Liputan6.com, Jakarta - Argumentasi pemerintah Amerika Serikat (AS) dan platform sosial TikTok atas potensi pelarangan penggunaannya di Negeri Paman Sam berada di titik baru saat CEO TikTok Shou Zi Chew dicecar komite anggota parlemen DPR negara itu dalam siang selama lima jam pada Kamis, 23 Maret 2023, waktu setempat.
Melansir ABC News, Sabtu (25/3/2023), aplikasi yang berbasis di China ini telah menghadapi pengawasan yang semakin meningkat dari pejabat pemerintah AS karena kekhawatiran bahwa data pengguna dapat jatuh ke tangan pemerintah China. Juga, terdapat dugaan bahwa aplikasi tersebut dapat dipersenjatai China untuk menyebarkan informasi yang salah.
Advertisement
Di samping, muncul juga argumentasi bahwa TikTok berpotensi punya dampak buruk bagi kesehatan mental remaja AS. Terkait ini, kekhawatiran serupa sudah menyeruak sejak beberapa waktu lalu.
Mengutip CNN, perwakilan GOP Mike Gallagher, ketua yang masuk dari komite pemilihan DPR baru di China, sempat menyebut TikTok "fentanyl digital" karena diduga memiliki "dampak korosif dari penggunaan media sosial yang konstan, terutama pada pria dan wanita muda di Amerika."
Jaksa Agung Indiana mengajukan dua gugatan terhadap TikTok akhir tahun lalu, termasuk tuduhan bahwa platform tersebut memikat anak-anak dengan mengklaimnya ramah bagi pengguna berusia antara 13 hingga 17 tahun. Sementara, satu studi dari kelompok nirlaba mengklaim TikTok dapat menampilkan konten yang berpotensi berbahaya.
Misalnya, konten terkait bunuh diri dan gangguan makan pada remaja dalam beberapa menit setelah mereka membuat akun. TikTok jauh dari satu-satunya media sosial yang diteliti anggota parlemen dan pakar kesehatan mental karena pengaruhnya terhadap remaja, khususnya di AS.
Tidak Hanya TikTok, tapi ...
Eksekutif teratas dari beberapa perusahaan, termasuk TikTok, telah dikritik di Kongres AS terkait masalah tersebut. Pada Januari 2023, Sekolah Umum Seattle menggugat perusahaan media sosial, seperti Facebook, Instagram, TikTok, Snapchat, dan YouTube dengan tuduhan "menyebabkan krisis kesehatan mental remaja," mempersulit sistem sekolah "untuk memenuhi misi pendidikannya."
Tapi, psikolog Dr. Jean Twenge mengatakan algoritma TikTok khususnya "sangat canggih" dan "sangat lengket," yang membuat remaja terlibat lebih lama di platform. TikTok telah mengumpulkan lebih dari satu miliar pengguna global.
Para pengguna tersebut menghabiskan rata-rata 1,5 jam per hari pada tahun lalu, lebih banyak dari platform media sosial lain, menurut platform analitis digital SensorTower.
"Banyak remaja menggambarkan pengalaman menggunakan TikTok dan berniat menghabiskan 15 menit, lalu mereka menghabiskan dua jam atau lebih. Itu bermasalah karena semakin banyak waktu yang dihabiskan remaja di media sosial, semakin besar kemungkinan ia mengalami depresi, dan itu terutama berlaku untuk penggunaan ekstrem," kata Twenge.
Advertisement
Menambah Peningkatan Masalah Kesehatan Mental
Itu juga dicatat menambah peningkatan jangka panjang dalam masalah kesehatan mental, sebagian didorong oleh teknologi. Psikolog mengatakan, ketika smartphone dan media sosial tumbuh sekitar tahun 2012, begitu pula tingkat depresi di kalangan remaja.
Antara 2004 dan 2019, tingkat depresi remaja naik hampir dua kali lipat, menurut Administrasi Layanan Penyalahgunaan Zat dan Kesehatan Mental AS. Angka pada gadis remaja itu lebih buruk. Pada 2019, satu dari empat gadis AS mengalami depresi klinis, menurut Twenge.
TikTok mengatakan memiliki alat untuk membantu pengguna menetapkan batasan berapa lama mereka menghabiskan waktu di aplikasi setiap hari. TikTok juga terus meluncurkan perlindungan lain untuk penggunanya, termasuk cara memfilter video dewasa atau "berpotensi bermasalah," juga lebih banyak kontrol orangtua.
Di sidang Kongres AS, Kamis lalu, perwakilan Earl Carter, R-Ga., bertanya pada Chew tentang video tantangan TikTok yang berbahaya seperti "tantangan blackout," yang menurut para kritikus mendorong pengguna mencekik diri sendiri.
Tiktok Hadapi Tuntutan Hukum
TikTok menghadapi beberapa tuntutan hukum dari orangtua yang mengatakan anak mereka meninggal saat mencoba tantangan tersebut. Perusahaan telah memblokir pencarian untuk #blackoutchallenge, The Washington Post melaporkan.
"Mengapa TikTok secara konsisten gagal mengidentifikasi dan memoderasi video berbahaya semacam ini?" tanya Carter. "Mengapa Anda tidak bisa mengendalikan ini?"
Chew menjawab, "Ini adalah tantangan industri yang nyata dan kami bekerja sangat keras." "Kami tidak berbicara tentang industri," jawab Carter. "Kita berbicara tentang TikTok."
Sementara, dalam keterangan perusahaan pada CNN, Januari 2023, mereka menyebut, "Salah satu komitmen terpenting kami adalah mendukung keselamatan dan kesejahteraan remaja, dan kami menyadari pekerjaan ini tidak pernah selesai."
"Kami terus fokus pada perlindungan keamanan yang kuat untuk komunitas kami sambil memberdayakan orangtua dengan kontrol tambahan untuk akun remaja mereka melalui TikTok Family Pairing," imbuhnya.
Perusahaan mengatakan antara April dan Juni 2022, mereka menghapus 93,4 persen video tentang menyakiti diri sendiri dan bunuh diri dari aplikasi sebelum dilihat pengguna. Tapi, remaja mengatakan itu bukan video paling mengerikan yang membuat mereka tetap terlibat. Ini adalah konten yang diprogram untuk mereka di bagian "Untuk Anda" di aplikasi.
Advertisement