Liputan6.com, Jakarta - Pemberlakuan Surat Tanda Registrasi (STR) dokter seumur hidup sedang digodok Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). Walau begitu, tetap saja memunculkan pertanyaan, apakah dengan kebijakan tersebut tersebut kompetensi dokter tak hilang?
Dirjen Tenaga Kesehatan Kemenkes RI Arianti Anaya menjamin bahwa Surat Tanda Registrasi yang nantinya akan berlaku seumur hidup itu tidak akan memengaruhi kompetensi dokter. Kompetensi dokter tidak hilang dan tetap terjaga.
Advertisement
“STR itu kan surat tanda register. Artinya, dia (dokter) teregistrasi sebagai tenaga kesehatan,” jelas Ade, sapaan akrabnya saat ‘Sosialisasi dan FGD RUU Kesehatan: Penyederhanaan Proses SIP dan STR’ saat diwawancarai Health Liputan6.com di Hotel Gran Melia, Jakarta, Kamis (30/3/2023).
“Tetapi ketika dia mampu apa tidak dia melakukan kompetensinya untuk melakukan pelayanan, nantinya itu digabung semuanya pada saat mau mengajukan Surat Izin Praktik (SIP). Sama aja, jadi enggak ada yang dihilangkan.”
Kebutuhan STR Dokter
Seperti diketahui, perizinan STR dokter selama ini berlaku 5 tahun. Artinya, STR harus diperpanjang tiap 5 tahun sekali.
Dalam ketentuan sistem proses STR di Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), STR harus selesai proses paling lambat 18 hari kerja dihitung dari diterima berkas di Bagian Registrasi (hari Sabtu Minggu dan hari libur nasional tidak dihitung).
Apabila STR telah habis masa berlakunya, maka Surat Izin Praktik (SIP) juga tidak berlaku dan dokter/dokter gigi tersebut tidak dapat melakukan praktik kedokteran di Indonesia.
STR Cukup Satu Kali Diurus
Perpanjangan Surat Tanda Registrasi (STR) dokter yang tiap 5 tahun sekali dinilai Arianti Anaya mempersulit dokter. Sebab, dokter tidak boleh praktik bilamana pengurusan STR yang diperpanjang belum terbit.
Dengan demikian, STR dokter berlaku seumur hidup yang hanya satu kali mengurus saja.
“Kalau STR kan cukup satu kali, terus kalau dua kali buat apa? Kan kasihan juga namanya dokter-dokter atau tenaga kesehatan itu banyak yang akhirnya berhenti karena rumah sakit enggak berani mempekerjakan sebelum STR-nya diperpanjang, itu selesai, terhenti kan dia,” Ade menambahkan.
“Padahal, kita butuh. Kita melihat bahwa itu STR tanda registrasi saya teregistrasi sebagai dokter, udah uji kompetensi. Nah, nanti tinggal pada saat perpanjangan SIP.”
Penerbitan STR Lebih Transparan
Persoalan STR juga sempat merebak tatkala Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menyebut membutuhkan biaya sampai Rp6 juta. Angka itu sudah dijelaskan Budi Gunadi termasuk total pembiayaan lainnya.
“Sebenarnya kan harga Rp6 jutaan yang disebut Pak Menteri itu termasuk di dalamnya ada biaya-biaya lain,” pungkas Ade.
“Oleh karena itu, kami bersama-sama tentunya bekerja sama dengan organisasi profesi untuk membuat ini lebih transparan, lebih efisien ya sehingga akuntabilitasnya terjaga.”
Advertisement
Pengurusan STR Dibuat Tidak Ribet
Menkes Budi Gunadi Sadikin menginginkan proses pengurusan Surat Tanda Registrasi (STR) untuk dokter dibuat tidak ribet dan biayanya dipermurah. Hal ini juga lantaran banyak dokter mengeluh soal proses perizinan yang terlalu panjang.
STR dokter saat ini harus diperpanjang tiap 5 tahun sekali itu memakan biaya administrasi yang sangat mahal. Bahkan dokter pun harus merogoh kocek jutaan rupiah.
"Kita mau sederhanakan, sebaiknya jangan terlalu banyak perizinannya dan kita permurah. Kan tadi kita dengar tuh, temen-temen dokter bilang mesti bayar berapa-berapa setiap lima tahun sekali (untuk memperpanjang STR)," ucap Menkes Budi Gunadi usai acara 'Public Hearing RUU Kesehatan Bersama dengan Organisasi Profesi' saat ditemui Health Liputan6.com di Gedung Kementerian Kesehatan RI Jakarta, Rabu (15/3/2023).
Perizinan STR Panjang dan Ribet
Soal STR dokter, Budi Gunadi juga menanyakan hal itu kepada Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono. Disebutkan oleh Dante, perizinan STR memang terlalu panjang.
"Saya tanya ke dokter Dante. Dokter Dante kan Wamen saya juga. Katanya, proses perizinannya tuh terlalu complicated, panjang dan ribet," katanya.
"Itu juga yang membuat banyak dokter mengeluh."