Liputan6.com, Jakarta Perkara menelan ludah saat gusi berdarah menimbulkan ketidaknyamanan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Terlebih hal itu dialami umat Muslim yang menjalani ibadah puasa Ramadan.
Darah yang keluar dari gusi terkadang tiba-tiba tertelan bersama dengan air liur. Hal ini jelas menimbulkan kebimbangan tersendiri dalam menjalani ibadah puasa Ramadan.
Advertisement
Masihkah ibadah puasanya sah dengan menelan ludah bercampur darah yang keluar dari gusi? Ataukah puasanya batal?
Ditegaskan dalam mazhab Syafi’I, jika air liur telah tercampur dengan ingus dan darah, maka paerkara menelan air liur dalam keadaan demikian adalah hal yang dapat membatalkan puasa.
Hal ini dijelaskan dalam kitab Asna al-Mathalib:
لو (ابتلع ريقه الصرف لم يفطر ولو بعد جمعه ويفطر به إن تنجس) كمن دميت لثته أو أكل شيئا نجسا ولم يغسل فمه حتى أصبح وإن ابيض ريقه وكذا لو اختلط بطاهر آخر – كمن فتل خيطا مصبوغا تغير به ريقه
“Jika seseorang menelan air liurnya yang masih murni maka hal tersebut tidak membatalkan puasanya, meskipun air liurnya ia kumpulkan. Dan menelan air liur dapat membatalkan puasa ketika air liurnya terkena najis, seperti seseorang yang gusinya berdarah, atau ia mengonsumsi sesuatu yang najis dan mulutnya tidak ia basuh sampai masuk waktu subuh. Bahkan meskipun air liur warnanya masih bening. Begitu juga air liur yang bercampur dengan perkara suci yang lain, seperti orang yang membasahi dengan air liur pada benang jahit yang ditenun, lalu air liurnya berubah warna” (Syekh Zakariya al-Anshari, Asna al-Mathalib, Juz 5, Hal. 305)
Allah SWT juga menegaskan dalam QS Al Maidah ayat 3:
…. حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ ٱلْمَيْتَةُ وَٱلدَّمُ وَلَحْمُ ٱلْخِنزِيرِ
"Hurrimat 'alaikumul-maitatu wad-damu wa laḥmul-khinzīri..."
Artinya: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi…”
Saksikan video pilihan berikut ini:
Dalil
Namun, perkara menelan air liur yang bercampur dengan gusi membatalkan puasa dalam referensi diatas tidak berlaku apabila darah gusi yang mengalir dialami secara terus-menerus.
Dalam hal ini Syekh Sulaiman al-Bujairami menjelaskan:
والمراد بالابتلاء بذلك أن يكثر وجوده بحيث يقل خلوه عنه
“Yang dimaksud dengan ‘terkena cobaan berupa mengalirnya darah gusi adalah sekiranya munculnya darah ini lebih sering. Sekiranya jarang sekali tidak munculnya darah (dalam mulut) pada dirinya” (Syekh Sulaiman al-Bujairami, Hasyiyah al-Bujairami, juz 1, hal. 410)
Dengan demikian, hal yang wajib dilakukan adalah mengeluarkan darah semampunya. Berbeda jika ia tidak merasakan atau ragu-ragu tertelannya darah gusi yang bercampur dengan air liur yang masuk pada tenggorokannya, maka dalam keadaan ini puasanya tetap dihukumi sah.
Ditegaskan dalam kitab Mausu’ah al-Fiqhiyaah al-Kuwaitiyyah:
ومذهب الشافعية والحنابلة : الإفطار بابتلاع الريق المختلط بالدم ، لتغير الريق ، والدم نجس لا يجوز ابتلاعه وإذا لم يتحقق أنه بلع شيئا نجسا لا يفطر ، إذ لا فطر ببلع ريقه الذي لم تخالطه النجاسة
“Mazhab Syafi’i dan Hanbali berpandangan bahwa menelan air liur yang bercampur dengan darah dapat membatalkan puas, hal ini disebabkan berubahnya air liur, sedangkan darah adalah benda najis yang tidak boleh untuk ditelan. Jika tidak benar-benar nyata bahwa dirinya telah menelan sesuatu yang najis, maka tidak dihukumi batal puasanya, sebab menelan air liur yang tidak tercampur najis adalah hal yang tidak membatalkan puasa” (Kementrian Wakaf dan Urusan Keagamaan, Mausu’ah al-Fiqhiyaah al-Kuwaitiyyah, juz 28, hal. 64)
Advertisement
Batalkan Puasa?
Jika masih terdapat bekas darah yang sulit untuk dibuang atau sulit untuk dihindari (yasyuqqu al-ihtiraz) lalu tertelan bersamaan dengan air liurnya maka hal demikian tidak sampai membatalkan puasa seperti yang dijelaskan dalam referensi di atas:
ـ (قوله كمن دميت لثته) قال الأذرعي لا يبعد أن يقال من عمت بلواه بدم لثته بحيث يجري دائما أو غالبا أنه يتسامح بما يشق الاحتراز عنه ويكفي بصقه الدم ويعفى عن أثره ولا سبيل إلى تكليفه غسله جميع نهاره إذا الفرض أنه يجري دائما أو يترشح وربما إذا غسله زاد جريانه .
Senada juga dijelaskan dalam kitab Tuhfah al-Muhtaj:
“Imam al-Adzra’i berkata: “tidak jauh untuk diucapkan bahwa seseorang yang sering dikenai cobaan berupa gusi berdarah yang terus mengalir atau pada umumnya waktu maka ditoleransi kadar yang sulit untuk dihindari, cukup baginya untuk membuang darah tersebut dan dihukumi ma’fu bekas darah yang tersisa. Tidak ada jalan untuk menuntutnya agar membasuh darah ini pada seluruh waktu siang, sebab kenyataannya darah ini terus-menerus mengalir atau meresap, dan terkadang ketika dibasuh justru darah gusi semakin bertambah mengalir” (Syekh Zakariya al-Anshari, Asna al-Mathalib, juz 5, hal. 305).
ـ (أو) ابتلعه (متنجسا) بدم أو غيره وإن صفا (أفطر) ؛ لأنه بانفصاله واختلاطه وتنجسه صار كعين أجنبية ويظهر العفو عمن ابتلع بدم لثته بحيث لا يمكنه الاحتراز عنه
“Atau seseorang menelan air liur yang terkena najis dengan sebab terkena darah atau cairan lain, meskipun berwarna bening, maka hal demikian dapat membatalkan puasa, sebab dengan terpisahnya air liur, bercampurnya air liur dan terkena najisnya air liur, maka air liur tersebut seperti benda lain. dan sangat jelas sekali bahwa dihukumi ma’fu (tidak batal) bagi orang yang menelan air liur yang bercampur dengan darah gusinya. Sekiranya tidak mungkin baginya untuk menghindari (munculnya) darah” (Syekh Ibnu Hajar al-Haitamy, Tuhfah al-Muhtaj, juz 13, hal. 332).
Walhasil, menelan air liur yang bercampur darah gusi adalah hal yang dapat membatalkan puasa, kecuali bagi orang yang terkena cobaan berupa keluarnya darah pada gusinya secara terus-menerus atau pada sebagian besar waktu puasanya.
Sehingga sebaiknya bagi orang yang mengetahui gusinya berdarah, maka sesegera mungkin agar membersihkannya dengan cara berkumur atau cara lain yang dapat menghilangkan darah gusi tersebut. Hal ini tak lain dilakukan agar menghindari tertelannya darah tersebut menuju tenggorokan yang jelas-jelas dapat membatalkan puasanya.