Liputan6.com, Jakarta Harga minyak yang tinggi akan memberi tantangan untuk negara Asia dalam membuat "keputusan sulit" terkait inflasi.
Hal itu diungkapkan oleh Albert Park, kepala ekonom di Asian Development Bank (ADB).
Advertisement
Seperti diketahui, sebagian besar negara Asia adalah importir minyak, seperti Indonesia dan Asia Tengah.
Mereka dikhawatirkan dapat terdampak pemotongan produksi minyak oleh OPEC+ yang tiba-tiba dapat menyebabkan lonjakan harga.
"Dengan kenaikan harga minyak OPEC dan perkiraan peningkatan permintaan dari China, kami dapat melihat harga minyak melampaui perkiraan kami sebesar USD 88," kata Albert Park, dikutip dari CNBC International, Selasa (4/4/2023)
"Itu akan memberi tekanan pada kawasan karena harga minyak yang lebih tinggi, jelas, meningkatkan biaya produksi. Mereka juga meningkatkan tekanan inflasi," ujarnya kepada CNBC Squawk Box Asia.
Pada Minggu pekan lalu, negara anggota OPEC+ mengatakan akan secara sukarela memangkas produksi gabungan sebesar 1,16 juta barel per hari, dalam langkah yang independen dari strategi produksi yang lebih luas.
Kabar baiknya, inflasi di Asia mulai menunjukkan laju yang "moderat".
Tetapi tingkat inflasi inti, yang mengecualikan harga pangan dan energi yang bergejolak, masih lebih tinggi dari biasanya di banyak negara Asia, beber Park
"Otoritas moneter perlu waspada, dan kita mungkin masih belum melihat akhir dari kenaikan suku bunga yang tinggi di wilayah tersebut," jelasnya.
"Tapi tentu saja mereka telah melambat secara signifikan," tambah dia.
Inflasi di kawasan AS diperkirakan akan moderat tahun ini dan tahun selanjutnya, secara bertahap mendekati tingkat pra-pandemi, menurut laporan terbaru ADB tentang prospek regional.
Inflasi utama Asia diperkirakan akan melambat menjadi 4,2 perssen pada tahun 2023 dan 3,3 persen pada tahun 2024 — dibandingkan dengan 4,4 persen tahun lalu.
"Sementara suku bunga yang tinggi dan harga komoditas yang masih tinggi diperkirakan akan membentuk prospek inflasi kawasan, inflasi utama akan tetap sama tahun ini di Asia Timur dan penurunan di subkawasan lainnya," kata laporan itu.
Pembukaan Ekonomi di China
Menurut ADB, prospek ekonomi Asia membaik sejak aktivitas ekonomi China dibuka kembali dari pembatasan Covid yang ketat tahun lalu..
Pertumbuhan di Asia yang sedang berkembang diperkirakan akan mencapai sebesar 4,8 persen untuk tahun 2023 dan tahun depan, dengan Asia Selatan diperkirakan akan tumbuh lebih cepat dari kawasan lainnya.
“Sebelum China meninggalkan kebijakan nol Covid, perkiraan pertumbuhan kami di China tahun ini adalah 4,3 persen. Tapi kami telah meningkatkannya dalam pengumuman ini menjadi 5 persen," kata Park.
"Jika konsumen China kembali, hal itu akan sangat baik untuk wilayah tersebut. China, jelas, merupakan sumber permintaan akhir untuk banyak barang yang diproduksi di wilayah tersebut," catat ekonom tersebut.
Selain itu, ekonomi China juga semakin tertanam dalam rantai nilai global di kawasan ini, tambahnya.
Namun ADB memperingatkan ada tantangan yang masih dapat menghambat pemulihan kawasan.
"Keruntuhan perbankan baru-baru ini di Eropa dan Amerika Serikat merupakan indikasi meningkatnya risiko stabilitas keuangan. Pembuat kebijakan harus tetap waspada di lingkungan pasca-pandemi dengan suku bunga dan utang yang lebih tinggi," kata bank tersebut dalam laporannya.
Advertisement
ADB Proyeksi Ekonomi China Tumbuh 4,8 Persen di 2023
Asian Development Bank (ADB) melihat emulihan ekonomi di China dari pandemi dan permintaan yang kuat di India akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang kuat di Asia tahun ini.
Mengutip Associated Press, Selasa (4/4/2023) ADB memperkirakan ekspansi ekonomi China sebesar 4,8 persen di tahun ini dan tahun berikutnya, naik dari 4,2 persen pada 2022 lalu.
Dikatakan bahwa inflasi kemungkinan akan sedikit menurun tahun ini dan turun lebih lanjut di tahun 2024.
Perekonomian India, sementara itu, diperkirakan akan tumbuh pada laju yang lebih lambat sebesar 6,4 persen tahun ini. Angka itu mengikuti laju ekspansi tahunan 9,1 persen pada tahun 2021 karena pulih dari pandemi terburuk, dan 6,8 persen tahun lalu. Tapi itu salah satu ekspansi tercepat untuk ekonomi regional utama.
Sedangkan ekonomi Vietnam, diperkirakan tumbuh 6,5 persen tahun ini, turun dari 8 persen tahun lalu. Tetapi angka itu di atas perkiraan rata-rata untuk perekomonian Asia Tenggara, sebesar 4,7 persen pada 2023 dan 5 persen tahun depan.
Ekonom ADB mengatakan bahwa, keputusan oleh negara-negara penghasil minyak OPEC untuk memangkas produksi, mendorong harga minyak naik tajam, kemungkinan akan memunculkan tekanan inflasi dan menambah tantangan bagi kawasan Asia.
Analisis laporan ADB didasarkan pada asumsi bahwa minyak mentah Brent, dasar penetapan harga untuk perdagangan internasional, rata-rata akan mencapai USD 88 per barel tahun ini dan USD 90 per barel tahun depan.
"Sangat masuk akal bahwa harga minyak bisa naik lebih tinggi lagi dan menimbulkan tantangan lain bagi kawasan ini," kata Kepala Ekonom ADB Albert Park dalam konferensi telepon.
Namun, peningkatan impor minyak mentah Rusia, terutama oleh China dan India, kemungkinan akan meredam dampak kenaikan harga — ekspor seperti itu ke China, India, dan Turki meningkat lebih dari dua kali lipat tahun lalu. Pada Februari, sepertiga dari ekspor minyak mentah Rusia dikirim ke India dan lebih dari seperlima ke China.
Bank Dunia Ramal Ekonomi Indonesia Tumbuh Lebih Stabil di 2023
Bank Dunia memperkirakan negara-negara di Asia Timur dan Pasifik (EAP) bakal tumbuh cukup baik di 2023 ini, termasuk Indonesia. Sebabnya adalah pembukaan kembali aktivitas ekonomi di China.
Mengacu rilis Bank Dunia, diperkirakan beberapa negara lain yang ada di kawasan ini akan mengalami pelambatan setelah menguat di tahun 2022 lalu.
Bank Dunia menulis, kinerja ekonomi di seluruh kawasan, meski kuat, dapat tertahan tahun ini oleh perlambatan pertumbuhan global, kenaikan harga komoditas, dan pengetatan keuangan sebagai tanggapan terhadap inflasi yang terus-menerus, menurut World Bank’s East Asia and Pacific April 2023 Economic Update.
“Sebagian besar negara utama di Asia Timur dan Pasifik telah melewati masa sulit selama pandemi tetapi kini mereka perlu menavigasi lanskap dunia yang berubah,” ujar Wakil Presiden Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik Manuela V. Ferro, mengutip rilis resmi Bank Dunia, Jumat (31/3/2023).
“Guna mendapatkan kembali momentum, masih ada upaya-upaya yang perlu ditempuh untuk mendorong inovasi dan produktivitas, serta membangun landasan untuk pemulihan yang lebih hijau," sambungnya.
Advertisement