SIP Akan Diterbitkan Pemerintah, Apa Dokter Boleh Praktik di Banyak Tempat?

Surat Izin Praktik (SIP) akan diterbitkan pemerintah pusat, lantas bolehkah dokter praktik di banyak tempat?

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 31 Mar 2023, 11:00 WIB
Surat Izin Praktik (SIP) akan diterbitkan pemerintah pusat. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) melakukan perbaikan terhadap penerbitan Surat Izin Praktik (SIP) dokter. Nantinya, SIP dokter akan diterbitkan oleh pemerintah pusat, bukan lagi dikeluarkan oleh pemerintah daerah (pemda).

Dirjen Tenaga Kesehatan Kemenkes RI Arianti Anaya menerangkan, sebelumnya SIP dokter hanya diterbitkan oleh pemda, nantinya pemerintah pusat juga akan turun tangan menerbitkan SIP. 

Dalam hal ini, akan ada pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan pemda untuk penerbitan SIP. Hal ini secara bertahap nanti didiskusikan oleh Kemenkes bersama pemda. 

“SIP kalau dulu (diterbitkan) pemda, maka kami sampaikan di sini adalah pemerintah. Nanti kita akan duduk bareng, tentunya harus saling menjaga bahwa pelaksanaan ini bisa berjalan secara transparan,” terang Ade, sapaan akrabnya saat ‘Sosialisasi dan FGD RUU Kesehatan: Penyederhanaan Proses SIP dan STR’ yang diikuti Health Liputan6.com di Hotel Gran Melia, Jakarta, Kamis (30/3/2023).

“Kami nanti akan membagi, siapa yang mana, yang menjadi kewenangan pemda, mana yang menjadi kewenangan pemerintah (pusat).”

Izin Praktik Berdasarkan Need Assessment 

Lantas, dengan adanya penerbitan SIP dokter di tangan pemerintah pusat, bolehkah dokter berpraktik di banyak tempat? Seperti diketahui, banyak dokter yang berpraktik tidak hanya di satu daerah atau satu fasilitas kesehatan (faskes) saja.

Ade menjelaskan, penerbitan SIP akan menyesuaikan dengan kebutuhan dokter di masing-masing daerah. SIP pun dipertimbangkan terbit berdasarkan analisis kebutuhan (need assessment).

“Contohnya, kalau saja di daerah terpencil, dokternya cuma satu. Enggak mungkin kan SIP-nya 3. SIP tambahannya itu dimungkinkan diberikan, tetapi diberikan oleh pusat berdasarkan need assesment. Selebihnya kalau yang reguler, tetap dilakukan oleh pemda,” jelasnya.


SIP Tetap Berlaku 5 Tahun

SIP dokter tetap berlaku 5 tahun. merdeka.com/Arie Basuki)

Untuk masa berlaku SIP dokter sendiri, Arianti Anaya menekankan tidak ada perubahan. Masa berlaku SIP tetap 5 tahun. Artinya, perpanjangan SIP tiap 5 tahun sekali.

“SIP kalau dulu 5 tahun, maka sekarang pun akan 5 tahun,” tegasnya.

Sistem SIP Terintegrasi Kemenkes

Dari sisi perbaikan sistem informasi, penerbitan SIP dokter akan menerapkan sistem terintegrasi Kemenkes. Sebelumnya, sistem SIP hanya berada di pemda.

Tujuan dari sistem terintegrasi Kemenkes, yakni sistem tersebut dapat diakses luas, baik pemda maupun stakeholder terkait.

“Sistem informasi, kalau sekarang ini masih pemda, maka nanti pemberian SIP-nya semua terintegrasi menjadi satu kesatuan sehingga ini bisa diakses oleh stakeholder terkait,” Ade melanjutkan.

“Bisa diakses oleh pemda bisa diakses oleh pemerintah dan juga oleh tenaga kesehatan itu sendiri.”


Penyederhanaan SIP Tak Bisa Dilakukan Serampangan

Penyederhanaan SIP dokter tak boleh dilakukan serampangan. (merdeka.com/Arie Basuki)

Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto mengingatkan bahwa proses mengurus Surat Izin Praktik (SIP) dan Surat Tanda Registrasi (STR) dokter tak bisa dilakukan serampangan. Penegasan ini menyusul adanya rencana menyederhanakan alur SIP dan STR agar tidak lagi menyulitkan dokter.

"Saya sudah mendengar adanya keluhan tenaga kesehatan terkait rekomendasi, proses dan biaya administrasi (pengurusan SIP dan STR). Masalah ini harus diakui dan ketiga stakeholder, yakni Kementerian Kesehatan, Organisasi Profesi, dan Konsil harus dapat bersinergi untuk menyelesaikan permasalahan ini," ujar Edy dalam pernyataan resmi yang diterima Health Liputan6.com, Sabtu (18/3/2023).

Harus Tetap Perhatikan Mutu dan Kompetensi

Lebih lanjut, Edy menyebutkan, agar penyederhanaan administrasi bagi tenaga kesehatan tetap harus memerhatikan mutu, kompetensi, dan legalitas dari tenaga kesehatan. Artinya, prosesnya tidak bisa serampangan.

“Perlu sinergi pemerintah dalam hal ini Kemenkes dan dinas kesehatan, organisasi profesi kesehatan, serta konsil,” lanjutnya.

Edy juga memberikan saran alternatif pembagian tugas. Yakni organisasi profesi fokus pada pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi. Lalu registrasi tenaga kesehatan menjadi kewenangan konsil.

“Izin praktik (dokter, tenaga kesehatan) oleh pemerintah,” ucapnya.

Infografis SOP Penyelenggaraan Tempat Rehabilitasi (Liputan6.com/Trie Yasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya