Imbas Silicon Valley Bank Bangkrut, Kepercayaan Warga AS pada Bank Turun

Jajak pendapat AP menemukan hanya 10 persen orang dewasa di AS yang mengatakan memiliki kepercayaan tinggi pada bank di negaranya.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 24 Mar 2023, 07:00 WIB
Seorang penjaga keamanan memantau barisan orang yang mencoba mengambil kembali dana mereka di luar kantor Silicon Valley Bank di Santa Clara, California, Senin (13/3/2023). Silicon Valley Bank (SVB) tengah menjadi sorotan karena mengalami kebangkrutan bank terbesar di Amerika Serikat sejak tahun 2008. ( Justin Sullivan/Getty Images/AFP )

Liputan6.com, Jakarta Kepercayaan masyarakat Amerika Serikat pada bank di negaranya mulai menurun, menyusul krisis di Silicon Valley Bank, Signature Bank dan First Republic Bank.

Hal itu diungkapkan oleh polling yang dilakukan Associated Press-NORC Center for Public Affairs Research. 

Melansir Associated Press, Kamis (23/3/2023) jajak pendapat AP menemukan hanya 10 persen orang dewasa di Amerika Serikat yang mengatakan bahwa mereka memiliki kepercayaan tinggi pada bank negara dan lembaga keuangan lainnya. 

Angka itu menandai penurunan dari 22 persen yang mengatakan mereka memiliki kepercayaan diri yang tinggi pada tahun 2020.

Menyusul keruntuhan Silicon Valley Bank bulan ini, jajak pendapat dari The Associated Press-NORC Center for Public Affairs Research juga menemukan bahwa mayoritas (56 persen responden) menyebut pemerintah tidak berupaya cukup keras untuk menangani krisis di industri ini.

Sementara itu, 27 persen rmengatakan pihak berwenang sudah melakukan langkah yang tepat, dan 63 persen responden Partai Demokrat mengatakan regulasi bank saat ini tidak memadai, seperti halnya 51 persen dari Partai Republik.

Selain 10 persen yang mengatakan bahwa mereka memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap perbankan negara, 57 persen mengungkapkan mereka memiliki kepercayaan, sedangkan 31 persen hampir tidak memilikinya.

Meskipun kepercayaan pada bank dan lembaga keuangan di AS telah menurun bahkan sejak jajak pendapat terakhir AP-NORC pada tahun 2020, rendahnya kepercayaan di antara orang Amerika pada lembaga publik mereka ternyata bukanlah hal baru. 

General Social Survey  yang telah melacak tren pendapat selama beberapa dekade, menunjukkan bahwa kepercayaan terhadap institusi mulai dari industri keuangan hingga Kongres telah menurun secara substansial sejak tahun 1970-an.

Secara keseluruhan, sekitar setengah dari orang dewasa AS memperkirakan kondisi ekonomi AS akan memburuk tahun depan, ungkap jajak pendapat AP-NORC. 

 


Masih Dihadapi Lonjakan Biaya Hidup

Antrean nasabah untuk mencoba mengambil kembali dana mereka di luar kantor Silicon Valley Bank di Santa Clara, California, Senin (13/3/2023). Pekan lalu, bank terbesar ke-16 di Amerika Serikat, Silicon Valley Bank bangkrut hanya dalam dua hari. (Justin Sullivan/Getty Images/AFP )

Tak hanya krisis perbankan, rumah tangga di AS juga masih dihadapi dengan tingginya biaya hidup imbas lonjakan inflasi tahun lalu. 

Disesuaikan dengan inflasi, upah per jam di AS telah menurun selama 23 bulan berturut-turut dibandingkan tahun sebelumnya.

"Kamu tidak pernah tahu apa yang sedang terjadi. Ini gaji ke gaji," ungkap seorang warga bernama Metscher di Sacramento.

"Saya melihat harga makanan, harga gas. Itu mengingatkan saya sebagai anak kecil yang tumbuh dewasa selama inflasi tinggi tahun 1970-an," bebernya.

Ada juga warga lainnya bernama Tyronda Springer, 28, seorang ibu dengan dua anak di Banks, Alabama, yang bekerja di truk pemuatan gudang, berjuang dengan lonjakan biaya hidup.

"Saya dibayar setiap dua minggu," katanya.

"Salah satu cek saya langsung ke tempat penitipan anak. Sisanya adalah apa yang harus saya gunakan untuk membayar tagihan. Itu tidak masuk akal," cerita dia.


Silicon Valley Bank Kolaps, Goldman Sachs Pangkas Ramalan Ekonomi AS Jadi 1,2 Persen

Sejumlah orang mengantre di luar Silicon Valley Bank untuk menarik dana di Santa Clara, California, Senin (13/3/2023). Nasabah SVB, terutama startups, pun kemudian banyak yang menarik dana mereka dari SVB untuk memenuhi likuiditas mereka. Penarikan dana yang terus menerus membuat SVB goyang dan memicu kekhawatiran. (Justin Sullivan/Getty Images/AFP )

Goldman Sachs pada Rabu (15/3) menurunkan perkiraan untuk pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Amerika Serikat di kuartal keempat 2022, karena krisis perbankan di negara itu salah satunya Silicon Valley Bank (SVB). 

Melansir US News, Jumat (17/3/2023) analis di Goldman Sachs sekarang memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS di kuartal terakhir 2022 hanya akan mencapai 1,2 persen.

Angka tersebut menandai penurunan 0,3 poin persentase dari perkiraan Goldman Sachs sebelumnya.

Seperti diketahui, bank-bank regional di AS tengah berada dalam gelombang kekhawatiran sejak SVB Financial Group ditutup oleh regulator menyusul keruntuhannya pekan lalu.

Goldman Sachs juga mengakui tekanan di beberapa bank tetap ada meskipun agen federal telah bertindak agresif untuk mendukung sistem keuangan.

Prospek Sistem Perbankan AS

Sebelumnya, lembaga pemeringkat Moody's juga merevisi prospek sistem perbankan AS menjadi "negatif" dari "stabil".

Selain itu, Gedung Putih juga memantau perkembangan bank-bank kecil di AS, untuk memastikan keamanan dana simpanan para nasabah imbas bangkrutnya Silicon Valley Bank.

"Kami mendedikasikan banyak waktu untuk memastikan bahwa kami melewati ini dengan baik," kata seorang pejabat Gedung Putih, dikutip dari Channel News Asia.

Pejabat itu menambahkan, Gedung Putih terus berkomunikasi dengan Departemen Keuangan AS dan Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) tentang potensi masalah di bank lain, yang kasusnya hampir sama dengan SVB.


Gedung Putih Pelototi Semua Bank AS, Menyusul Kasus Silicon Valley Bank Kolaps

Tanda cabang Silicon Valley Bank tergambar di gedung perkantoran tempat bank tersebut berlokasi di Frankfurt, Jerman, Senin, 13 Maret 2023. (AP Photo/Michael Probst)

Gedung Putih kini memantau perkembangan bank-bank kecil di Amerika Serikat, salah satunya First Republic untuk melindungi para deposan menyusul keruntuhan Silicon Valley Bank (SVB) pekan lalu.

Hal itu diungkapkan oleh seorang pejabat Gedung Putih. 

Melansir Channel News Asia, Rabu (15/3/2023) pejabat tersebut menyebutkan bahwa sistem perbankan AS berada dalam "posisi yang jauh lebih baik saat ini" daripada jika tindakan tersebut tidak diambil.

Dia juga menghimbau para deposan untuk yakin bahwa dana mereka akan dilindungi.

"Kami mendedikasikan banyak waktu untuk memastikan bahwa kami melewati ini dengan baik," katanya.

Pejabat itu menambahkan, Gedung Putih terus berkomunikasi dengan Departemen Keuangan AS dan Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) tentang potensi masalah di bank lain, yang kasusnya hampir sama dengan Silicon Valley Bank.

"Kami tentu memantau apa yang terjadi di First Republic. Mereka adalah salah satu bank yang sedikit lebih tertekan, tetapi kami tidak memiliki pengumuman saat ini tentang tindakan apa pun yang kami ambil," ujar pejabat Gedung Putih itu, yang enggan diungkapkan identitasnya.

Selain itu, Gedung Putih juga mengawasi kemungkinan adanya arus keluar uang ke bank-bank besar, dan tetap berkomitmen untuk memastikan persaingan yang kuat di sektor perbankan, beber pejabat itu.

Dilaporkan sebelumnya, sejumlah pelanggan di AS telah bergegas untuk memindahkan dana simpanan mereka ke raksasa perbankan, termasuk JPMorgan Chase & Co, Bank of America dan Citigroup sejak runtuhnya Silicon Valley Bank.

"Presiden memiliki agenda persaingan yang kuat. Kami ingin ada sektor perbankan yang berkembang dengan banyak bank kecil, banyak bank komunitas yang dapat masuk ke sana dan bersaing dengan perusahaan besar," imbuh pejabat tersebut.

"Penting bagi kami agar model bisnis dapat bertahan," tambah dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya