Liputan6.com, Tulungagung - Dua pemuda asal Kabupaten Blitar, Jawa Timur ditangkap petugas Satreskrim Polres Tulungagung karena mengedarkan bahan peledak untuk petasan selama Ramadan hingga Lebaran 1444 Hijriah.
Kasat Reskrim Polres Tulungagung AKP Agung Kurnia Putra mengatakan pengungkapan kasus peredaran bahan peledak (handak) untuk petasan itu awal terungkap dari operasi penangkapan tersangka MA (27) saat melakukan transaksi di wilayah Jembatan Ngujang II, akhir pekan lalu.
Advertisement
"Pelaku pertama yang kami tangkap adalah MA ini, baru kemudian berkembang ke tersangka kedua berinisial DN (25) yang kami amankan di rumahnya di daerah Ponggok, Blitar," katanya di Tulungagung, dilansir dari Antara, Sabtu (25/3/2023).
Total barang bukti yang diamankan ada sekitar 50 kilogram. Rinciannya 33,5 kilogram sudah berupa bubuk mesiu, tiga kilogram potasium, 250 gram benzoat, sulfur atau belerang, serta serbuk arang kayu satu kilogram.
Empat jenis bahan yang disebut terakhir merupakan bahan baku untuk membuat bahan peledak atau bubuk mesiu yang biasanya digunakan dalam petasan kertas saat jelang Lebaran ataupun perayaan tertentu. Bahan peledak itu rencananya akan dijual dalam bentuk petasan.
Menurut Agung, penangkapan bermula dari informasi adanya seseorang yang belakangan diketahui berinisial MA membawa 12,5 kilogram mesiu di wilayah Kecamatan Sumbergempol.
Setelah penangkapan dan penggeledahan terhadap pelaku MA, petugas kembali menemukan 20 kilogram mesiu di rumah MA di Kecamatan Sanankulon Kabupaten Blitar. Dari pemeriksaan, ternyata MA bekerjasama dengan DN, warga Kecamatan Ponggok Kabupaten Blitar.
Diduga Meracik Sendiri
Di rumah DN, petugas kembali menemukan sekitar 15 kilogram bahan peledak buang disimpan di kandang sapi. "Yang bersangkutan menjual bahan peledak dan juga meracik petasan," katanya.
Polisi sampai saat ini masih mendalami asal-usul bahan peledak tersebut, apakah membeli dari pihak tertentu atau meraciknya sendiri.
Namun jika menilik pada temuan bahan baku bubuk mesiu tersebut, kuat dugaan salah satu atau kedua pelaku memiliki kemampuan meracik/memproduksi bahan peledak secara mandiri.
Polisi juga meyakini bahwa kedua pelaku bukan pertama kali ini menjual bahan peledak. Mereka kini ditahan dan dijerat dengan Pasal 1 Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dengan ancaman hukuman maksimal penjara 20 tahun," tuturnya.
Advertisement