Liputan6.com, Jakarta - Rasulullah SAW pernah berkisah tentang seekor monyet yang mengikuti perjalanan pedagang curang. Kecurangannya adalah mencampur dagangannya berupa khamr dengan air.
Di saat si pedagang lengah, sang monyet dengan sigap merebut uangnya. Kemudian, sebagian dihamburkan ke lautan, sebagian lagi dihamburkan ke dalam kapal. Alhasil, uang si pedagang pun habis dihambur-hamburkan.
Untungnya, yang dihamburkan di dalam kapal masih bisa terselamatkan. Sang monyet seolah menginginkan, uang pedagang hasil penjualan air harus kembali lagi ke air, sedangkan uang hasil penjualan khamr terjatuh dalam kapal hingga mudah kembali ke tangan pemiliknya.
Kisah ini terdapat dalam hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan Imam Ahmad dan Imam al-Baihaqi dari Abu Hurairah.
أَنَّ رَجُلًا كَانَ يَبِيعُ الْخَمْرَ فِي سَفِينَةٍ، وَمَعَهُ فِي السَّفِينَةِ قِرْدٌ، فَكَانَ يَشُوبُ الْخَمْرَ بِالْمَاءِ ، قَالَ: فَأَخَذَ الْقِرْدُ الْكِيسَ، ثُمَّ صَعِدَ بِهِ فَوْقَ الذَّرْوِ ، وَفَتَحَ الْكِيسَ، فَجَعَلَ يَأْخُذُ دِينَارًا فَيُلْقِهِ فِي السَّفِينَةِ، وَدِينَارًا فِي الْبَحْرِ، حَتَّى جَعَلَهُ نِصْفَيْنِ
Artinya: “Alkisah ada seorang pria yang berjualan khamr dalam kapal. Turut bersamanya seekor monyet. Namun, pedagang itu memiliki kebiasaan curang mencampurkan air ke dalam khamrnya. Suatu ketika, sang monyet mengambil kantong uangnya dan membawa kantong tersebut ke atas kapal lalu membukanya. Dari atas kapal itu, ia mulai mengambil satu dinar dan melemparkannya ke kapal, lalu mengambil satu dinar lagi dan melemparkannya ke lautan, hingga uang itu terbagi dua,” (HR Ahmad dan Al-Baihaqi).
Baca Juga
Advertisement
Saksikan Video Pilihan ini:
Karma si Pedagang Curang
Hadis di atas, mengisyaratkan kepastian akan hancurnya kekayaan dunia yang diperoleh orang-orang dari usaha yang curang. Ditunjukkan bahwa si pedagang mencampurkan minuman khamr yang akan dijualnya dengan air. Sehingga pembeli pun tidak tahu bahwa yang dibelinya adalah khamr yang bercampur air.
Tak jarang segelintir pedagang sekarang juga berlaku curang. Seperti mencampur barang bagus dengan barang busuk. Mengganti barang mahal dengan barang murah. Hingga akhirnya, pembeli pun dikecewakan dan dirugikan.
Mereka tak sadar cara curang yang dilakukannya sama dengan memakan harta orang lain secara batil. Mereka tidak berhak mengambil harta tersebut sehingga kelak akan diperhitungkan.
Namun, tentu saja kisah itu terjadi di saat khamr masih boleh dikonsumsi dan diperjual-belikan dalam syariat si pedagang. Bahkan, pada awal periode dakwah Rasulullah di Madinah, khamer masih halal.
Kemudian, ia dicela sebelum diharamkan. Selanjutnya, diharamkan menjelang waktu sholat dan tidak diharamkan memperjualbelikannya. Terakhir, diharamkan secara total.
Dengan kata lain, sebelum diharamkan, khamr masih boleh diperjual-berikan. Yang diharamkan adalah praktik curang atau penipuan, sehingga tindakan itu pun menuai balasan. (Umar Sulaiman, Shahih al-Qashash an-Nabawi, [Beirut, Darun Nafa’is: 1997], halaman 187).
Sehingga dapat diambil pelajaran bahwa kita harus meninggalkan tindakan curang sekaligus merugikan orang lain, baik dalam berdagang maupun dalam bekerja. Tindakan tersebut kelak akan menuai balasannya.
Begitu pun harta yang diperoleh dengan jalan curang menjadi tidak berkah, suatu saat akan hancur, bahkan mengundang petaka. Cepat atau lambat. Di akhirat, kelak akan menuai siksa.
Advertisement