PPATK Temukan Indikasi TPPU Kepabeanan Rp 189 Triliun Sejak 2017

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengatakan, PPATK telah menemukan transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dengan nilai mencapai Rp 189 triliun.

oleh Liputan6.com diperbarui 29 Mar 2023, 23:41 WIB
PPATK melakukan pemeriksaan dan memberitahu kepada Kemenkeu bahwa ada transaksi mencurigakan senilai Rp 189 triliun pada 2017. Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengatakan, PPATK telah menemukan transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dengan nilai mencapai Rp 189 triliun.

Pertama, PPATK sudah melakukan pemeriksaan dan memberitahu kepada Kemenkeu bahwa ada transaksi mencurigakan senilai Rp 189 triliun pada 2017.

Kemudian, PPATK kembali melakukan pemeriksaan kedua kali di 2020 dan lagi-lagi menemukan transaksi janggal Rp 189 triliun. Ivan menerangkan pemeriksaan dobel dilakukan karena subjek terlapor melakukan pola transaksi dengan mengubah entitasnya.

“Kalau menggunakan pola TPPU sesuai parameter kami, subjek terlapor melakukan transaksi lebih dari Rp 350 triliun. Ini kami sampaikan ke Kemenkeu. Ini kasusnya juga terkait kepabeanan yang tadi Pak Mahfud juga sampaikan,” ujarnyadikutip dari Belasting.id, Rabu (29/3/2023).

Secara kronologis, Ivan menjelaskan pada 2017, PPATK sudah mengundang Kementerian Keuangan untuk mempresentasikan berkas pemeriksaan kasus pertama atas nama subjek yang sama. Dia bilang saat itu undangan dihadiri oleh Dirjen Bea dan Cukai dan Irjen Kemenkeu.

Pada 2017 itu, jabatan Dirjen Bea dan Cukai diampu oleh Heru Pambudi. Sementara Inspektur Jenderal Kemenkeu yang saat itu menjabat adalah Sumiyati, dan kini sudah pensiun.

Ivan menyampaikan PPATK kembali menggelar pemeriksaan terhadap subjek yang sama di 2020 karena subjek terus mengganti entitasnya dalam melakukan indikasi tindak pidana pencucian uang (TPPU).

“Laporan terkait dengan subjek sudah kita berikan hasil analisa kepada pihak Bea Cukai, masih terus dilaporkan oleh perbankan, sehingga kami lakukan lagi pemeriksaan ulang,” kata Ivan.

Kepala PPATK pun sudah menyampaikan kepada Irjen Kemenkeu mengenai pemeriksaan kedua itu. Ivan mengungkapkan Irjen Kemenkeu mengaku tidak melihat adanya jejak mengenai kasus pertama.

“Irjen kemarin saya ketemu tanggal 14 [Maret 2023] itu, mengatakan bahwa hasil pemeriksaan pertama memang tidak ada bekasnya, tidak ada jejaknya di Kementerian Keuangan,” ungkap Ivan. 


PPATK Ungkap Transaksi Mencurigakan Rp349 T di Kemenkeu Terkait Kasus Ekspor Impor hingga Pajak

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelumnya, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana menjelaskan asal usul Rp349 triliun transaksi mencurigakan yang dilaporkan ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Transaksi mencurigakan Rp300 triliun lebih itu merupakan hasil tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Ivan mengatakan, Rp349 triliun tersebut bukan merupakan tindak pidana yang terjadi di Kemenkeu. Tetapi laporan yang disampaikan kepada Kemenkeu yang memiliki kewenangan melakukan penyidikan. Sebab indikasi TPPU tersebut berkaitan dengan kasus impor ekspor sampai perpajakan.

"Itu kebanyakan terkait dengan kasus impor-ekspor, kasus perpajakan. Di dalam satu kasus saja kalau kita bicara ekspor-impor itu bisa lebih dari 100 triliun, lebih dari 40 tirliun, itu bisa melibatkan," ujar Ivan saat rapat kerja dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (21/3/2023).

Ivan menjabarkan, laporan hasil analisis (LHA) PPATK itu pertama terkait oknum. Kedua, terkait oknum dan institusinya misalnya dalam kasus ekspor impor dan perpajakan.

"Kedua ada LHA yang terkait oknum dan tusinya, misalnya kita temukan kasus-ekpor impor perpajakan, tapi kita ketemu oknumnya," ujar Ivan.

Ketiga, PPATK tidak menemukan oknumnya tetapi temuan dari tindak pidana asal. Tindak pidana asal itu berkaitan dengan ekspor impor dan pajak.

"Jadi tindak pidana asal misalnya kepabeaan, perpajakan, itu yang kita sampaikan kepada penyidiknya," ujar Ivan Kepala PPATK.


Bukan Tindak Pidana di Kemenkeu

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Maka itu, Ivan menegaskan, transaksi Rp300 triliun lebih itu bukan kejadian tindak pidana di Kementerian Keuangan. PPATK menyerahkan laporan kepada Kementerian Keuangan yang memiliki fungsi penyidikan kasus terkait ekspor impor dan pajak.

"Jadi sama sekali tidak bisa diterjemahkan kejadian tindak pidananya itu ke Kementerian Keuangan, ini jauh berbeda. Jadi kalimat di Kementerian Keuangan itu juga kalimat yang salah, itu yang menjadi tugas pokok dan fungsi Kementerian Keuangan," ujarnya.

Infografis Ragam Tanggapan Transaksi Mencurigakan Rp 300 Triliun di Kemenkeu (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya