Liputan6.com, Bandung - Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyatakan telah terjadi perubahan klimatologis di Indonesia dalam 19 tahun yaitu periode 2001-2019.
Hasil itu merupakan dari pengembangan model dalam aplikasi Sistem Kajian Awal Musim Jangka Madya (Kamajaya) berbasis model atmosfer.
Advertisement
Menurut Peneliti Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, Erma Yulihastin, adanya perubahan klimatologis ini memicu durasi musim hujan lebih panjang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia, khususnya di selatan.
"Karena di Selatan Indonesia ini lah tempatnya food production itu. Sentra pangan itu ada di sini (selatan) dan penduduk terbanyak juga ada di sini. Jadi kami konsen untuk Wilayah Selatan Indonesia," ujar Erma dalam Webinar Hari Meteorologi Dunia ke-73 dicuplik dari akun Youtube MKG ITERA, Bandung, Jumat, 31 Maret 2023.
Erma menyebutkan dari hasil penelitian soal perubahan klimatologis terlihat di Sumatera Selatan dan Kalimantan serta sebagian wilayah di selatan Pulau Sulawesi terjadi penambahan musim hujan selama 49 hari.
Sementara, di Lampung dan bagian barat Pulau Jawa durasi musim hujan berlangsung lebih panjang 12 hari.
Erma mengatakan selama musim hujan akan terjadi peningkatan hujan yang lebih ekstrem, dan selama musim kemarau hujan ekstrem semakin sering terjadi di Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Namun durasi hari kering mengalami peningkatan selama musim hujan untuk wilayah selatan Indonesia. Hasil penelitian tim di BRIN, menunjukkan perubahan temperatur signifikan di Pulau Sumatra, Jawa, dan Kalimantan dalam proyeksi penelitian tahun 2021-2050 terhadap 1991 2020," kata Erma.
Dampak di Sejumlah Wilayah
Erma menuturkan untuk temperatur minimum mengalami penurunan di sebagian besar Pantai Laut Utara (Pantura) Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta bagian tengah Jawa Barat. Temperatur maksimum mengalami peningkatan di sebagian besar Pantura Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Sedangkan hari-hari tidak hujan di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan diproyeksikan meningkat. Sehingga lebih kering dan mengalami peningkatan kering yang signifikan, sama halnya di Sumatera Selatan, hingga Lampung.
Perubahan iklim ini jelas Erma, menyebabkan terjadinya Badai Vorteks dan Siklon Tropis, di selatan Nusa Tenggara Timur,.
Dampaknya meningkatkan hujan dan menimbulkan banjir di Madura dan wilayah Jawa Timur lainnya. Selain itu, adanya penghangatan suhu permukaan laut di Laut Jawa di utara Jakarta.
"Di sisi lain, suhu permukaan laut yang mendingin terbentuk di Laut China Selatan telah menciptakan tekanan tinggi. Pendinginan suhu laut itu disebut juga dengan istilah cold tongue," jelas Erma.
Erma menambahkan untuk mengantisipasi kebencanaan yang mungkin terjadi dari badai Badai Vorteks dan Siklon Tropis, diperlukan adanya model prediksi cuaca resolusi tinggi secara temporal dan spasial, dengan wilayah dominan yang luas, serta mengedukasi masyarakat secara komprehensif.
Tujuannya guna membangun Weather Ready Nation yang merupakan upaya memaksimalkan peringatan dini terhadap kejadian vortex ini.
Sehingga dapat memastikan jalur koordinasi dan komunikasi di daerah dengan kesigapan maksimal dan meminimalisasi dampak perubahan iklim yang terjadi.
Advertisement