725.750 Tenaga Kreatif Terlibat di Industri Produk Tembakau

Berdasarkan data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) pada 2021 terdapat 725.750 tenaga kreatif yang berkecimpung di dalam perencanaan, pelaksanaan sponsorship hingga marketing produk tembakau.

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Mar 2023, 19:30 WIB
Focus Group Discussion (FGD) terkait rencana larangan total iklan rokok di media yang dilakukan di Ambhara Hotel, Jakarta (21/3/2023). Berdasarkan data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) pada 2021 terdapat 725.750 tenaga kreatif yang berkecimpung di dalam perencanaan, pelaksanaan sponsorship hingga marketing produk tembakau.

Liputan6.com, Jakarta Berdasarkan data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) pada 2021 terdapat 725.750 tenaga kreatif yang berkecimpung di dalam perencanaan, pelaksanaan sponsorship hingga marketing produk tembakau.

Hal tersebut diungkapkan Ketua Asosiasi Perusahaan Pengiklan (APPINA) Eka Sugiarto dalam Focus Group Discussion (FGD) terkait rencana larangan total iklan rokok di media yang dilakukan di Ambhara Hotel, Jakarta (21/3/2023) lalu.

Untuk itu, Eka mengajak berbagai pihak untuk mendiskusikan lebih lanjut rencana pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan, yang tertuang dalam Keputusan Presiden (KEPPRES) Nomor 25 Tahun 2022 yang dinilai akan memengaruhi tenaga kreatif.  

"Menurut kami mungkin bisa dibicarakan dengan baik, karena dampaknya dari daftar kami, dari desain komunikasi visual, film, animasi dan video, musik, MICE, industri penerbitan, periklanan tv dan radio serta iklan luar ruang," ujar Eka saat ditemui dalam forum grup diskusi dikutip dari Antara, Kamis (23/3/2023).  

Di dalam aturan itu, lanjut dia, terdapat dorongan pelarangan total iklan rokok, sementara mengingat industri tembakau atau perusahaan rokok di Indonesia merupakan anggota di asosiasi pengiklan yang turut serta mematuhi dan mengatur mekanisme kerja sesuai aturan serta etika yang berlaku.  

Adapun, tambahnya, kontribusi industri tembakau pada semester I 2022 sebesar Rp4,5 triliun dan Rp9,1 triliun pada 2021 berdasarkan data Nielsen Indonesia.  

"Jadi kalau kita lihat tabel kontribusi dari industri tembakau terhadap industri penerbitan dan periklanan nasional, dari total belanja iklan di 2022 sebesar rp 135 triliun, kontribusi industri tembakau mencapai Rp4,5 triliun," paparnya. 

Dampak

Dampak-dampak dari sub sektor tersebut yang menurutnya perlu dipertimbangkan bersama-sama. Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Agung Suprio mengatakan, pihaknya melalui Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 SPS) berupaya untuk memantau tayangan di televisi agar ramah anak dan remaja. 

"Misalnya, aturannya wajib ditayangkan iklan rokok mulai jam 10 malam sampai dengan 5 pagi, dengan asumsi tidak ada anak- anak yang menonton. KPI aktif untuk menertibkan rokok iklan. Kami beri teguran, diskusi, edukasi hingga peringatan pada media yang tidak comply," ujar Agung.

 


Tak Cuma Tembakau, Rencana Revisi PP 109/2012 Ancam Industri Kreatif

Focus Group Discussion (FGD) terkait rencana larangan total iklan rokok di media yang dilakukan di Ambhara Hotel, Jakarta (21/3/2023).

Persaturan Periklanan Indonesia (P3I), yang mewakili para pelaku industri ekonomi kreatif Indonesia, termasuk pelaku industri periklanan, penerbitan, penyiaran, dan lainnya, melakukan Focus Group Discussion (FGD) terkait rencana larangan total iklan rokok di media yang dilakukan di Ambhara Hotel, Jakarta (21/3/2023) lalu.

Para pelaku ekonomi kreatif nasional tersebut meminta agar rencana revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 (PP 109/2012) tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan yang tertuang dalam Keputusan Presiden (KEPPRES) Nomor 25 Tahun 2022 ditinjau ulang lantaran terdapat dorongan pelarangan total iklan rokok yang merugikan para pelaku usaha.

Dampak dari rencana pelarangan ini juga akan dirasakan oleh industri ekonomi kreatif yang selama ini juga turut memperoleh rezeki dari kontribusi iklan rokok nasional.

Ketua Umum P3I, Janoe Arijanto, menyatakan pelaku industri ekonomi kreatif menilai bahwa PP 109/2012 sebagai regulasi yang berlaku saat ini sudah komprehensif dan masih relevan untuk mengatur berbagai aktivitas iklan dan promosi produk rokok. Oleh karena itu, para pelaku sektor industri periklanan dan kreatif meminta pemerintah untuk meninjau ulang rencana revisi yang diajukan.

“Sektor industri ekonomi kreatif, khususnya industri periklanan, sedang mengalami perkembangan yang pesat. Jika larangan total iklan, seperti yang tertuang dalam pokok materi muatan revisi PP 109/2012 dilakukan, maka akan menghantam sektor industri kreatif dan periklanan secara keras," tegas Janoe dikutip Kamis (23/3/2023).

 


Larangan Komunikasi

(Foto:Dok.Bea Cukai)

Berbagai larangan komunikasi produsen dengan konsumen juga dilihat sebagai upaya yang kontraproduktif dengan visi pemerintah dalam mendorong iklim usaha yang kondusif karena sektor periklanan merupakan aktivitas yang dibutuhkan untuk turut menjaga keberlangsungan usaha dan investasi.

"Yang kami pahami, setiap produk legal memiliki hak untuk berkomunikasi dengan target konsumen. Seharusnya ini juga berlaku untuk produk rokok yang komunikasinya dijamin dan diatur oleh perundang-undangnya,” tutur dia.

Dukungan Sektor Ekonomi Kreatif

Ia juga menyebutkan sektor industri ekonomi kreatif nasional turut mendukung upaya pemerintah dalam menurunkan prevalensi perokok anak di bawah umur 18 tahun melalui berbagai upaya edukasi dan sosialisasi yang sesuai dengan ketentuan etika dan peraturan yang berlaku.

Upaya tersebut memperlihatkan capaian yang baik, di mana menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) telah terjadi angka penurunan perokok anak dalam lima tahun terakhir.

Infografis Pro-Kontra Larangan Iklan Rokok di Internet. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya