Liputan6.com, Jakarta Holding Perkebunan Nusantara telah menyelesaikan permasalahan lahan PTPN VIII di Gunung Mas, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Hal ini tak lepas dari komitmen manajemen Holding Perkebunan Nusantara dalam menjalankan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.
Direktur Utama Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero) Mohammad Abdul Ghani menyampaikan, upaya penyelesaian masalah lahan di Megamendung, antara lain dengan memberikan Hak Guna Bangunan (HGB) untuk tempat tinggal masyarakat dan pengembangan kawasan wisata Alam Eiger Adventure beserta fasilitas pendukung lainnya di atas Hak Pengelolaan Lahan (HPL) PTPN VIII, adalah solusi yang berimbang.
Advertisement
“Sehingga, permasalahan lahan yang telah diduduki masyarakat secara ilegal sejak hampir 25 tahun lalu, alhamdulillah sudah bisa kita selesaikan tanpa ada gesekan yang akan merugikan semua pihak,” ujar Abdul Ghani di Jakarta, dikutip Selasa (4/4/2023).
Menurut Abdul Ghani, relokasi tempat tinggal masyarakat ke areal yang lebih sesuai untuk pemukiman, menjadi solusi dalam peningkatan kesejahteraan dan pencapaian standar hidup yang lebih baik.
“Kolaborasi antara PTPN VIII dengan PT Eigerindo Multi Produk Industri (EMPI) dalam menyediakan ribuan lapangan pekerjaan untuk masyarakat sekitar, juga menjadi solusi dalam penanganan permasalahan lahan,” ujarnya.
Pendekatan Humanis
Penyelesaian permasalahan lahan dengan pendekatan humanis dan kerakyatan yang dilakukan oleh PTPN VIII, dinilai Abdul Ghani sejalan dengan konsep ESG (Environment, Social, Governance) yang merupakan parameter pelaksanaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals - SDGs).
“Tentunya, komitmen penerapan ESG adalah sebagai bagian dari value creation untuk seluruh stakeholders,” tambahnya.
Abdul Ghani mengatakan, bahwa dalam menjalankan bisnisnya, PTPN Group berkomitmen untuk tidak hanya memberikan dampak ekonomi, tetapi juga berdampak positif terhadap sosial dan lingkungan, serta mendorong tercapainya SDGs. “Implementasi ESG secara terintegrasi diharapkan dapat meningkatkan daya saing dan reputasi perusahaan. Sehingga, ke depan kita harapkan perusahaan bisa terus tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan," ungkapnya.
Menteri ATR Sebut Konflik Lahan PTPN di Megamendung Tuntas
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto menekankan komitmen menyelesaikan masalah lahan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII dengan masyarakat, yang sudah berlangsung hampir 25 tahun.
Hadi mengatakan penyelesaian permasalahan ini akan bersifat pro rakyat.
Nantinya, kata dia, kementeriannya akan mengedepankan pendekatan aspek humanis untuk penyelesaian konflik lahan PTPN VIII. Selain itu, Hadi memastikan diriny tetap memperhatikan lingkungan di sekitarnya.
"Melalui skema ini, aset lahan PTPN VIII tidak akan hilang, namun masyarakat masih tetap menerima manfaat dalam bentuk akses berusaha," jelas Hadi dikutip dari siaran persnya, Jumat (31/3/2023).
Menurut dia, banyak opsi yang dapat diambil dalam penanganan konflik lahan. Namun, skema pemberian Hak Guna Bangunan (HGB) di atas Hak Pengelolaan (HPL) dapat menjadi win-win solution bagi kedua belah pihak.
"Sebagian tanah yang diduduki oleh masyarakat diberikan HGB di atas HPL milik PTPN VIII. Sisanya juga akan diberikan HGB atau Hak Pakai di atas HPL milik PTPN VIII," ujarnya.
Advertisement
Penyelesaian di Sejumlah Daerah
Hadi telah beberapa kali berkunjung ke sejumlah tempat seperti di Blora, Jawa Tengah dan PTPN XIV di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Dia menyebut permasalahan yang terjadi di Blora dan Makassar juga dapat diselesaikan menggunakan skema pemberian hak di atas HPL.
"Mudah-mudahan penyelesaian-penyelesaian yang bisa kita laksanakan di Blora, Makassar, dan Megamendung ini dapat dilakukan di daerah-daerah lainnya," ungkapnya.
Sebagai informasi, PTPN VIII dinaungi oleh PTPN III Holding sehingga dalam upaya penyelesaian kali ini hadir langsung Direktur Utama PTPN III Holding, Mohammad Abdul Ghani.
Dalam kesempatan ini, dia menuturkan bahwa penyelesaian permasalahan lahan terus diupayakan sebagai wujud optimalisasi lahan, namun tetap dengan pendekatan yang humanis.
"Kiranya kita melakukan penyelesaian permasalahan dengan tanpa menyakiti siapa pun," pungkas Abdul.