Menakar Prospek Saham Emiten Farmasi Usai Rilis Kinerja Keuangan 2022

Beberapa emiten farmasi telah rilis kinerja keuangan 2022 yang menunjukkan dua emiten pelat merah catat rugi, sedangkan emiten farmasi lain cetak laba.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 06 Apr 2023, 04:31 WIB
Kenaikan harga bahan baku mempengaruhi kinerja keuangan emiten farmasi pada 2022. (Foto: Freepik/mindandi)

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah emiten farmasi telah mengumumkan kinerja tahun buku 2022 yang beragam. Dua emiten pelat merah kompak membukukan rugi sepanjang 2022, sementara beberapa lainnya mencatatkan kenaikan cukup signifikan.

Equity Analyst Kanaka Hita Solvera, Andhika Cipta Labora menilai, salah satu sentimen yang mempengaruhi kinerja emiten farmasi sepanjang tahun lalu lantaran ada kenaikan harga bahan baku. Untuk diketahui, sebagian besar bahan baku sektor farmasi merupakan hasil impor.

“Sentimen yang membuat kinerja emiten farmasi tertekan karena kenaikan bahan baku yang disebabkan oleh melemahnya nilai rupiah,” kata Andhika kepada Liputan6.com, Kamis (6/4/2023).

Sebagai gambaran, bila melihat saat pandemi Covid-19 terjadi di Indonesia pada awal 2020, rupiah sempat tertekan terhadap dolar AS. Bahkan rupiah sempat menembus level 16.000 per dolar AS. Rupiah sempat anjlok ke posisi 16.575 pada 23 Maret 2020. Saat itu, rupiah sempat tembus ke posisi tertinggi 16.640 dan terendah 15.975.

Memasuki 2022, rupiah masih berada di kisaran 14.200 terhadap dolar AS. Pada 18 Mei 2022, rupiah terhadap dolar AS makin lesu. Ketika itu, dolar AS terhadap rupiah di posisi tertinggi 14.692 dan terendah 14.640.

Dolar AS terhadap rupiah di kisaran 14.685 pada penutupan perdagangan. Selanjutnya pada 22 Juli 2022, rupiah terhadap dolar AS sentuh posisi tertinggi 15.037 dan terendah 15.019 per dolar AS. Dolar AS terhadap rupiah ditutup ke posisi 15.022.

Di sisi lain, sektor ini sempat menjadi primadona saat pandemi Covid-19 berlangsung. Pada periode tersebut, permintaan produk kesehatan dan farmasi menukik, sehingga memberi dampak positif pada fundamental perusahaan kesehatan dan farmasi. Namun seiring dengan dicabutnya PPKM, disusul dengan kenaikan harga bahan baku, investor perlu berhati-hati jika membidik sektor ini.

“Dilihat secara teknikal, Andhika mencermati sektor ini masih berada di fase downtrend. Sehingga ada baiknya para pelaku pasar untuk menghindari saham emiten farmasi. Ada baiknya para pelaku pasar untuk wait and see di saham emiten farmasi,” kata dia.

 


Kinerja Keuangan Kimia Farma

(foto: Liputan6.com)

Sebelumnya, PT Kimia Farma Tbk (KAEF) telah mengumumkan kinerja untuk tahun buku 2022 yang berakhir pada 31 Desember 2022. Pada periode tersebut, perseroan membukukan pendapatan dari operasi yang dilanjutkan senilai Rp 9,61 triliun. Raihan ini susut 25,29 persen dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp 12,86 triliun.

Melansir laporan keuangan perseroan dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (5/4/2023), perseroan berhasil menekan beban pokok penjualan pada 2022 menjadi Rp 8,46 triliun dari Rp 6,01 triliun pada 2021. Meski begitu, laba kotor perseroan susut 18,28 persen menjadi Rp 3,6 miliar dari Rp 4,4 miliar pada 2021.

Pada periode ini, perseroan membukukan laba usaha sebesar Rp 558,07 miliar, turun 43,38 persen dibandingkan laba usaha pada 2021 sebesar Rp 985,64 miliar. Bersamaan dengan itu, beban keuangan tercatat sebesar Rp 520,61 miliar dan penghasilan keuangan Rp 12,16 miliar.

Setelah dikurangi beban pajak penghasilan, perseroan mencatatkan rugi tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp 170,05 miliar.

Padahal, pada tahun sebelumnya perseroan masih mengantongi Laba Rp 302,27 miliar. Aset KAEF sampai dengan Desember 2022 naik menjadi Rp 20,35 triliun dari Rp 17,76 triliun pada Desember 2021. Liabilitas naik menjadi Rp 11,01 triliun dari sebelumnya Rp 10,53 triliun. Sementara ekuitas hingga Desember 2022 justru naik menjadi Rp 9,34 triliun dari Rp 7,23 triliun pada Desember 2021.

 

 

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.


Kinerja Keuangan Indofarma pada 2022

Pabrik PT Indofarma. Kali ini, PT Indofarma (Persero) Tbk membuka lowongan kerja BUMN.

Sebelumnya, PT Indofarma Tbk (INAF) telah rilis kinerja keuangan untuk tahun buku 2023. Pada periode tersebut, perseroan membukukan penjualan bersih sebesar Rp 1,14 triliun. Perolehan ini turun 62,07 persen dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp 2,9 triliun.

Melansir laporan keuangan perseroan dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (5/4/2023), perseroan berhasil menekan beban pokok penjualan pada 2022 menjadi Rp 1,25 triliun dari sebelumnya Rp 2,45 triliun. Sayangnya, angka beban ini lebih tinggi dibandingkan pendapatan. Sehingga perseroan membukukan rugi bruto Rp 110,11 miliar. Padahal, pada 2021 lalu perseroan masih membukukan laba bruto Rp 451,63 miliar.

Pada periode ini, perseroan membukukan rugi usaha Rp 479,54 miliar, berbalik dari tahun sebelumnya yang masih mencatatkan laba usaha Rp 51,98 miliar. Beban keuangan sepanjang 2922 tercatat sebesar Rp 38,1 miliar dan bagian laba dari entitas asosiasi tercatat sebesar Rp 85,28 miliar.

Setelah dikurangi beban pajak penghasilan, perseroan membukukan rugi tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp 428,46 miliar.

Kerugian itu naik 1.040,13 persen dibandingkan rugi pada tahun sebelumnya sebesar Rp 37,58 miliar. Aset INAF hingga Desember 2022 turun menjadi Rp 1,53 triliun dari Rp 2,02 triliun pada 2021. Liabilitas turun menjadi Rp 1,45 triliun dari sebelumnya Rp 1,5 triliun. Sementara ekuitas pada 2022 turun drastis menjadi Rp 86,35 miliar dari Rp 508,31 miliar pada 2021.

 

Infografis IMF Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Baik (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya