Liputan6.com, Jakarta Sunan Ampel merupakan salah satu Walisongo yang lahir pada tahun 1401 dari keluarga bangsawan. Pada perjalanannya, Sunan Ampel termasuk orang yang berpengaruh dalam penyebaran Islam di Jawa.
Sang ibu, merupakan seorang putri dari Raja Champa Dinasti Azmatkhan I atau Ali Nurul Alam Maulana Israil yang bernama Siti Fathimah dan ayahnya Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik), wali tertua dalam Walisongo.
Perjalanan dakwah Raden Rachmat atau Sunan Ampel cukup panjang. Dimulai saat ayah sang menugaskannya untuk menemui Raja Majapahit Prabu Brawijaya sekaligus mengunjungi bibinya, Ratu Dwarawati di Trowulan, ibukota Majapahit.
Baca Juga
Advertisement
Sebelum tiba di Jawa, Sunan Ampel sempat singgah terlebih dahulu di Palembang selama dua bulan pada tahun 1440. Di Palembang ia berhasil mengislamkan seorang adipati bernama Arya Damar yang diam-diam berganti nama menjadi Ario Abdillah.
Kemudian Sunan Ampel dan rombongan melanjutkan perjalanan dengan perahu dan singgah di pelabuhan Jepara hingga akhirnya sampai dan menetap di Tuban. Ia tiba di Pulau Jawa pada tahun 1443 bersama Sayid Ali Murtadho, adiknya dan saudara sepupunya Raden Burereh.
Kala itu, kedatangan Sunan Ampel di Tanah Jawa terjadi gonjang ganjing politik pada abad ke-15. Ibukota Champa pada tahun 1471 berhasil direbut Vietnam.
Versi lain menyebutkan, dalam perjalanan menuju Tanah Jawa, ayahnya jatuh sakit kemudian wafat dan dimakamkan di Tuban, tepatnya di desa Gresikharjo.
Saat tiba di Majapahit, Sunan Ampel menerima kenyataan bahwa masyarakat Majapahit pada saat itu memilik perangai buruk seperti berjudi, mabuk.
Para adipati dan pembesarnya melupakan tugasnya dengan menggunakan dan uang pajak untuk hidup berfoya-foya. Sunan Ampel lalu diminta Prabu Brawijaya untuk mengatasi masalah tersebut.
Kendati demikian Prabu Brawijaya menolak masuk Islam, namun ia menghormati Sunan Ampel dan mengizinkan dakwahnya, asalkan tidak dilakukan dengan pemaksaan. Sunan Ampel kemudian berdakwah menyebarkan agama Islam dan mengajak mereka untuk kembali bertugas dengan benar. Ia tinggal di Majapahit selama setahun.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Politik Dakwah
Karena hubungan baiknya dengan Raja Majapahit, Raden Rachmat lalu dihadiahkan sebidang tanah di Ampel Denta, Surabaya. Menurut Babad Gresik, Raden Rahmat berhasil mengubah wilayah yang dulunya merupakan rawa-rawa itu dengan mendirikan langgar kecil dan pesantren pertama. Di situlah, ia melahirkan pemuda muslim untuk menyebarkan Islam ke pelosok Pulau Jawa. Itulah awal mula mengapa dirinya disebut sebagai Sunan Ampel.
Di kawasan Kembang Kuning, Wonokromo Surabaya, Sunan Ampel juga sempat membangun tempat ibadah. Di tempat tersebut, ia bertemu dengan Wirjo Sarojo dan menjadi murid Sunan Ampel bersama keluarganya.
Dakwah Islam Sunan Ampel diketeahui juga melalui jalur politik. Dalam buku Atlas Wali Songo (2016, hal 197) yang ditulis Agus Sunyoto, Sunan Ampel pernah menjabat sebagai penguasa Surabaya menggantikan penguasa sebelumnya, Arya Lembu Sura yang meninggal.
Surabaya kala itu menjadi pintu gerbang utama kerajaan Majapahit. Hal ini membuat pengaruh Islam yang sebelumnnya datang dari pelabuhan Gresik semakin kuat.
Dalam perjuangan menyebarkan Islam, Sunan Ampel membagi-bagikan kerajinan berbentuk kipas yang terbuat anyaman rotan. Bagi yang mau mengambilnya, tidak perlu menukarkan dengan uang, melainkan dengan dua kalimat syahadat.
Advertisement
Murid
Sunan Ampel membentuk jaringan kekerabatan melalui keluarga muslim yang menjadi cikal bakal para juru dakwah. Bahkan jejak dakwah Sunan Ampel dapat ditmukan hingga merambah ke wilayah Sukadana, Kayong Utara, Kalimantan Barat.
Murid-murid Sunan Ampel yang muncul sbagai tokoh Islam antara lain Raden Paku (Sunan Giri), Raden Fatah (pendiri Kerajaan Islam pertama di Demak), Raden Makdum Ibrahim (putranya yang dikenal sebagai Sunan Bonang), Syarifuddin (anak tiri Sunan Ampel yang dikenal sebagai Sunan Drajat, dan Maulana Ishak.
Salah satu muridnya, yakni Raden Fatah kemudian ditunjuk sebagai orang kepercayaan untuk mensiarkan agama Islam kepada santri Sunan Ampel.
Sebagai penerus perjuangan ayahnya, Sunan Ampel disebut sebagai perancang berdirinya Kerajaan Demak Bintaro pada tahun 1477 dan Masjid Agung Demak. Nama Sunan Ampel diabadikan menjadi nama salah satu dari empat tiang masjid tersebut.
Kala itu Sunan Ampel sempat berselisih paham dengan Sunan Kudus atas gagasan Sunan Kalijaga soal ajaran keselamatan atau persembahan dengan cara Islam. Sunan Kudus menerima gagasan Sunan Kalijaga, sementara Sunan Ampel menolaknya karena dinilai bid’ah dan menyesatkan umat.