Aksan Sjuman Sorot Royalti dan Hak Cipta Musisi Masalah Krusial Dalam Industri Musik Indonesia

Aksan Sjuman menyorot masalah royalti dan hak cipta saat memperkenalkan program Antologi Musik Indonesia di The Apurva Kempinski Bali, pekan ini.

oleh Wayan Diananto diperbarui 01 Apr 2023, 20:30 WIB
Aksan Sjuman menyorot masalah royalti dan hak cipta saat memperkenalkan program Antologi Musik Indonesia yang digelar The Apurva Kempinski Bali, pekan ini. (Foto: Dok. Tim The Apurva Kempinski Bali)

Liputan6.com, Jakarta Aksan Sjuman menyebut dua masalah krusial dalam industri musik Indonesia saat ini. Kedua masalah yang dimaksud mantan personel Dewa 19 ini yakni royalti dan copyright atau hak cipta.

Ini disampaikan Aksan Sjuman dalam sesi perkenalan program Antologi Musik Indonesia yang digelar The Apurva Kempinski Bali sebagai cerminan dari buku bertajuk sama.

“Biasanya masalah royalti dan copyright. Semuanya enggak salah. Selain pendengar, pembuat karya juga paham,” ujarnya dalam sesi tanya jawab virtual bersama Showbiz Liputan6.com, baru-baru ini.

Seiring gencarnya edukasi terkait hak cipta dan royalti para musisi, kesadaran publik untuk menghormati keduanya bergerak signifikan. Aksan Sjuman yakin, ini membuat industri musik Indonesia makin bergairah.


Lack of Knowledge

Aksan Sjuman. (Foto: Dok. Instagram @kempinskibali)

“Problem itu biasanya karena lack of knowledge, tapi sudah mengarah ke arah yang lebih baik. Di sisi lain, ada buku antologi sebagai salah satu cara kita mendokumentasikan sejarah musik,” Aksan Sjuman membeberkan.

Seiring berkembangnya audio, musisi makin aktif melibatkan platform-platform digital yang ada karena pendistribusian musik jadi lebih mudah untuk menjangkau sebanyak mungkin audiens. 

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS


Sudah Pasti Harus Izin

Suasana sesi perkenalan program Antologi Musik Indonesia yang digelar The Apurva Kempinski Bali, pekan ini dihadiri Aksan Sjuman. (Foto: Dok. Tim The Apurva Kempinski Bali)

Narasumber lain, pemerhati musik Adib Hidayat mengulas maraknya aksi meng-cover lagu karya musisi lain. Payung hukum mutlak dibutuhkan untuk mengatur tata krama memproduksi ulang karya orang lain.

“Sudah pasti harus izin, karena engagement pasti tinggi. Moral harus dikedepankan. Idealnya harus ada izin, apalagi sesama musisi dan direkam. Ada hitungan yang bisa disepakati bersama,” Adib Hidayat menjelaskan. 


Ada Payung Hukum

Suasana sesi perkenalan program Antologi Musik Indonesia yang digelar The Apurva Kempinski Bali, pekan ini dihadiri Aksan Sjuman. (Foto: Dok. Tim The Apurva Kempinski Bali)

“Sekarang sudah ada payung hukumnya. Cuma kadang musisi punya perspektif masing-masing jadi tergantung titik temunya di mana. Masing-masing musisi dan pencipta akan ada pembicaraan untuk negosiasi jika lagunya ingin dibawakan,” pungkasnya.

Dalam kesempatan itu, General Manager The Apurva Kempinski Bali, Vincent Guironnet, menyebut program Antologi Musik Indonesia istimewa karena menggambarkan keragaman Indonesia.

“Kami bersyukur dapat berkolaborasi dengan Aksan Sjuman. Musik menggambarkan keragaman budaya negara ini dan melalui kampanye Powerful Indonesia 2023, kami dapat merayakan sekaligus memperingati peran penting musik Indonesia,” tutur Vincent Guironnet.

Infografis Konser Musik Pilihan 2023 di Indonesia.  (Liputan6.com/Triyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya