Sukoharjo - Jamu termasuk warisan tradisi budaya yang tidak ternilai harganya. Jamu tidak bisa dipisahkan dari budaya masyarakat peraciknya. Jamu konon berkembang sejak zaman Kerajaan Mataram.
Sejumlah literasi juga mengungkapkan bahwa relief Karmawibhangga di Candi Borobudur, serta relief di beberapa candi lain seperti Candi Prambanan dan Candi Brambang juga ada yang mengisahkan tentang alat pembuatan jamu. Jadi, jamu dan tradisi meraciknya telah ada sejak lama.
Advertisement
Laman indonesia.go.id bahkan menyebutkan bahwa tradisi minum jamu ini diperkirakan sudah ada sejak 1300 Masehi. Kata jamu diyakini berasal dari bahasa Jawa Kuno, Djampi dan Oesodo. Djampi bermakna penyembuhan dan Oesodo bermakna kesehatan.
Mengutip laman Antara, minuman berkhasiat khas Indonesia ini awalnya hanya dijadikan sebagai ramuan obat saja. Namun, jamu tradisional kini telah banyak digunakan untuk meningkatkan stamina serta kesehatan pada umumnya.
Salah satu daerah yang menyatakan diri sebagai "Kabupaten Jamu Tradisional" adalah Sukoharjo, di Provinsi di Jawa Tengah. Kabupaten ini punya pasar jamu, yakni Pasar Nguter. Banyak julukan yang disematkan kepada kabupaten ini, seperti Kota Makmur, Kota Tekstil, Kota Gamelan, The House of Souvenir, Kota Gadis (perdagangan, pendidikan, industri, dan bisnis), Kabupaten Batik, Kabupaten Pramuka dan tentunya Kabupaten Jamu.
Pasar Nguter berada di Desa Nguter, sebuah daerah di Sukoharjo yang jadi sentral jamu tradisional. Beberapa orang peracik jamu dahulu mencoba melestarikan tradisi meracik jamu. Kini secara turun-menurun berkembang pesat menjadi ratusan pengusaha jamu yang berpusat di Pasar Jamu Nguter.
Di pasar ini tersedia aneka empon-empon sebagai bahan baku utama pembuatan jamu tradisional. Selain itu, ada pula produk jamu yang telah dikemas .
Produk Jamu Sesuai Selera Anak Muda
Puan Maharani saat menjabat Menteri Koordinasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, bahkan menetapkan Kabupaten Sukoharjo, di Jawa Tengah, sebagai destinasi wisata jamu tradisional. Pemerintah meyakini potensi industri jamu rumahan yang ada di kabupaten itu bisa menjadi daya tarik wisata.
BPOM RI bersama Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) mencanangkan “Kabupaten Sukoharjo Menuju Destinasi Wisata Jamu Indonesia” pada 18 Maret 2019.
Pasar Nguter pun kini telah dibangun menjadi pasar yang bagus dan menjadi Pasar Jamu Nguter. Pemerintah Kabupaten Sukoharjo kemudian memberikan fasilitas untuk membuka Kafe Jamu yang sasarannya bukan hanya orangtua tetapi juga kalangan milenial atau anak muda.
Produk jamu yang dulu identik dengan rasa pahit, kini dikombinasi dengan selera anak muda dan anak-anak dengan rasa manis. Kafe Jamu di Pasar Nguter awalnya dikelola oleh perusahaan besar sebagai bapak angkat selama dua tahun, kemudian diserahkan kepada Kojai untuk mengelola.
Kafe Jamu di Pasar Nguter Sukoharjo merupakan satu-satunya yang berdiri di Indonesia pada 2019. Kafe Jamu di Pasar Nguter Sukoharjo menawarkan minuman tradisional yang menyehatkan dan jadi tempat anak-anak muda bertemu.
Kafe Jamu menawarkan beragam jenis jamu antara lain minuman campuran kunyit asem susu kedelai, cokelat jahe, kopi susu beras kencur, kopi susu jahe ,temulawak bunga telang, kunyit asem air kelapa, beras kencur susu, teh jahe, temulawak, beras kencur, kunyit asem soda, jahe jeruk sere,, es uwuh, dan kunyit asem.
Advertisement
Kabupaten Jamu Tradisional
Jamu tradisional asal Nguter menjadi sangat berkembang, karena banyak perantau menjual jamu gendong di Jakarta, pada 1995. Satu kampung warga Nguter "bedol desa" mengadu nasib merantau sebagai penjual jamu gendong ke Jakarta
Sedangkan Kojai Sukoharjo terus mengembangkan sayap dengan berkantor di sebelah barat Pasar Soekarno Sukoharjo. Pengurus dan anggota setiap bulan mengadakan pertemuan, memberikan pembinaan dan solusi serta menerima masukan anggota pengusaha jamu tradisional. Hasilnya, anggota Kojai yang awalnya hanya 15 perajin jamu tradisional, sekarang lebih dari 72 orang yang berada di Nguter dan Sukoharjo.
Sedangkan jumlah seluruhnya di Sukoharjo ada 112 pengusaha dan pedagang jamu baik skala kecil, menengah hingga cukup besar. Dari jumlah tersebut ada 25 perusahaan jamu di Sukoharjo yang sudah terdaftar di Departemen Kesehatan.
Penjual jamu tradisional di Nguter tersebut diyakini bisa tetap lestari karena mereka melakukan secara turun-temurun. Dari nenek turun ke anak, cucu dan seterusnya sehingga mudah mengelola dan melestarikan jamu tradisional sebagai warisan leluhur di daerah ini.
Perkembangan usaha jamu tradisional di Sukoharjo terus membaik. Oleh karena itu, Kabupaten Sukoharjo kemudian dicanangkan sebagai Kabupaten Jamu Tradisional, pada 2015. Usaha jamu tradisonal di Sukoharjo semakin berkembang. Banyak pengusaha jamu mendaftarkan perizinan ke Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Pengusaha jamu di Sukoharjo juga terus berinovasi.
Pasar Jamu Satu-Satunya di Indonesia
Produk jamu yang semula lebih banyak berwujud bubuk, dikembangkan dalam bentuk kapsul, kosmetik dan lainnya. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sukoharjo mendukung pelestarian jamu tradisional. Pemkab Sukoharjo meminta Aparatur Sipil Negara (ASN) rutin minum jamu bersama pada setiap hari Jumat.
Bupati Sukoharjo Etik Suryani juga meminta masyarakat untuk menanam tanaman obat keluarga (toga) atau empon-empon di pekarangan rumah agar dikonsumsi sehingga dapat menjaga kesehatan. Tamu dari peserta G20 yang hadir ke Pasar Nguter Sukoharjo juga dikenalkan bahwa di Nguter ada pasar jamu satu-satunya di Indonesia.
Sementara itu, terkait bahan baku jamu, telah dikembangkan di daerah Sukoharjo. Mengingat lahan untuk penanaman bahan baku terbatas, maka terkadang harus mendatangkan dari daerah lain di Jawa Tengah, seperti Magelang, Wonogiri, Purworejo, dan daerah lainnya.
Para pedagang di Pasar Jamu Nguter kini sudah banyak yang mengirim bahan baku jamu kering baik ke Sumatera dan Kalimantan dan pulau lain di luar Jawa. Pelestarian jamu warisan budaya leluhur dapat dilakukan dengan membiasakan masyarakat minum jamu setiap hari. Badan lebih sehat, warisan tradisi juga ikut lestari.
Advertisement