Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi tahunan atau year on year (y-on-y) sebesar 4,97 persen lebih rendah dibandingkan inflasi tahunan pada bulan Februari 2023 yang sebesar 5,47 persen.
"Sementara itu secara year on year terjadi inflasi sebesar 4,97 persen dan secara tahun kalender terjadi inflasi sebesar 0,68 persen," kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini, dalam konferensi pers BPS, Senin (3/4/2023).
Advertisement
Sedangkan inflasi secara bulanan pada Maret 2023 sebesar 0,18 persen (mtm). Angka ini lebih tinggi dari tingkat inflasi bulanan Februari 2023 sekitar 0,16 persen.
Pudji menjelaskan hal itu dipengaruhi karena indeks harga konsumen meningkat dari 114,16 di Februari 2023 menjadi 114,36 pada Maret 2023.
Adapun penyumbang inflasi bulanan terbesar pada Maret 2023 berasal dari makanan, minuman dan tembakau, diantaranya angkutan udara, bensin, beras, cabai rawit, dan rokok kretek filter.
Sementara, penyumbang deflasi bulanan terbesar untuk kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga adalah tarif air minum PAM.
Lebih lanjut, secara umum dari 90 kota IHK terdapat 65 kota yang mengalami inflasi. Dari 65 tersebut 48 kota inflasinya berada di atas inflasi nasional dan 17 kota lainnya di bawah inflasi nasional, sedangkan 25 kota mengalami deflasi.
"Dari sebaran tersebut di pulau Sumatera inflasi tertinggi di tanjung pandan 0,7 persen. Inflasi terdalam -0,91 persen. Di pulau jawa inflasi tertinggi di Sumenep 0,67 persen, inflasi terdalam bandung -1,50 persen," pungkasnya.
BPS: Inflasi Maret 2023 Capai 0,18 Persen
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat inflasi bulanan di Maret 2023 sebesar 0,18 persen (mtm). Angka ini lebih tinggi dari tingkat inflasi bulanan Februari 2023 sekitar 0,16 persen.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini menerangkan Hal ini terjadi karena indeks harga konsumen meningkat dari 114,16 di Februari 2023 menjadi 114,36 pada Maret 2023.
"Jika dilihat secara series secara bulan ke bulan terlihat lebih tinggi dibandingkan inflasi bulan sebelumnya yaitu Februari 2023 sebesar 0,16 persen," kata dia dalam konferensi pers, Senin (3/4/2023).
Pudji menerangkan, penyumbang inflasi bulanan terbesar pada Maret 2023 berasal dari makanan, minuman dan tembakau sebesar 0,18 persen. Adapun rincianya yakni angkutan udara, bensin, beras, cabai rawit, dan rokok kretek filter.
Disamping itu, terdapat kelompok pengeluaran yang mengalami deflasi terdalam berasal dari kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga yakni -0,26 persen.
Sementara, penyumbang deflasi bulanan terbesar untuk kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga adalah tarif air minum PAM.
Adapun secara tahunan, inflasi Maret 2023 mencapai 4,97 persen, lebih rendah dibandingkan inflasi tahunan pada bulan Februari 2023 yang sebesar 5,47 persen. "Sementara itu secara year on year terjadi inflasi sebesar 4,97 persen dan secara tahun kalender terjadi inflasi sebesar 0,68 persen," pungkasnya.
Advertisement
Waspada Lonjakan Inflasi Pangan di Ramadhan dan Jelang Lebaran 2023
Potensi lonjakan inflasi rawan terjadi selama musim Ramadhan dan Lebaran Idul Fitri menjadi perhatian pemerintah. Hal ini khususnya untuk inflasi harga pangan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, inflasi ini terutama untuk kategori pangan bergejolak atau volatile food, yang angka inflasinya masih bertengger di level 5,7 persen.
"Kita mewaspadai harga pangan ini terutama mulai masuk bulan Ramadhan dan menjelang Hari Raya. Ini adalah faktor yang sekarang jadi perhatian pemerintah, yaitu faktor volatile food," ujar Sri Mulyani dikutip Minggu (2/4/2023).
Sri Mulyani mengatakan, pemerintah bakal mengantisipasi kenaikan mobilitas masyarakat yang biasa terjadi pada bulan suci. Kondisi tersebut juga bakal ikut mendongkrak permintaan untuk kategori pangan volatile food, semisal beras, aneka cabai, ikan segar, aneka bawang, kentang, minyak goreng.
"Kita masih harus waspada. Ini adalah faktor musiman, seasonal dengan masuknya Ramadhan dan Hari Raya, dimana permintaan biasanya akan meningkat," tuturnya.
Ramalan Bank Indonesia
Sementara itu, Bank Indonesia memperkirakan tingkat inflasi Indonesia di semester kedua tahun ini akan melandai. Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo menyebut tingkat inflasi di setelah September akan turun di bawah 4 persen.
“Menurut saya inflasi inti masih sekitar 3 persen. Namun IHK akan turun menjadi di bawah 4 persen, (yakni) 3,5 persen pada semester kedua setelah September ,” kata Perry di Bali Nusa Dua Convention Center, Nusa Dua, Bali, Kamis (30/3).
Perry menjelaskan tingkat inflasi akan melandai setelah bulan September karena tahun lalu peningkatan terjadi di bulan yang sama. Tepatnya pasca pemerintah menaikkan harga BBM atau Bahan Bakar Minyak bersubsidi.
“Karena efek dasar penyesuaian harga BBM tahun lalu,” kata Perry.
Advertisement