Liputan6.com, Jakarta - Pengacara Irjen Teddy Minahasa, Hotman Paris Hutapea memastikan, kliennya akan mengajukan nota pembelaan atau pleidoi atas tuntutan pidana mati terkait kasus peredaran narkoba. Menurut Hotman, isi pleidoi Teddy Minahasa akan berfokus pada pelanggaran hukum acara.
"Jadi pleidoi kami akan fokus ke arah pelanggaran hukum acara yang serius," kata Hotman Paris di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (30/3/2023).
Baca Juga
Advertisement
Hotman menilai, salah satu pelanggaran yang dilanggar dalam persidangan ini adalah bukti chat Whatsapp yang dipenggal-penggal dan hanya kurang dari 10 persen yang diajukan ke persidangan. Menurutnya, hal itu jadi salah satu bukti adanya pelanggaran hukum acara dalam kasus yang menjerat kliennya itu.
"Salah satu contohnya adalah WA dari Teddy Minahasa tanggal 24 September, menyatakan musnahkan, tidak pernah ditunjukan ke saksi manapun. Untuk penyerahan 3 Oktober dan sebagainya, Teddy Minahasa sudah perintahkan musnahkan. Semua saksi juga menyatakan musnakahkan. Ahli bahasa tidak ditanyakan. Banyak hal-hal yang bisa menjadikan bahwa dakwaan tersebut batal demi hukum," tutur Hotman.
Atas dasar itu, kata Hotman, ia memohon tuntutan terhadap Teddy Minahasa bisa batal demi hukum. "Menurut Undang-undang hukum acara tidak boleh dilanggar. Akibatnya dakwaan batal demi hukum," ucap Hotman.
Sebelumnya, mantan Kapolda Sumatera Barat, Irjen Teddy Minahasa dituntut hukuman mati oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus peredaran narkoba. Tuntutan dibacakan saat sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada Kamis (30/3/2023).
"Menjatuhkan terhadap terdakwa pidana mati dengan perintah terdakwa tetap ditahan," ujar salah satu Jaksa.
Jaksa menilai, Irjen Teddy Minahasa terbukti bersalah menjadi perantara dalam jual-beli narkoba jenis sabu.
Jaksa mengatakan, Teddy Minahasa Putra bersama-sama dengan Dody Prawiranegara, Syamsul Ma'arif dan Linda Pujiastuti alias Anita telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana jual beli narkoba jenis sabu.
Hal yang Memberatkan dalam Tuntutan Mati Teddy Minahasa
Jaksa dalam surat tuntutan beberkan beberapa hal yang memperberat hukuman terhadap Teddy Minahasa. Jaksa menerangkan, terdakwa telah menikmati keuntungan dari hasil penjualan narkotika jenis sabu. Kemudian, terdakwa merupakan anggota Polri dengan jabatan Kepala Polisi Daerah Provinsi Sumatera Barat.
Menurut Jaksa, sebagai seorang penegak hukum terlebih dengan tingkat jabatan Kapolda seharusnya terdakwa menjadi garda terdepan dalam memberantas peredaran gelap narkotika.
"Namun terdakwa justru melibatkan dirinya dan anak buahnya dengan memanfaatkan jabatannya dalam peredaran gelap Narkotika sehingga sangat kontradiksi dengan tugas dan tanggung sebagai Kapolda dan tidak mencerminkan sebagai seorang aparat penegak hukum yang baik dan mengayomi masyarakat," kata Jaksa di PN Jakbar, Kamis (30/3/2023).
Lebih lanjut, Jaksa mengutarakan, perbuatan terdakwa telah merusak kepercayaan publik terhadap institusi Polri yang anggotanya kurang lebih 400.000 personil. Selain itu, perbuatan terdakwa telah merusak nama baik Polri.
"Terdakwa tidak mengakui perbuatannya.Terdakwa menyangkal dari perbuatannya dan berbelit-belit dalam memberikan keterangan," ujar dia.
Di samping itu, perbuatan terdakwa sebagai Kapolda telah menghianati perintah Presiden dalam penegakan hukum dan pemberantasan peredaran gelap narkotika.
"Terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan peredaran gelap narkotika," ucap dia.
Sementara itu, hal-hal yang meringankan tidak ada. "Tidak ada," tutup Jaksa.
Advertisement