Faidlu Ar-Rahman, Kitab Tafsir Kiai Saleh Darat yang Jembatani Islam dan Jawa

KH. Saleh Darat dijuluki Little Ghazali from Java, kenapa?

oleh Liputan6.com diperbarui 01 Apr 2023, 13:36 WIB
Ahmad Ginanjar Syaban, Filolog Santri dalam serial "Inspirasi Sahur 2023" yang ditayangkan oleh akun Youtube BKN PDI Perjuangan menjelang sahur. (Liputan6.com/ ist)

Liputan6.com, Jakarta - Kitab tafsir Faidlu Ar-Rahman merupakan salah satu karya yang penting dalam khazanah literasi Islam di Indonesia. Kitab karya KH. Saleh Darat tersebut memberikan gambaran tentang nilai-nilai ke-Islaman yang dapat diterima oleh kearifan lokal masyarakat Jawa.

Hal itu disampaikan oleh Ahmad Ginanjar Syaban, Filolog Santri dalam serial "Inspirasi Sahur 2023" yang ditayangkan oleh akun Youtube BKN PDI Perjuangan menjelang sahur, dipandu oleh host Fian Muhammad Rofiulhaq pada Jumat (1/04/2023).

"KH. Saleh Darat dijuluki Little Ghazali from Java yang menggambarkan keluasan ilmu yang dimiliki, kearifan dalam mendialogkan antara nilai ke-Islaman yang selaras dengan nilai budaya Jawa, dan besarnya pengaruh yang diberikan terhadap generasi ulama setelahnya," ungkap Ginanjar.

Ginanjar menjelaskan, yang melatarbelakangi KH. Saleh Darat untuk menulis kitab tersebut menurut beberapa mansukrip adalah permintaan langsung dari RA. Kartini setelah berdiskusi mengenai kandungan kitab suci Al-Qu’ran.

"Itu dimaksudkan agar isi kandungan Al-Qur’an dapat dipahami oleh orang-orang dari masyarakat Jawa kala itu," ujarnya.

Ginanjar melanjutkan, hal yang menarik dari KH. Saleh Darat adalah ia ingin menghadirkan nilai-nilai luhur dan juga spirit ajaran agama Islam sehingga dapat diadopsi dan diakses secara langsung oleh masyarakat Jawa dari kalangan awam.

Itu karena bahasa yang digunakan dalam penulisan kitab ini adalah bahasa yang mudah dipahami, sederhana, dan tidak berbelit-belit.

"Ia ingin masyarakat dapat mempelajari dan berpedoman tentang nilai-nilai luhur ajaran agama Islam tanpa harus berbenturan dengan nilai-nilai kearifan lokal budaya Jawa setempat. Artinya, beliau melakukan pribumisasi Islam agar tetap dekat dengan jati diri masyarakat Jawa," katanya.

"Nilai-nilai agama Islam dan nilai-nilai kearifal lokal budaya jawa keduanya dapat saling menguatkan dan melengkapi, sehingga bisa menciptakan peradaban yang damai tanpa harus dipertentangkan," lanjutnya.

Selain itu, pada masa awal penerbitannya, kitab ini justru bukan diterbitkan di Indonesia, melainkan diterbitkan di Singapura, lalu di Mumbai dan terakhir di Kairo.

"Meskipun ditulis dalam bahasa Jawa oleh seorang ulama Jawa, tetapi kitab ini bisa mengkoneksikan semesta pengetahuan tafsir Al-Qur’an berbahasa Jawa dengan pusat-pusat literatur dunia pada masa itu," ia menambahkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya