Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan mengenai ditemukannya transaksi janggal atau transaksi mencurigakan Rp 349 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Penjelasan soal transaksi mencurigakan ini dilakukan di hadapan Anggota Komisi XI DPR RI hari ini, Senin (27/3/2023).
Sri Mulyani menjelaskan, dari total transaksi Rp 349 triliun yang dinilai janggal oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), hanya Rp 3,3 triliun yang berkaitan langsung dengan pegawai Kemenkeu.
Advertisement
"Jadi yang benar-benar nanti berhubungan dengan Pegawai Kemenkeu itu Rp 3,3 triliun. Ini 2009 hingga 2023," ujar Sri Mulyani.
Angka Rp 349 triliun merupakan total transaksi yang dianalisa oleh PPATK periode 2009-2023. Laporan tersebut disampaikan PPATK ke Kementerian Keuangan dan aparat penegak hukum.
Sebanyak 100 surat yang disampaikan PPATK ke aparat penegak hukum, nilai transaksinya sebesar Rp 74 triliun. Sementara surat yang disampaikan ke Kementerian Keuangan total transaksinya mencapai Rp 253 triliun yang berasal dari transaksi debit kredit operasional perusahaan-perusahaan, dan korporasi yang tidak ada hubungannya dengan pegawai Kementerian Keuangan.
"Jadi Rp 253 triliun adalah sebetulnya transaksi dari korporasi, Rp 74 triliun itu ada surat PPATK ke APH (aparat penegak hukum)," ucapnya.
"Sehingga yang benar-benar berhubungan dengan kami terkait dengan kalau ini menyangkut tupoksi pegawai Kemenkeu itu ada 135 surat nilainya Rp 22 triliun. Bahkan Rp 22 triliun ini Rp 18,7 triliun itu juga menyangkut transaksi korporasi yang enggak ada hubungan dengan Kemenkeu," imbuh Sri Mulyani.
Reporter: Yunita Amalia
Sumber: Merdeka.com
PPATK Ungkap Transaksi Mencurigakan Rp349 T di Kemenkeu Terkait Kasus Ekspor Impor hingga Pajak
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana menjelaskan asal usul Rp349 triliun transaksi mencurigakan yang dilaporkan ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Transaksi mencurigakan Rp300 triliun lebih itu merupakan hasil tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Ivan mengatakan, Rp349 triliun tersebut bukan merupakan tindak pidana yang terjadi di Kemenkeu. Tetapi laporan yang disampaikan kepada Kemenkeu yang memiliki kewenangan melakukan penyidikan. Sebab indikasi TPPU tersebut berkaitan dengan kasus impor ekspor sampai perpajakan.
"Itu kebanyakan terkait dengan kasus impor-ekspor, kasus perpajakan. Di dalam satu kasus saja kalau kita bicara ekspor-impor itu bisa lebih dari 100 triliun, lebih dari 40 tirliun, itu bisa melibatkan," ujar Ivan saat rapat kerja dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (21/3/2023).
Ivan menjabarkan, laporan hasil analisis (LHA) PPATK itu pertama terkait oknum. Kedua, terkait oknum dan institusinya misalnya dalam kasus ekspor impor dan perpajakan.
"Kedua ada LHA yang terkait oknum dan tusinya, misalnya kita temukan kasus-ekpor impor perpajakan, tapi kita ketemu oknumnya," ujar Ivan.
Ketiga, PPATK tidak menemukan oknumnya tetapi temuan dari tindak pidana asal. Tindak pidana asal itu berkaitan dengan ekspor impor dan pajak.
"Jadi tindak pidana asal misalnya kepabeaan, perpajakan, itu yang kita sampaikan kepada penyidiknya," ujar Ivan Kepala PPATK.
Advertisement
Bukan Tindak Pidana di Kemenkeu
Maka itu, Ivan menegaskan, transaksi Rp300 triliun lebih itu bukan kejadian tindak pidana di Kementerian Keuangan. PPATK menyerahkan laporan kepada Kementerian Keuangan yang memiliki fungsi penyidikan kasus terkait ekspor impor dan pajak.
"Jadi sama sekali tidak bisa diterjemahkan kejadian tindak pidananya itu ke Kementerian Keuangan, ini jauh berbeda. Jadi kalimat di Kementerian Keuangan itu juga kalimat yang salah, itu yang menjadi tugas pokok dan fungsi Kementerian Keuangan," ujarnya.