Liputan6.com, Jakarta - Pada bulan Ramadhan, umat Islam dianjurkan untuk lebih giat beribadah dan melakukan amalan. Salah satunya yakni menghadiri majelis ilmu.
Seseorang yang memiliki ilmu juga dianjurkan untuk menyebarkannya. Mengajar mengaji atau berceramah, untuk menyebarkan ilmunya.
Baca Juga
Advertisement
Berikut ini adalah naskah ceramah yang bisa disampaikan pada bulan Ramadhan. Misalnya, pada forum kajian (mjelis taklim), sebelum sholat Jumat, maupun ceramah dalam kesempatan lainnya. Tema ceramah Ramadhan ini adalah 'Sakaratul Maut'.
Kematian pasti datang dan akan terjadi pada tiap makhluk, termasuk manusia. Tak ada seorangpun yang mengetahui kapan sakaratul maut tiba. Lebih baik, kita mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya dengan melakukan amal baik, terutama pada Ramadhan ini.
Terdapat kisah Nabi Idris AS ketika bertemu dengan tamu yang ternyata Malaikat Izrail dan gambaran sakaratul maut seperti disabdakan Rasulullah SAW dalam hadis.
Naskah ceramah ini ditulis oleh Yudi Yansyah S.Pd.i, Penyuluh Agama Islam Kecamatan Bojong Genteng, Kementerian Agama Kabupaten Sukabumi, dikutip dari laman jabar.kemenag.go.id.
Judul asli teks ceramah ini adalah 'Mimbar Dakwah Sesi 35: SAKARATUL MAUT'.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Naskah Ceramah: Sakaratul Maut
Assalamu'alaikum wr wb.
Hadirin rohimakumulloh
Dalam sebuah ayat Allah SWT. Berfirman;
وَلَوْ تَرَىٰٓ إِذْ يَتَوَفَّى ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ ۙ ٱلْمَلَٰٓئِكَةُ يَضْرِبُونَ وُجُوهَهُمْ وَأَدْبَٰرَهُمْ وَذُوقُوا۟ عَذَابَ ٱلْحَرِيقِ
“Kalau sekiranya kamu dapat melihat malaikat-malaikat mencabut nyawa orang-orang yang kafir seraya memukul muka dan belakang mereka serta berkata, “Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar.” (niscaya kamu akan merasa sangat ngeri). (QS. Al-Anfal : 50).
Hadirin rohimakumulloh
Perlu kita ketahui bahwa cara Malakal maut mencabut nyawa itu berbeda beda tergantung dari amal perbuatan orang yang bersangkutan, bila orang yang akan meninggal dunia itu durhaka kepada Allah, maka Malaikat Izrail mencabut nyawa secara kasar. Sebaliknya, bila terhadap orang yang soleh, cara mencabutnya dengan lemah lembut dan dengan hati-hati.
Namun demikian peristiwa terpisahnya nyawa dengan raga tetap teramat menyakitkan. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Sakitnya sakaratul maut itu, seperti tiga ratus kali sakitnya tusukan pedang”. (HR. Ibnu Abu Dunya).
Di dalam kisah Nabi Idris ‘Alahissalam, beliau adalah seorang ahli ibadah, kuat mengerjakan shalat sampai puluhan raka’at dalam sehari semalam dan selalu berzikir di dalam kesibukannya sehari-hari. Catatan amal Nabi Idris ‘Alahissalam yang sedemikian banyak, setiap malam naik ke langit. Hal itulah yang sangat menarik perhatian Malaikat Maut, Izrail. Maka bermohonlah ia kepada Allah Swt agar di perkenankan mengunjungi Nabi Idris ‘Alaihissalam di dunia. Allah Swt, mengabulkan permohonan Malaikat Izrail, maka turunlah ia ke dunia dengan menjelma sebagai seorang lelaki tampan, dan bertamu kerumah Nabi Idris.
“Assalamu’alaikum, yaa Nabi Alloh”. Salam Malaikat Izrail,
“Wa’alaikum salam wa rahmatulloh”. Jawab Nabi Idris ‘Alahissalam.
Nabi Idris ‘Alahissalam sama sekali tidak mengetahui, bahwa lelaki yang bertamu ke rumahnya itu adalah Malaikat Izrail. Seperti tamu yang lain, Nabi Idris ‘Alahissalam melayani Malaikat Izrail, dan ketika tiba saat berbuka puasa, Nabi Idris ‘Alahissalam mengajaknya makan bersama, namun di tolak oleh Malaikat Izrail. Selesai berbuka puasa, seperti biasanya, Nabi Idris ‘Alahissalam mengkhususkan waktunya “menghadap” Allah sampai keesokan harinya.
Semua itu tidak lepas dari perhatian Malaikat Izrail. Juga ketika Nabi Idris terus-menerus berzikir dalam melakukan kesibukan sehari-harinya, dan hanya berbicara yang baik-baik saja. Pada suatu hari yang cerah, Nabi Idris ‘Alahissalam mengajak jalan-jalan “tamunya” itu ke sebuah perkebunan di mana pohon-pohonnya sedang berbuah, ranum dan menggiurkan.
“Izinkanlah saya memetik buah-buahan ini untuk kita,” pinta Malaikat Izrail (menguji Nabi Idris ‘Alahissalam). “Subhanallah, (Maha Suci Allah)” kata Nabi Idris ‘Alahissalam “Kenapa ?” Malaikat Izrail pura-pura terkejut.
“Buah-buahan ini bukan milik kita”. Ungkap Nabi Idris ‘Alahissalam Kemudian Beliau berkata: “Semalam anda menalak makanan yang halal, kini anda menginginkan makanan yang haram”. Malaikat Izrail tidak menjawab. Nabi Idris ‘Alahissalam memperhatikan wajah tamunya yang tidak merasa bersalah. Diam-diam beliau penasaran tentang tamu yang belum dikenalnya itu. Siapakah gerangan? pikir Nabi Idris ‘Alahissalam.
“Siapakah engkau sebenarnya ?” tanya Nabi Idris ‘Alahissalam “Aku Malaikat Izrail”. Jawab Malaikat Izrail. Nabi Idris ‘Alahissalam terkejut, hampir tak percaya, seketika tubuhnya bergetar tak berdaya. “Apakah kedatanganmu untuk mencabut nyawaku ?” selidik Nabi Idris ‘Alahissalam serius.
“Tidak” Senyum Malaikat Izrail penuh hormat. “Atas izin Allah, aku sekedar berziarah kepadamu”. Jawab Malaikat Izrail. Nabi Idris manggut-manggut, beberapa lama kemudian beliau hanya terdiam. “Aku punya keinginan kepadamu”. Tutur Nabi Idris ‘Alahissalam “Apa itu ? katakanlah !”. Jawab Malaikat Izrail. “Kumohon engkau bersedia mencabut nyawaku sekarang. Lalu mintalah kepada Allah Swt untuk menghidupkanku kembali, agar bertambah rasa takutku kepada-Nya dan meningkatkan amal ibadahku”. Pinta Nabi Idris ‘Alahissalam. “Tanpa seizin Allah, aku tak dapat melakukannya”, tolak Malaikat Izrail.
Pada saat itu pula Allah Subhanahu Wa Ta’ala memerintahkan Malaikat Izrail agar mengabulkan permintaan Nabi Idris ‘Alahissalam. Dengan izin Allah Malaikat Izrail segera mencabut nyawa Nabi Idris ‘Alahissalam. sesudah itu beliau wafat. Malaikat Izrail menangis, memohonlah ia kepada Allah Swt agar menghidupkan Nabi Idris ‘Alahissalam. kembali. Allah mengabulkan permohonannya. Setelah dikabulkan Allah Nabi Idris ‘Alahissalam hidup kembali.
“Bagaimanakah rasa mati itu, sahabatku?” Tanya Malaikat Izrail. “Seribu kali lebih sakit dari binatang hidup dikuliti”. Jawab Nabi Idris ‘Alahissalam. “Caraku yang lemah lembut itu, baru kulakukan terhadapmu”. Kata Malaikat Izrail.
Saudaraku, itulah sepenggal kisah sakratul maut yang dialami oleh Nabi Idris ‘Alahissalam. Lalu bagaimana jika sakratul maut itu terjadi dengan kita? Sudahkah kita mempersiapkan diri untuk menghadapi sakaratul maut?
Imam Ghozali mengutip atsar Al Hasan mengatakan, “Demi Allah, seandainya jenazah yang sedang kalian tangisi bisa berbicara sekejab, lalu menceritakan (pengalaman sakaratul mautnya) pada kalian, niscaya kalian akan melupakan jenazah tersebut, dan mulai menangisi diri kalian sendiri”.
Advertisement
Kematian dalam Al Qur’an:
Pertama, kematian bersifat memaksa dan siap menghampiri manusia walaupun kita berusaha menghindarkan resiko-resiko kematian. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, Katakanlah: “Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu ke luar (juga) ke tempat mereka terbunuh”. Dan Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Allah Maha Mengetahui isi hati. (QS. Ali Imran, 3:154)
Kedua, kematian akan mengejar siapapun meskipun ia berlindung di balik benteng yang kokoh atau berlindung di balik teknologi kedokteran yang canggih serta ratusan dokter terbaik yang ada di muka bumi ini. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, “Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendati pun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: “Ini adalah dari sisi Allah”, dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: “Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)”. Katakanlah: “Semuanya (datang) dari sisi Allah”. Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikit pun? (QS. An-Nisa 4:78)
Ketiga, kematian akan mengejar siapapun walaupun ia lari menghindar. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, “Katakanlah: “Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. (QS. al-Jumu’ah, 62:8)
Keempat, kematian datang secara tiba-tiba. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Luqman 31:34)
Kelima, kematian telah ditentukan waktunya, tidak dapat ditunda atau dipercepat Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, “Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS, Al-Munafiqun, 63:11)
Dahsyatnya Sakaratul Maut
Rasulullah SAW bersabda, “Kematian yang paling ringan ibarat sebatang pohon penuh duri yang menancap di selembar kain sutera. Apakah batang pohon duri itu dapat diambil tanpa membawa serta bagian kain sutera yang tersobek?” (HR. Bukhari)
Dalam sebuah Atsar (pendapat) para sahabat Rasulullah SAW, Ka’b al-Ahbar berpendapat, “Sakaratul maut ibarat sebatang pohon berduri yang dimasukkan kedalam perut seseorang. Lalu, seorang lelaki menariknya dengan sekuat-kuatnya sehingga ranting itupun membawa semua bagian tubuh yang menyangkut padanya dan meninggalkan yang tersisa”.
Imam Ghozali berpendapat, “Rasa sakit yang dirasakan selama sakaratul maut menghujam jiwa dan menyebar ke seluruh anggota tubuh sehingga bagian orang yang sedang sekarat merasakan dirinya ditarik-tarik dan dicerabut dari setiap urat nadi, urat syaraf, persendian, dari setiap akar rambut dan kulit kepala hingga kaki”.
Imam Ghozali juga mengutip suatu riwayat ketika sekelompok Bani Israil yang sedang melewati sebuah pekuburan berdoa pada Allah Swt agar Ia menghidupkan satu mayat dari pekuburan itu sehingga mereka bisa mengetahui gambaran sakaratul maut. Dengan izin Allah melalui suatu cara tiba-tiba mereka dihadapkan pada seorang pria yang muncul dari salah satu kuburan. “Wahai manusia !”, kata pria tersebut. “Apa yang kalian kehendaki dariku? Limapuluh tahun yang lalu aku mengalami kematian, namun hingga kini rasa perih bekas sakaratul maut itu belum juga hilang dariku.”
Proses sakaratul maut bisa memakan waktu yang berbeda untuk setiap orang, dan tidak dapat dihitung dalam ukuran detik seperti hitungan waktu dunia ketika kita menyaksikan detik-detik terakhir kematian seseorang. Mustafa Kemal Attaturk, bapak modernisasi (sekularisasi) Turki, yang mengganti Turki dari negara bersyariat Islam menjadi negara sekular, dikabarkan mengalami proses sakaratul maut selama 6 bulan (walau tampak dunianya hanya beberapa detik), seperti dilaporkan oleh salah satu keturunannya melalui sebuah mimpi.
Rasa sakit sakaratul maut dialami setiap manusia, dengan berbagai macam tingkat rasa sakit, ini tidak terkait dengan tingkat keimanan atau kezhaliman seseorang selama ia hidup. Sebuah riwayat bahkan mengatakan bahwa rasa sakit sakaratul maut merupakan suatu proses pengurangan kadar siksaan akhirat kita kelak. Demikianlah rencana Allah.
Imam Ghozali mengutip sebuah riwayat yang menceritakan tentang keinginan Ibrahim ‘Alahissalam untuk melihat wajah Malaikatul Maut ketika mencabut nyawa orang zhalim. Allah Swt pun memperlihatkan gambaran rupa Malaikatul Maut sebagai seorang pria besar berkulit legam, rambut berdiri, berbau busuk, memiliki dua mata, satu di depan satu di belakang, mengenakan pakaian serba hitam, sangat menakutkan, dari mulutnya keluar jilatan api, ketika melihatnya Ibrahim ‘Alahissalam pun pingsan tak sadarkan diri.
Setelah sadar Ibrahim ‘Alahissalam pun berkata bahwa dengan memandang wajah Malaikatul Maut rasanya sudah cukup bagi seorang pelaku kejahatan untuk menerima ganjaran hukuman kejahatannya, padahal hukuman akhirat Allah jauh lebih dahsyat dari itu.
Kisah ini menggambarkan bahwa melihat wajah Malakatul Maut saja sudah menakutkan apalagi ketika sang Malaikat mulai menyentuh tubuh kita, menarik paksa ruh dari tubuh kita, kemudian mulai menghentak-hentak tubuh kita agar ruh (yang masih cinta dunia dan enggan meninggalkan dunia) lepas dari tubuh kita ibarat melepas akar serabut-serabut baja yang tertanam sangat dalam di tanah yang terbuat dari timah keras.
Itulah wajah Malaikatul Maut yang akan mendatangi kita kelak dan memisahkan ruh dari tubuh kita. Itulah wajah yang seandainya kita melihatnya dalam mimpi sekalipun maka kita tidak akan pernah lagi bisa tertawa dan merasakan kegembiraan sepanjang sisa hidup kita.
Tentang dahsyatnya sakaratul maut orang-orang yang zalim, Allah Swt berfirman, “Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): “Keluarkanlah nyawamu”. Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.” (QS. Al-An’am 6:93)
Dalam ayat lain Allah Swt menegaskan, “(Yaitu) orang-orang yang dimatikan oleh para malaikat dalam keadaan berbuat lalim kepada diri mereka sendiri, lalu mereka menyerah diri (sambil berkata); “Kami sekali-kali tidak mengerjakan sesuatu kejahatan pun”. (Malaikat menjawab): “Ada, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang telah kamu kerjakan”. Maka masukilah pintu-pintu neraka Jahanam, kamu kekal di dalamnya. Maka amat buruklah tempat orang-orang yang menyombongkan diri itu.” (QS. An-Nahl : 28-29)
Di akhir sakaratul maut, seorang manusia akan diperlihatkan padanya wajah dua Malaikat Pencatat Amal. Kepada orang zhalim, si malaikat akan berkata, “Semoga Allah tidak memberimu balasan yang baik, engkaulah yang membuat kami terpaksa hadir kami ke tengah-tengah perbuatan kejimu, dan membuat kami hadir menyaksikan perbuatan burukmu, memaksa kami mendengar ucapan-ucapan burukmu. Semoga Allah tidak memberimu balasan yang baik !” Ketika itulah orang yang sekarat itu menatap lesu ke arah kedua malaikat itu.
Ketika sakaratul maut hampir selesai, di mana tenaga mereka telah hilang dan ruh mulai merayap keluar dari jasad mereka, maka tibalah saatnya Malaikatul Maut mengabarkan padanya rumahnya kelak di akhirat. Rasulullah SAW pernah bersabda, “Tak seorangpun diantara kalian yang akan meninggalkan dunia ini kecuali telah diberikan tempat kembalinya dan diperlihatkan padanya tempatnya di surga atau di neraka”.
Dan inilah ucapan malaikat ketika menunjukkan rumah akhirat seorang zhalim di neraka, “Wahai musuh Allah, itulah rumahmu kelak, bersiaplah engkau merasakan siksa neraka”. Naudzu bila min dzalik!
Sebaliknya Imam Ghozali mengatakan bahwa orang beriman akan melihat rupa Malaikatul Maut sebagai pemuda tampan, berpakaian indah dan menyebarkan wangi yang sangat harum.
Allah Swt menggambarkan dalam firman-Nya, “Dan dikatakan kepada orang-orang yang bertakwa: “Apakah yang telah diturunkan oleh Tuhanmu?” Mereka menjawab: “(Allah telah menurunkan) kebaikan”. Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat (pembalasan) yang baik. Dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa, (yaitu) surga Adn yang mereka masuk ke dalamnya, mengalir di bawahnya sungai-sungai, di dalam surga itu mereka mendapat segala apa yang mereka kehendaki. Demikianlah Allah memberi balasan kepada orang-orang yang bertakwa. (yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): “Assalamu alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan”. (QS, An-Nahl, 16 : 30-31-32)
Dan saat terakhir sakaratul mautnya, malaikatpun akan menunjukkan surga yang akan menjadi rumahnya kelak di akhirat, dan berkata padanya, “Bergembiaralah, wahai sahabat Allah, itulah rumahmu kelak, bergembiralah dalam masa-masa menunggumu”.
Semoga kita yang masih hidup dapat selalu dikaruniai hidayah-Nya, berada dalam jalan yang benar, selalu istiqomah dalam keimanan, dan termasuk umat yang dimudahkan-Nya, selama hidup di dunia, di akhir hidup, ketika sakaratul maut, di alam barzakh, di Padang Mahsyar, di jembatan jembatan Sirath-al mustaqim, dan seterusnya, amiin. Wassalamu'alaikum Wr.Wb.
Tim Rembulan
Advertisement