Liputan6.com, Yogyakarta - Ramadan dan Lebaran memang identik dengan tradisi menyalakan petasan (mercon). Bahkan tak sedikit orang yang beranggapan, Ramadan dan Lebaran tanpa suara petasan kurang meriah dan hampa.
Membunyikan atau menyulut petasan ini seperti menjadi sebuah tradisi legal, terlebih di daerah atau kota-kota kecil. Hampir bisa dipastikan Ramadan dan Lebaran selalu penuh dengan suara petasan karena banyak orang menyulut petasan.
Lantas kapan tradisi itu mulai ada di Indonesia? Siapa yang membawanya dan mengapa bisa dianggap menjadi sebuah tradisi meski hal tersebut membahayakan?
Dikutip dari berbagai sumber, ada dua pendapat tentang asal-muasal petasan ini. Pendapat pertama beranggapan bahwa petasan berasal dari Timur Tengah sedangkan pandangan kedua, petasan berasal dari Tiongkok.
Baca Juga
Advertisement
Sekitar abad ke-9 Masehi, kala itu seorang juru masak China yang tanpa sengaja mencampur kalium nitrat, belerang, dan arang.
Dari campuran ketiga bahan tersebut ternyata menjadi zat yang mudah terbakar, bahkan mudah meledak jika dimasukkan ke dalam batang bambu berongga dan dibakar.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Awal Petasan di Indonesia
Suara ledakan dari bambu tersebut dipercaya oleh masyarakat Cina pada masa itu, sebagai alat untuk mengusir roh jahat yang mengganggu kehidupan.
Oleh karena itu, petasan digunakan dalam upacara-upacara keagamaan, pernikahan, kemenangan perang, dan peristiwa penting lainnya. Petasan juga menjadi simbol kebahagiaan dan kemakmuran.
Petasan diperkirakan dibawa oleh para pedagang Cina yang bermukim di nusantara sejak abad ke-15 Masehi. Selain digunakan untuk acara perayaan, ternyata petasan juga pernah digunakan sebagai alat dalam melawan penjajah pada masa kolonial Belanda.
Sekitar 1650 pemerintah kolonial Belanda melarang penggunaan petasan dengan alasan bahaya dan gangguan ketertiban.
Di Indonesia, petasan diatur dalam Pasal 1 UU Darurat RI No 12 TH 1951 yang berbunyi “Barang siapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya 20 tahun”.
(Penulis: Hermanto Asrori)
Advertisement