Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md bersama Komisi III DPR telah menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) pada Rabu, 29 Maret 2023 terkait dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Rapat tersebut dimulai dari pukul 15.00 hingga 23.00 WIB.
Mahfud menuturkan, RDPU dengan Komisi III DPR itu berakhir dengan baik. “Semula agak tegang. Pertanyaannya berputar-putar, saling protes karena cara bicara. Pada akhirnya tadi kami clear,” tutur Mahfud dikutip dari Antara, ditulis Kamis (30/3/2023).
Advertisement
Ia menuturkan, dirinya dengan Komisi III DPR RI memiliki kesamaan pemikiran dan kepentingan untuk memajukan negara.
Dalam RDPU, Mahfud menjeaslakn data yang dimilikinya untuk memperjelas kasus dugaan TPPU di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Tidak ada masalah karena yang ditanyakan (saat rapat) sama,saya hanya menjelaskan saja. Datanya hanya ini dan Kemenkeu hanya mengambil satu biji dari sebongkah anggur, itu yang dijelaskan,” kata dia.
Terkait pernyataan ada akses informasi yang ditutup bawahan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani terkait transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun.
"Itu tafsiran saya karena ternyata ketika surat yang tahun 2020 yang memperingatkan agar (surat) yang 2017 itu dilaksanakan. Dibilang tidak ada, ditunjukkan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ini suratnya ada,” ujar dia.
Mahfud Md Duga Sri Mulyani Tak Dapat Data Valid Transaksi Mencurigakan Rp 349 Triliun
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud Md menduga, akses data yang ditutup oleh bawahan Menteri Keuangan Sri Mulyani mengakibatkan tidak mendapatkan data valid.
"Dari keterangan Ibu Sri Mulyani tadi saya ingin jelaskan fakta bahwa ada kekeliruaan pemahaman dan penjelasan karena ditutupnya akses yang sebenarnya dari bawah sehingga apa yang beliau jelaskan tadi adalah data yang diterima tanggal 14 ketika bertemu dengan Pak Ivan,” ujar Mahfud dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi III dan Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, Rabu, 29 Maret 2023, dikutip dari Antara, Kamis (30/3/2023).
Ia menuturkan, pada sebuah pertemuan bersama Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan PPATK ketika ditanyakan soal uang Rp 189 triliun, Sri Mulyani mengaku tidak tahu ada data itu.
“Ketika ditanya oleh Ibu Sri Mulyani ini apa kok ada uang Rp 189 triliun. Itu pejabat tingginya yang eselon 1,oh tidak ada ibu, tidak pernah ada. Pak Ivan bilang ada, baru dia oh iya nanti dicari katanya itu,” ujar Mahfud.
Selanjutnya dijelaskan sebagai dugaan pencucian uang yang dilakukan di Direktorat Bea Cukai dengan 15 entitas. Meski demikian, laporannya diubah menjadi pajak, sehingga saat diteliti ada banyak ditemukan harta yang harus dibayar pajaknya.
“Padahal ini cukai laporannya apa itu emas. Impor emas datang yang mahal-mahal itu tapi dalam surat cukainya itu dibilang emas mentah, diperiksa PPATK diselidiki di mana kamu, emas sudah jadi kok bilang emas mentah? Ini emas mentah tapi dicetak di Surabaya,” kata dia.
Mahfud menuturkan, setelah dicari ke Surabaya, tidak ada hubungannya dengan uang yang diperiksa PPATK diselidiki di mana kamu, emas sudah jadi kok bilang emas mentah? Ini emas mentah tapi dicetak di Surabaya,” tutur dia.
Setelah dicari ke Surabaya, Mahfud menuturkan, tidak ada hubungannya dengan uang yang diperiksa PPATK. Ia menilai, PPATK telah “mengendus” dugaan pencucian uang tersebut sejak 2017 dan langsung dilaporkan ke Kementerian Keuangan lewat Dirjen Bea Cukai dan Irjen Kementerian Keuangan.
“Dua tahun tidak muncul, 2020 dikirim lagi tidak sampai ke Ibu Sri Mulyani, sehingga bertanya ketika kami kasih itu dan dijelaskan yang salah,” kata dia.
Entitas yang Terlibat
Sementara itu, ia menuturkan, jumlah entitas yang terlibat dari Kementerian Keuangan sekitar 491 orang. Ia menegaskan, jangan melibatkan Rafael Alun dengan kasus ini karena terlibat dalam kasus yang berbeda. “yang masuk Rp 189 triliun itu untuk 15 entitas tapi hanya dikeluarkan 1 entitas,” tutur dia.
Advertisement
Indikasi TPPU
Sebelumnya, Sri Mulyani mengatakan mayoritas dana dari transaksi mencurigakan sebesar Rp349 triliun yang terindikasi sebagai tindak pidana pencucian uang (TPPU) tidak terkait dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Jadi yang benar-benar nanti berhubungan dengan pegawai Kementerian Keuangan itu Rp3,3 triliun ini tahun 2009 hingga 2023, 15 tahun seluruh transaksi debit kredit dari seluruh pegawai yang di inquiry tadi," kata Menkeu dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Jakarta, Senin.
Menkeu Sri Mulyani menuturkan nilai transaksi Rp3,3 triliun tersebut merupakan akumulasi transaksi debit kredit pegawai Kemenkeu termasuk penghasilan resmi, transaksi dengan keluarga, dan jual beli harta untuk kurun waktu 2009-2023 yang telah ditindaklanjuti. Bahkan dalam dana Rp3,3 triliun itu, juga terdapat surat berkaitan dengan clearance pegawai yang digunakan dalam rangka mutasi promosi atau fit and proper test.
"Jadi ya tidak ada dalam hubungannya dalam rangka untuk pidana, korupsi atau apa, tapi kalau kita untuk mengecek tadi profiling risk dari pegawai kita. Jadi banyak juga beberapa yang sifatnya adalah dalam rangka kita melakukan tes dari integritas dari staf kita," tuturnya.