Liputan6.com, Jakarta - Masing-masing umat Muslim memiliki cara tersendiri untuk menjalani ibadah puasa dengan nyaman. Termasuk dalam hal memilih asupan saat sahur dan berbuka.
Namun, jika berbicara tentang indikator puasa yang tepat, Anda mungkin salah satu yang ikut mempertanyakan soal apa yang bisa dijadikan indikatornya.
Advertisement
Edukator Kesehatan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Dr dr Tan Shot Yen pun memberikan pendapat terkait indikator puasa sehat atau tepat. Pertama, puasa harus dimulai dengan mengonsumsi asupan dengan gizi seimbang.
"Kalau Anda mempunyai cara berpuasa yang tepat, maka Anda harus mempunyai sahur yang sesuai dengan gizi seimbang. Jadi, bukan sekadar minum susu, bukan sekadar makan mi instan," ujar Tan dalam acara media briefing bersama IDI ditulis Minggu, (2/4/2023).
"Atau untuk sekadar mengobati rasa bersalah, mi instan-nya dikasih caisim, dikasih dikit-dikit telur, enggak. Tapi gizi seimbang. Usahakan gizi seimbang Anda berasal dari makanan utuh. Jadi, kalau misalnya Anda punya nasi, ya pakai nasi, pakai beras. Punya jagung, pakai jagung," dia menambahkan.
Puasa Tak Seharusnya Bikin Loyo
Lebih lanjut yang kedua, menurut Tan, puasa tidak seharusnya membuat tenaga seseorang menjadi kendur. Aktivitas sehari-hari yang biasa dilakukan harus tetap bisa dilakukan dengan baik.
"Kedua, ibadah (puasa) itu membuat Anda tidak kendur. Artinya hidup apa adanya. Jadi, kalau misalnya Anda perlu kerja, bangun pagi, ya lakukanlah," kata Dokter Tan Shot Yen.
Cobaan Biasa Terlewati Memasuki Minggu Kedua Puasa
Dalam kesempatan yang sama, Tan mengungkapkan bahwa dari hasil memerhatikan orang berpuasa, rasa-rasa tidak nyaman seperti maag kambuh dan muncul nyeri pada ulu hati biasanya akan hilang setelah melewati minggu pertama.
"Bicara tentang sakit maag, ulu hati nyeri segala macam, kadang-kadang aku perhatikan, badai akan berlalu dengan masuk minggu kedua (puasa). So, minggu pertama memang kadang-kadang ada orang yang merasa sebah ya," ujar Tan.
Tan menjelaskan, rasa sebah atau nyeri biasanya juga bisa muncul pada orang yang sering ngemil. Sehingga ketika berpuasa dan harus menahan makanan masuk, rasa tersebut bias muncul.
"Itu (rasa sebah) kadang-kadang karena biasanya ngemil. Bagi kalian yang hobinya ngemil, dikit-dikit kalau stres tangannya sudah kemana-mana celamitan ambil kemasan (makanan), buka-buka laci. Nah, puasa membuat kita sangat-sangat lebih tertib dalam hidup," kata Tan.
"Jadi kalau misal perutnya agak bunyi, kita bisa mengucapkan astaghfirullah alhamdulillah, ya sudah, terima saja. Ibadahkanlah puasamu, ah itu keren bukan main," tambahnya.
Advertisement
Manfaat Puasa pada Pasien Penyakit Kronis
Tan mengungkapkan bahwa ada banyak kemajuan ditunjukkan oleh orang yang memiliki penyakit kronis seperti GERD, diabetes, dan hipertensi saat menjalani ibadah puasa.
"Aku melihat ada banyak sekali kemajuan, improvement dari orang-orang yang punya penyakit kronis ketika dia berpuasa. Itu hebatnya orang puasa," ujar Tan.
"Orang-orang yang punya penyakit kronis dengan catatan tidak komplikasi berat, jadi misalnya Anda hipertensi grade satu, maka dengan melakukan pembatasan makanan dan tidak ngemil sepanjang hari, insyaAllah tensinya bisa membaik," tambahnya.
Puasa Pasien Penyakit Kronis Harus dengan Pengawasan Dokter
Namun, Tan mengingatkan agar pasien penyakit kronis tidak menjalani puasa tanpa pengawasan dokter. Pastikan obat-obat yang dibutuhkan pun tetap diminum sesuai dengan yang seharusnya.
"Enggak boleh ceraikan dokter Anda ya, ini penting. Jangan pernah mengatakan, 'Eh, gue puasa, sekarang jadi lepas obat'. Nanti dulu. Anda takabur, enggak boleh. Perhatikan, obat tetap diminum. Catat tensi rutin, catat gula darah Anda, report itu ke dokter Anda, dokter nanti bisa bangga banget puasanya bagus," kata Tan.
Advertisement