجْ   فَإِنَّهُ  أَغَضُّ  لِلْبَصَر  وَأَحْصَنُ  لِلْفَرْجِ  َومَنْ لمَ ْيَسْتَطِعْ  فَعَلَيْهِ  بِالصَّوْمِ  فَإِنَّهُ  لَهُ  وِجَاءٌ

Artinya“Wahai para pemuda, siapa di antara kamu yang telah mampu untuk menikah, maka menikahlah, karena hal itu dapat menjaga pandangan dan menjaga alat kelamin (dari perbuatan zina). Dan siapa yang belum mampu, maka hendaklah berpuasa, karena puasa itu dapat menahan hawa nafsu”. (Hadis Shahih, riwayat al-Bukhari: 4678, dan Muslim: 2485, teks hadis riwayat Muslim).

Dalam ayat di atas disebutkan mengenai jumlah puasa yang harus dikerjakan, yaitu hanya beberapa hari saja yang dapat dihitung dengan jari, agar tidak memberatkan, yaitu tiga puluh atau dua puluh sembilan hari selama setahun. Pada masa umat terdahulu, puasa diwajibkan selama tiga hari pada setiap bulan, kemudian perintah tersebut dimansukhkan atau dianggap tidak berlaku lagi, dengan adanya puasa sebulan penuh pada bulan Ramadhan.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Diriwayatkan, bahwa puasa pada awal mulanya diwajibkan seperti umat-umat terdahulu pada tiap bulan sebanyak tiga hari, sejak zaman Nabi Nuh A.S, sampai kemudian dimansukhkan (dihapuskan) dengan puasa Ramadhan. Imam Hasan al-Basri berkata: “Demi Allah telah diwajibkan berpuasa kepada setiap umat terdahulu sebagaimana Allah mewajibkan berpuasa kepada kami sebulan penuh…” (IbnKatsir, 1980: I: 213). Abdullah bin Umar R.A, salah seorang sahabat Nabi S.A.W., putra Umar bin Khatthab R.A. mengatakan: صيام رمضان كتبه الله على الأمم قبلكم (berpuasa dalam bulan Ramadhan telah diwajibkan oleh Allah pada umat sebelummu). Ibnu Abbas R.A, seorang sahabat ahli tafsir al-Qur’an berkata: “Orang-orang sebelummu, maksudnya adalah “ahlulkitab”. (IbnKatsir, 1980: I: 213–214).

Dalam sejarah, disyariatkannya shalat dan puasa pernah mengalami tiga kali perubahan. Diriwayatkan oleh Mu’adz bin Jabal R.A, bahwa shalat pernah mengalami tiga kali perubahan dalam cara mengerjakannya, yaitu: Pertama, shalat pada awal mulanya menghadap ke Baitul Maqdis selama tujuh belas bulan, sampai turun ayat al-Qur’an yang memerintahkan agar menghadap keKa’bah di Masjidil Haram.  Kedua, waktu akan melaksanakan shalat berjamaah, para sahabat Nabi berkumpul satu dengan lainnya, saling ingat mengin­gatkan, sehingga hampir saja mereka memukul kentongan atau lon­ceng. Tiba-tiba ada Abdullah bin Zaid datang kepada Nabi S.A.W, dan menceritakan bahwa ia melihat dalam mimpinya seorang yang berbaju hijau menghadap kiblat dan membaca lafazh adzan, kemudian Rasulullahs.a.w. memerintahkan agar kalimat itu dijadikan untuk memanggil shalat berjamaah, demikian pula iqa­matnya. Rasulullah S.A.W menyuruh Bilal agar mengumandangkan adzan, karena suaranya keras, maka Bilal R.A. menjadi muadzin yang pertama kali. Ketika adzan telah dikumandangkan, Umar bin Khatthab R.A. datang kepada Nabi S.A.W., bahwa beliau juga bermimpi mendengar lafadz adzan tersebut.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Mengenai perubahan ketiga, berkisar mengenai mereka yang melaksanakan shalat berjamaah, ketika imam selesai, orang terse­but rakaatnya masih kurang, maka setelah imam salam ia melanjut­kan shalatnya sampai selesai. Hal ini pernah dilakukan oleh Muadz bin Jabalr.a. dan Nabi S.A.W. menyatakan bahwa apa yang dilakukan Muadz bin Jabal itu adalah benar dan harus diikuti oleh yang lainnya.

Perubahan-perubahan Mengenai Puasa

Pertama kali, bahwa puasa pada awal mulanya diwajibkan tiga hari setiap bulan, sampai turun ayat yang mewajibkan puasa dalam bulan Ramadhan.

kedua pada ayat وعلى الذين يطيقونه فدية طعام مسكين(dan atas mereka yang tidak mampu berpuasa, maka baginya memberikan fidyah, memberi makan kepada seorang miskin). Di sini dirasakan adanya kebebasan untuk berpuasa atau tidak, asal jika tidak berpuasa harus berfi­dyah, memberi makan seorang miskin setiap hari. Kemudian setelah turun ayat selanjutnya, yaitu ayat 185 فمن شهد منكم الشهر فليصمه(barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu), maka puasa pun diwajibkan dan diharuskanbagi orang-orang yang sehat dan mampu, sedangkan fidyah hanya diper­untukkan bagi orang-orang yang sakit atau orang yang tidak mampu karena lanjut usia.

ketiga, pada  awalnya orang-orang yang menja­lankan puasa apabila telah Maghrib boleh makan, minum, berjima’ (bercampur dengan istri) selama belum tidur. Apabila sudah tidur maka tidak boleh lagi mengerjakan perbuatan tersebut. Kemudian terjadi peristiwa, seorang Anshar bernama Shirmah pada pagi hari bekerja di kebunnya dan ketika Maghrib tiba, ia kembali kepada istrinya untuk berbuka, akan tetapi tertidur sebelum makan dan minum sehingga ia melanjutkan puasa sampai esok harinya. Ketika Nabi berjumpa dengan sahabat tersebut, ia menjelaskan peristiwa yang menimpa dirinya.

Demikian pula terjadi pada salah seorang sahabat Nabi, melakukan jima’ (berhubungan seksual dengan istri) di malam bulan puasa, setelah tidur. Sesudah terjadi peristiwa itu, lang­sung datang melaporkannya pada Nabi S.A.W,, maka turunlah ayat 187: “Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu karena mereka adalah pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian bagi mereka…”. (Ibn Katsir, 1980: I: 214). Dan seterusnya yang menjelaskan halalnya bercampur dengan istri, makan dan minum sejak Maghrib sampai terbit fajar menjelang waktu Shubuh, baik sebelum tidur ataupun sesudahnya.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Dalam bulan Ramadhan diturunkan al-Qur’an dan beberapa kitab lain yang diwahyukan kepada nabi dan para rasul terdahulu. Diriwayatkan dalam salah satu hadis:

أُنْزِلَتْ صُحُفُ  إِبْرَاهِيمَ  عَلَيْهِ  السَّلَام فِي أَوَّلِ لَيْلَةٍ  مِنْ رَمَضَانَ  وَأُنْزِلَتِ التَّوْرَاةُ  لِسِتٍّ مَضَيْنَ مِنْ رَمَضَانَ وَالْإِنْجِيلُ لِثَلَاثَ عَشْرَةَ خَلَتْ مِنْ رَمَضَانَ وَأُنْزِلَ الْفُرْقَانُ لِأَرْبَعٍ وَعِشْرِينَ خَلَتْ مِنْ رَمَضَانَ

Artinya“Suhuf  Ibrahim diturunkan pada malam pertama bulan Ramadhan. Taurat diturunkan pada tanggal 6 Ramadhan, Injil diturunkan pada tanggal 13 Ramadhandan al-Qur’an diturunkan pada tanggal 24 Ramadhan”. (Hadis Shahih, Riwayat Ahmad: 16370).

Menge­nai tanggal-tanggal tersebut terdapat beberapa riwayat yang berbeda. Nuzulul Qur’an ada yang meriwayatkan tanggal 17 Ramad­han, 27 Ramadhan dan sebagainya. Namun demikian semua riwayat itu tetap berada pada bulan Ramadhan, hanya berbeda tanggalnya saja. (Lebih lanjut dan mendetil lihat Tafsir Ibn Katsir, Juz I, hal. 215–217 dan kitab-kitab tafsir lainnya).

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Demikian khutbah yang singkat ini kami sampaikan. Mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua.

 أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ  

 


Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

 اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ 

Tim Rembulan

Saksikan Video Pilihan Ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya