Liputan6.com, Jakarta Perkembangan globalisasi memiliki dampak yang baik, salah satunya pada sektor Teknologi Informasi dan Komunikasi. Perkembangan ini kemudian menandakan bahwa era digital telah merambah ke perusahaan-perusahaan rintisan atau startup. Salah satu bidang yang berkembang dalam perusahaan-perusahaan tersebut adalah Fintech atau Financial Technology.
Hal ini disampaikan oleh Anggota DPR RI Komisi XI Andi Achmad Dara dalam acara Penyuluhan Jasa Keuangan (OJK) yang bertema Financial Technology (Fintech) Yang Ramah Untuk Masyarakat, Senin (3/4/2023).
Advertisement
Menurut Andi Dara, Fintech merupakan sebuah inovasi dalam bidang jasa keuangan atau finansial. Inovasi tersebut berupa kolaborasi antara teknologi dengan lembaga penyedia jasa keuangan. Hal ini tentunya mempermudah transaksi keuangan masyarakat.
"Fintech termasuk sistem yang berkembang cukup pesat karena bersinergi satu sama lain dengan e-commerce dimana Fintech akan membantu proses transaksi keuangan masyarakat luas," ujar Andi Dara.
Lebih lanjut ia menjelaskan, hadirnya Fintech telah membantu masyarakat dalam menyelesaikan berbagai masalah. Perpaduan antara efektivitas dan teknologi memiliki dampak positif bagi masyarakat pada umumnya.
"Fintech ini jelas sangat membantu masyarakat dalam menjalankan berbagai macam aktivitas keuangan dengan lebih cepat", jelasnya.
Selain itu, lanjut Andi, Fintech juga dapat membantu perluasan lapangan kerja yang akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Fintech juga dapat menjangkau masyarakat yang tidak dapat dijangkau oleh perbankan konvensional dengan menyediakan modal bagi pebisnis di kalangan bawah, menengah, maupun atas sehingga akan meningkatkan ekonomi secara makro.
"Fintech tentunya akan memudahkan para pelaku UMKM meningkatkan penjualannya melalui e-commerce atau online", pungkasnya.
Masih Banyak Masyarakat Tak Paham Produk Fintech
Indonesia Fintech Society (IFSOC) menyatakan indeks literasi dan inklusi keuangan Indonesia meningkat dengan gap yang mengecil yakni 36 persen. Namun, dengan gap yang masih lebar tersebut masih menimbulkan kerentanan.
Berdasarkan data OJK tahun 2022, indeks literasi keuangan meningkat menjadi 49,6 persen dari sebelumnya 38 persen tahun 2019. Kemudian, indeks inklusi keuangan 2022 meningkat menjadi 85,1 persen dibanding tahun 2019 yang hanya 76,1 persen. Gap tersebut semakin kecil yakni 36 persen.
“Namun, gap 36 persen ini relative masih lebar ini menjadi PR kita Bersama, karena gap yang lebar ini menimbulkan kerentanan dari para konsumen utamanya. Jadi, banyak konsumen masyarakat yang sudah mengakses produk-produk keuangan termasuk produk fintech ini tidak paham betul dengan apa itu produk keuangan dan produk fintech,” kata Steering Committee IFSOC, Tirta Segara, dalam acara Catatan Akhir Tahun 2022 Fintech dan Ekonomi Digital oleh Indonesia Fintech Society (IFSOC), Selasa (27/12/2022).
Oleh karena itu, edukasi keuangan ini menjadi hal yang sangat krusial di dalam perlindungan konsumen secara preventif, kemudian penanganan perlindungan konsumen, serta perlu penindakan tegas dari aktor-aktor yang menyalahgunakan kepercayaan masyarakat ini.
“Ini menjadi kunci untuk mitigasi didalam perlindungan konsumen, karena gap-nya masih sangat tinggi. Sebetulnya gap itu menurut perkiraan kami bisa mengecil,” ujarnya.
Lebih lanjut, jika dilihat dari hasil survei OJK tahun 2019 terkait literasi layanan keuangan digital atau fintech dulu masih 0,34 persen. Namun tahun 2022 meningkat menjadi 10,9 persen. Begitupun dengan indeks inklusi keuangan fintech meningkat menjadi 2,65 persen tahun 2022, dibanding tahun 2019 sebesar 0,11 persen.
“Jadi, secara sectoral peningkatannya juga tinggi. Untuk Inklusinya juga sama tahun 2019 itu inklusinya baru 0,11 persen mungkin karena perusahaan fintechnya belum banyak dan belum terlalu populer, tahun 2022 menjadi 2,65 persen, ini masyarakat yang sudah menggunakan jasa fintech,” ungkapnya.
Advertisement
Catatan Penting Lain
Selain itu, yang menjadi catatan penting lainnya yakni sepanjang tahun 2022, kerugian akibat investasi ilegal mencapai Rp 109 triliun atau naik 44 kali dari tahun sebelumnya. Hal ini karena masih terdapat gap 36 persen antara literasi dan inklusi keuangan.
“Sepanjang 2022 ada catatan menjadi PR kita, yaitu korban investasi ilegal, saya sudah sampaikan antara literasi dan inklusi gapnya masih cukup lebar dan rentan menjadi korban dan di tahun 2022 ini angkanya naik signifikan mencapai Rp 109 triliun, ini datanya dari SWI. Tahun yang lain investasi ilegal itu hanya Rp 10 triliun,” katanya.
Maka, IFSOC menegaskan, edukasi keuangan, perlindungan konsumen, dan penindakan tegas investasi ilegal serta berbagai upaya preventif lainnya perlu didorong untuk membangun ekosistem yang kondusif.
Disamping itu, kata dia, masih banyak jenis-jenis aktivitas ilegal yang mengatasnamakan investasi atau aktivitas keuangan lainnya. Berdasarkan data Satgas Waspada Investasi, kegiatan yang paling banyak adalah di area penawaran investasi tanpa izin, entitas melakukan kegiatan manajer investasi dan perdagangan berjangka komoditi tanpa izin.
“Ini langsung lewat medsos, kami bersyukur OJK bekerjasama dengan Kominfo yang langsung menutup (aktivitas ilegal),” pungkasnya.