Liputan6.com, Jakarta - Para pekerja seks di Amsterdam, Belanda menggelar aksi protes terhadap peraturan baru yang diterapkan oleh kota tersebut untuk meredam pariwisata penuh "kekacauan" di pusat prostitusi, red light district. Aturan baru tersebut mewajibkan bisnis pekerja seks tutup pada pukul 03.00 pagi, bukan pada pukul 06.00 seperti sebelumnya.
Pekerja seks menilai aturan ini akan sangat mempengaruhi pendapatan mereka dan membahayakan keselamatan mereka dalam perjalanan pulang. Dikutip dari New York Post pada Selasa, 4 April 2023, Felicia Anna (nama samaran), mantan pekerja seks yang mengepalai serikat pekerja Red Light United di distrik tersebut mengatakan, "Sebagian besar pekerja mulai bekerja setelah jam 12 atau jam 1 pagi, ketika bar mulai tutup."
Advertisement
"Sekarang Anda mungkin hanya punya waktu dua jam untuk menghasilkan uang, itu tidak cukup," tambahnya.
Serikat pekerja menyerukan bahwa jumlah polisi yang ditambah akan lebih efektif menjaga keamanan daripada mengurangi jam kerja dan wacana relokasi bisnis ke "pusat erotis" yang diusulkan di luar pusat kota. Pekerja seks lainnya, Violet, yang juga menggunakan nama samaran, menyuarakan kekhawatiran tentang masalah keamanan akibat jam kerja baru.
"Jika Anda pulang pada jam 3 pagi, terutama jika semuanya sudah tutup, maka Anda, sebagai pekerja seks berada dalam kerentanan yang lebih besar," kata Violet kepada CNN.
Aturan baru ini merupakan langkah kota Amsterdam mengurangi kerumunan dan kebisingan di red light district yang terkenal dan penuh dengan turis pemabuk. Namun, pekerja seks merasa bahwa aturan tersebut merupakan bentuk diskriminasi dan pengucilan terhadap komunitasnya.
Keamanan Pekerja Seks Akan Lebih Terganggu
Keamanan pekerja seks semakin terganggu lantaran mereka biasanya dibayar secara tunai. Violet, yang juga merupakan Kepala Pusat Informasi Prostitusi, menyatakan, "berkeliling dengan banyak uang tunai" pada pukul 3 pagi "memberikan kesempatan kepada orang-orang yang ingin menyakiti kita untuk melakukan kejahatan."
Pembatasan jam kerja bukan satu-satunya upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah di red light district. Mereka juga telah mengusulkan undang-undang untuk membatasi penjualan alkohol, penyewaan akomodasi, merokok di jalanan, dan membangun “pusat erotis” atau "erotic center" di luar kota yang akan merelokasi ratusan usaha prostitusi.
Dengan upaya ini, mereka berharap dapat mengakhiri perilaku gangguan dan melecehkan yang sering dilakukan oleh turis dan pesta bujangan di distrik lampu merah. Mengutip Guardian, Ilana Rooderkerk, kepala D66 partai liberal-demokratis lokal mengatakan, "Red light district adalah salah satu daerah tertua dan terkecil di kota kami, tetapi saat ini dipenuhi dengan pesta bujang dan turis yang mengenakan setelan penis, melecehkan pekerja seks."
Ia juga berharap dapat mengakhiri praktik ‘monkey watching’ atau mengamati pekerja seks dari balik jendela kaca. "Pusat erotis harus mengakhiri gangguan di red light district … tanpa menyebabkan gangguan di tempat lain," tambahnya.
Advertisement
Pusat Erotis Akan Dibangun di Pinggir Kota
Menurut situs resmi Amsterdam, kota ini adalah salah satu kota terpopuler di dunia dengan sekitar 20 juta turis yang datang setiap tahunnya. Banyak dari mereka datang ke kota ini untuk mengunjungi red light district yang terkenal, tempat prostitusi dan mariyuana dilegalkan.
Pada Kamis, 30 Maret 2023 lalu, rapat dewan kota Amsterdam membahas opsi-opsi lokasi yang dapat dijadikan pusat erotis untuk memindahkan red light district. Pusat erotis diusulkan akan berada di pinggir kota.
Para pendukung berpendapat bahwa adanya pusat erotis akan menghilangkan kemacetan dan perilaku yang tidak tertib di pusat kota. Namun, kritikus mengkhawatirkan hal ini akan menarik kerumunan "kumuh" dan menempatkan pekerja seks dalam situasi yang lebih tidak aman.
Hal ini lantaran pajangan jendela yang biasanya menampilkan pekerja seks secara terbuka akan ditukar dengan ruang tertutup, dan jumlah bisnis seks berkurang dari 250 menjadi 100.
"Jika Anda memindahkan red light district, Anda akan mendapatkan perilaku yang lebih terkonsentrasi di area yang tidak dapat dipantau, dan tidak akan ada pengawasan publik,” ujar Violet.
Batasi Turis Mengganggu di Amsterdam
Thijs Weijland, seorang karyawan tetapi bukan pekerja seks untuk rumah bordil di red light distrik, mengatakan kepada Dutch News bahwa pejabat pemerintah "Selalu berbicara tentang pekerja seks tetapi tidak melibatkan mereka."
"Saya tidak kenal satu pun pekerja seks yang mengatakan bahwa pusat erotis adalah ide yang bagus. Kita tidak boleh menjadikan mereka korban politik," katanya.
Topik kerja seks dan prostitusi hangat diperdebatkan di seluruh dunia, tetapi baru-baru ini merebak di kota yang terkenal dengan wisata seksnya.
Sebelumnya, Amsterdam meluncurkan kampanye iklan baru yang mencoba membatasi turis asal Inggris yang sering mabuk karena berpesta. Sofyan Mbarki, wakil walikota Amsterdam, mengatakan kampanye iklan terbaru adalah upaya kota untuk terus menindak perilaku buruk di ibu kota.
"Pengunjung akan tetap diterima, tetapi tidak jika mereka berperilaku buruk dan menimbulkan gangguan," kata Mbarki dalam sebuah pernyataan tentang iklan tersebut.
Ia menambahkan, "Amsterdam adalah kota metropolitan dan itu termasuk hiruk pikuk dan keramaian, tetapi untuk menjaga agar kota kami tetap layak huni, kami sekarang memilih pembatasan daripada pertumbuhan yang tidak bertanggung jawab."
Advertisement